Tahun 2009 pemerintah menetapkan UU No 4 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang mewajibkan dalam tiga tahun setelah ditetapkan yaitu tahun 2013 semua Perusahaan Tambang, baik PMA maupun PMDN harus membuat smelter. Namun sampai 2013 akhir ternyata hanya PT INCO Soroaco Palopo yang telah membangun smelter untuk mengolah nikel.
Ketua DPC SPSI Kimia Energi dan Pertambangan Kabupaten Mimika mengatakan bahwa sebanyak 300 karyawan PT Freeport Indonesia melakukan aksi pada 9 Januari 2014 di Kementerian ESDM, Menakertrans dan Komisi 9 DPR RI dalam rangka menolak penerapan UU No. 4 Tahun 2009. Hal tersebut merupakan aksi lanjutan akibat rencana implementasi UU Minerba yang mengharuskan perusahaan membangun Smelter. PT Freeport Indonesia bertahun-tahun telah mengeruk mineral ore atau konsentrat mineral dan mengangkut ke AS dengan alasan belum ada smelter atau sarana pengolahan dan pemurnian. Mineral Ore atau konsentrat mineral tersebut selain mengandung tembaga juga diyakini mengandung emas dan uranium.
Kementerian ESDM sesuai amanat UU Minerba menegaskan bahwa akhir tahun 2013 akan mengeluarkan PP yang menyatakan UU No 4 Tahun 2014 sejak tanggal 12 Januari 2014 akan diberlakukan, yaitu : pertama, ekspor mineral ore atau konsentrat mineral dilarang. Kedua, ekspor hasil tambang hanya diijinkan setelah diolah dengan smelter di Indonesia
Reaksi akibat dari kebijaksanaan dan keputusan ini diperkirakan karena pertama, PT Freeport dan juga PT Newmont Indonesia (PMA dari AS) akan kehilangan peluang �mencurinya secara terselubung�. Kedua perusahaan tersebut kehilangan kesempatan mengolah mineral ore atau konsentrat mineral yang langsung diangkut dari Indonesia. Kedua, perusahaan tambang PMDN harus mengurangi jumlah buruhnya karena harus mengurangi produksinya yang selama ini bisa dijual langsung keluar negeri atau tengkulak. Ketiga, baik perusahaan PMA dan PMDN telah menggunakan masalah perburuhan untuk menekan Pemerintah agar pelaksanaan UU No 4 Tahun 2009 ditunda. Keempat, aksi buruh PT Freeport Indonesia dapat diterjemahkan sebagai upaya untuk menekan Pemerintah dengan mengangkat sentiment kedaerahan. Kelima, perusahaan PMA asal AS (Freeport dan Newmont) menolak pembangunan smelter,karena peluang untuk mengangkut mineralore atau konsentrat mineral ke AS hilang. Keenam, perusahaan PMDN menolak pembangunan smelter karena sangat mahal dan biaya operasionalnya tinggi. Ketujuh, apabila penambang minerba harus membangun smelter dan beroperasi disangsikan PLN akan mampu mensupply tenaga listrik yang diperlukan.
Dalam perkembangan terakhirnya, Pemerintah harus melaksanakan UU No 4 Tahun 2009 bahwa eksploitasi Sumber Daya Minerba harus menggunakan smelter. Presiden SBY pun telah menandatangani PP No 1 Tahun 2014 sebagai pelaksana UU No 4 Tahun 2009. Meski PP No 1 Tahun 2014 belum diumumkan, namun ketentuan-ketentuan pokok telah tersiar. Yaitu pertama, sesuai jenisnya ekspor mineral ore masih diijinkan sepanjang mengandung jumlah prosentase mineral yang cukup. Mineral Ore hasil produksi Freeport dan Mewmont masih boleh diekspor langsung karena mengandung kandungan tembaga diatas 30%. Kedua, smelter harus dibangun dalam tiga tahun, yakni 2017. Ketiga, perusahaan (baik PMA maupun PMDN) yang pada tahun 2017 belum membangun smelternya, ijin kontraknya (Kontrak Karya) atau Ijin Usaha Pertambangannya (IUP) akan dicabut.
Dalam pemikiran yang strategis, Pemerintah harus tegas dan konsekuen untuk melaksanakan UU Minerba. Pelaksanaan UU ini menunjukkan bagaimana dignity kita dalam melindungi dan mengamankan ketahanan energi (energy security) ke depan. Masalah ketahanan energi, ketahanan pangan dan air bersih akan menentukan sebuah negara aman atau chaos, bahkan menjadi faktor penting terjadinya perang dunia. Mari kita jaga kekayaan Alam kita dan Kita Manfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran bangsa Indonesia.