Quote:Bila Konsolidasi Telekomunikasi Batal Konsumen Rugi Besar
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA � Sejumlah ahli dan praktisi telekomunikasi menyatakan, konsumen akan rugi besar bila konsolidasi telekomunikasi tertunda-tunda, atau bahkan batal.
Sebab, konsolidasi dan merger antar operator telekomunikasi adalah sebuah tuntutan yang harus segera direalisasikan mengingat industri telekomunikasi sudah sangat jenuh .
Ahli telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo menyatakan, dua operator telekomunikasi, yang diinisiasi oleh PT XL Axiata Tbk (XL) dan PT Axis Telekom Indonesia (Axis), merupakan sebuah keniscayaan dan harus segera dilakukan di tengah makin tidak sehatnya industri telekomunikasi.
Jumlah operator yang lebih dari 10, menyebabkan kompetisi antar opertor sangat ketat.
Salah satunya, kebijakan low price dari operator yang turut mendorong penurunan kualitas layanan (quality of services) bagi konsumen.
Belakangan, kualitas layanan memang makin menurun, seperti sering terjadinya drop call, unsuccesfull call ratio yang tinggi, hingga kualitas ketersambungan yang buruk.
�Kondisi ini jelas tidak sehat bagi industri dan konsumen. Merger merupakan solusi terbaik untuk menyelamatkan industri, sehingga harus segera dilakukan. Makin lama proses merger terjadi, maka kondisi operator-operator akan makin mengkhawatirkan. Ini akan berujung pada makin rendahnya kualitas layanan, seperti makin seringnya terjadi drop call. Sehingga konsumen justru akan rugi besar,� kata Agung, di Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Agung menyatakan, merger dua operator telekomunikasi, tidak serta merta harus mengembalikan frekuensi, sesuai pasal 25 Ayat 2 PP Nomor 53 Tahun 2000.
Ayat tersebut menyatakan bahwa lzin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari Menteri.
�Stasiun radio itu merupakan satu kesatuan perangkat telekomunikasi, yang di dalamnya juga termasuk frekuensi. Jadi, bila sudah ada izin menteri, frekuensi tersebut tidak perlu dikembalikan. Hal yang serupa, memanfaatkan teknologi untuk pengefisienan penggunaan spektrum frekuensi radio, pernah terjadi pada Indosat-Satelindo dan Smart-Fren,� kata Agung.
Anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya menegaskan, Kementerian Komunikasi dan Informatika harus segera mempertegas kebijakan soal pemangkasan jumlah operator telekomunikasi di Indonesia, dari saat ini 10 perusahaan menjadi tiga perusahaan.
Hal itu bertujuan agar pemanfaatan frekuensi sebagai sumber daya yang terbatas, menjadi lebih optimal.
�Operator lebih sedikit lebih baik dalam rangka efisiensi frekuensi dan pelayanan ke konsumen yang lebih baik. Oleh karena itu, sebaiknya operator-operator kecil merger atau bergabung ke yang besar dalam koridor peraturan perundang-undangan,� kata Tantowi, kepada wartawan, Selasa (28/1/2014).
Belakangan ini kualitas jaringan telekomunikasi cenderung terus menurun. Hal itu akibat terjadinya persaingan ketat akibat jumlah operator relatif cukup banyak.
"Jumlah operator di Indonesia tergolong banyak, padahal di sejumlah negara operator telekomunikasi itu paling cuma tiga, atau paling bayak empat perusahaan," kata Tantowi.
Direktur Utama PT Telkom Indonesia Arief Yahya pada kesempatan terpisah juga menyambut baik proses merger XL dan Axis. Menurut Arief, proses merger antara operator di dalam negeri memang sebuah keniscayaan.
�Merger itu adalah suatu keniscayaan, pasti dilakukan. Di seluruh dunia, operator keempat itu tidak ada yang pernah besar. Jadi nature operator itu hanya ada tiga,� kata Arief.
Menurut Arief, pelajaran dari proses merger XL dan Axis ini akan terjadi di Indonesia cepat atau lambat. �Konsolidasi baik untuk industri. Selanjutnya bisa kami tebak, hal ini akan sama dilakukan oleh operator lain,� tandas Arief.
Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alex J. Sinaga mengatakan, hal yang dilakukan XL mengakuisisi Axis sesuatu yang alami. "Idealnya operator di Indonesia itu jumlahnya lima. Kalau masalah untuk bersaing, ruangnya masih besar. Tahun depan kita optimistis industri seluler nasional tumbuh 7-8 persen. Tahun ini tumbuhnya 8 persen," tandas Alex.
Banyak juga operator ada 10 di Indonesia, katanya lebih malah. Pantes sumpek bener, kualitas jaringan aja perebutan. Yaudah pada merger ada deh, sedikit operator tapi top quality kita punya jaringan telkemonunikasi. Itu kan lebih baik. Iya gak?
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA � Sejumlah ahli dan praktisi telekomunikasi menyatakan, konsumen akan rugi besar bila konsolidasi telekomunikasi tertunda-tunda, atau bahkan batal.
Sebab, konsolidasi dan merger antar operator telekomunikasi adalah sebuah tuntutan yang harus segera direalisasikan mengingat industri telekomunikasi sudah sangat jenuh .
Ahli telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo menyatakan, dua operator telekomunikasi, yang diinisiasi oleh PT XL Axiata Tbk (XL) dan PT Axis Telekom Indonesia (Axis), merupakan sebuah keniscayaan dan harus segera dilakukan di tengah makin tidak sehatnya industri telekomunikasi.
Jumlah operator yang lebih dari 10, menyebabkan kompetisi antar opertor sangat ketat.
Salah satunya, kebijakan low price dari operator yang turut mendorong penurunan kualitas layanan (quality of services) bagi konsumen.
Belakangan, kualitas layanan memang makin menurun, seperti sering terjadinya drop call, unsuccesfull call ratio yang tinggi, hingga kualitas ketersambungan yang buruk.
�Kondisi ini jelas tidak sehat bagi industri dan konsumen. Merger merupakan solusi terbaik untuk menyelamatkan industri, sehingga harus segera dilakukan. Makin lama proses merger terjadi, maka kondisi operator-operator akan makin mengkhawatirkan. Ini akan berujung pada makin rendahnya kualitas layanan, seperti makin seringnya terjadi drop call. Sehingga konsumen justru akan rugi besar,� kata Agung, di Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Agung menyatakan, merger dua operator telekomunikasi, tidak serta merta harus mengembalikan frekuensi, sesuai pasal 25 Ayat 2 PP Nomor 53 Tahun 2000.
Ayat tersebut menyatakan bahwa lzin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari Menteri.
�Stasiun radio itu merupakan satu kesatuan perangkat telekomunikasi, yang di dalamnya juga termasuk frekuensi. Jadi, bila sudah ada izin menteri, frekuensi tersebut tidak perlu dikembalikan. Hal yang serupa, memanfaatkan teknologi untuk pengefisienan penggunaan spektrum frekuensi radio, pernah terjadi pada Indosat-Satelindo dan Smart-Fren,� kata Agung.
Anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya menegaskan, Kementerian Komunikasi dan Informatika harus segera mempertegas kebijakan soal pemangkasan jumlah operator telekomunikasi di Indonesia, dari saat ini 10 perusahaan menjadi tiga perusahaan.
Hal itu bertujuan agar pemanfaatan frekuensi sebagai sumber daya yang terbatas, menjadi lebih optimal.
�Operator lebih sedikit lebih baik dalam rangka efisiensi frekuensi dan pelayanan ke konsumen yang lebih baik. Oleh karena itu, sebaiknya operator-operator kecil merger atau bergabung ke yang besar dalam koridor peraturan perundang-undangan,� kata Tantowi, kepada wartawan, Selasa (28/1/2014).
Belakangan ini kualitas jaringan telekomunikasi cenderung terus menurun. Hal itu akibat terjadinya persaingan ketat akibat jumlah operator relatif cukup banyak.
"Jumlah operator di Indonesia tergolong banyak, padahal di sejumlah negara operator telekomunikasi itu paling cuma tiga, atau paling bayak empat perusahaan," kata Tantowi.
Direktur Utama PT Telkom Indonesia Arief Yahya pada kesempatan terpisah juga menyambut baik proses merger XL dan Axis. Menurut Arief, proses merger antara operator di dalam negeri memang sebuah keniscayaan.
�Merger itu adalah suatu keniscayaan, pasti dilakukan. Di seluruh dunia, operator keempat itu tidak ada yang pernah besar. Jadi nature operator itu hanya ada tiga,� kata Arief.
Menurut Arief, pelajaran dari proses merger XL dan Axis ini akan terjadi di Indonesia cepat atau lambat. �Konsolidasi baik untuk industri. Selanjutnya bisa kami tebak, hal ini akan sama dilakukan oleh operator lain,� tandas Arief.
Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alex J. Sinaga mengatakan, hal yang dilakukan XL mengakuisisi Axis sesuatu yang alami. "Idealnya operator di Indonesia itu jumlahnya lima. Kalau masalah untuk bersaing, ruangnya masih besar. Tahun depan kita optimistis industri seluler nasional tumbuh 7-8 persen. Tahun ini tumbuhnya 8 persen," tandas Alex.
Banyak juga operator ada 10 di Indonesia, katanya lebih malah. Pantes sumpek bener, kualitas jaringan aja perebutan. Yaudah pada merger ada deh, sedikit operator tapi top quality kita punya jaringan telkemonunikasi. Itu kan lebih baik. Iya gak?