Quote: Mati lampu sudah menjadi kebiasaan di Sumatera Utara. Bayangkan mati lampu bisa terjadi hampir setiap hari. Biasanya memang masyarakat langsung menyalahkan PLN. Namun apakah tidak aneh apabila PLN terus yang menjadi kambing hitam?. Logikanya saja apabila PLN selalu mematikan lampu bukannya itu berpengaruh pada pendapatan PLN itu sendiri. Semakin sedikit masyarakat yang menggunakan listrik otomatis semakin sedikit pendapatan PLN. Ini memang harus menjadi keyakinan bersama agar masyarakat tidak selalu menyalahkan PLN apabila terjadi mati lampu. Banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan untuk PLN mematikan listrik, seperti kesalahan teknis dimana rusaknya mesin pemasok energi.
Belum lama ini Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Unit 2 Sicanang Belawan kembali mengalami kerusakan akibat kebocoran di header economizer. Akibatnya, pembangkit kehilangan daya listrik hingga 38 mega wats dan membuat pelanggan rumah tangga Perusahaan Listrik Negara di Sumatera Utara kembali harus mengalami pemadaman bergilir hingga tiga jam per hari. Ini merupakan alasan utama penyebab kurangnya pasokan listrik di Suamatera Utara.
Namun sangat disayangkan sebelumnya peremajaan PLTGU Belawan tersebut diduga terdapat kasus korupsi, dimana kejaksaan menahan beberapa tenaga ahli PLN. Kuasa hukum PT PLN menyayangkan sejumlah tenaga ahli di PLN tersebut dijadikan terdakwa dengan tuduhan merugikan keuangan negara.
Ia juga memandang bahwa tidak ada urgensi samasekali untuk melakukan penahanan terhadap para tenaga ahli PLN tersebut. Sebab, selain keahlian para terdakwa sangat dibutuhkan oleh PLN, PLN menjamin bahwa para terdakwa tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
Lantas apakah PLN memang benar melakukan tindakan korupsi?.
Pada awalnya Jaksa Penuntut Umum atas aduan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), menuduh para tenaga ahli PLN tersebut merugikan keuangan negara terkait Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana dengan tuduhan merugikan negara Rp 2,3 triliun. Adapun kerugian tersebut dikarenakan kejaksaan menganggap penunjukan langsung PT Mapna sebagai pemegang tender menyalahi prosedur dan terdapat praktek KKN.
Hal ini disanggah oleh Nur Pamudji. Selaku Dirut Utama PLN yang berhasil mendapatkan penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award. Ia yakin proses tender untuk proyek LTE PLTGU Belawan telah sesuai dengan prosedur dan tata kelola usaha yang baik. Keputusan PLN melakukan pemilihan langsung untuk mengerjakan proyek LTE secara teknik dan prosedur sudah tepat, sesuai dengan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) dengan standar terbaik.
Bila tidak dilakukan pemilihan langsung, krisis listrik di Medan dan Sumut akan lebih buruk lagi. Sebab jam operasional kedua mesin itu sudah di atas 100 ribu jam. Potensi gangguannya sangat besar bila tidak segera diremajakan sehingga berdampak pada ketersediaan listrik di Medan dan Sumatera Utara, papar Nur Pamudji. PLN tetap menghormati dan menjunjung tinggi proses peradilan yang fair dan adil dalam perkara ini.
Hal ini sejalan dengan komitmen PLN untuk menjalankan transformasi bisnis yang transparan, akuntable serta menjunjung tinggi Good Corporate Governance (GCG) yang kini tengah dibangun di internal PLN. PLN berkeyakinan telah menjalankan semua prosedur aturan dalam perkara ini, termasuk melakukan pemilihan langsung dengan Mapna Co sebagai pemenang.
Langkah ini dilakukan setelah sebelumnya penunjukan langsung kepada PT Siemens, sebagai pembangun pembangkit awal, juga mengalami kegagalan karena tingginya anggaran yang diminta. Siemens sendiri menetapkan budget sebesar Rp 830 Miliar sedangkan pagu anggaran PLN sendiri hanya sebesar 645 Miliar. Selain itu, pemilihan Mapna disebabkan Siemens tidak memenuhi dan tidak menyertakan persyaratan Rejection Condition, yaitu tidak menyampaikan total waktu penyelesaian pekerjaan dan tidak menyampaikan garansi Daya Mampu/Mega Watt yang dihasilkan). Sementara Mapna memberikan garansi dan memiliki spesifikasi peralatan dan produk yang sama dengan Siemens. Untuk diketahui, peserta pemilihan langsung dalam proyek ini adalah Siemens, Mapna, dan Ansaldo Energia. Nama terakhir belakangan menyatakan mundur.
Todung Mulya Lubis kembali menekankan tidak adanya kerugian negara dalam proyek ini. Todung mengatakan, kerugian negara yang dituduhkan oleh jaksa mencapai Rp 2,3 triliun tersebut, kemungkinan disimpulkan jaksa dari pembayaran yang telah dilakukan kepada Mapna Co sebesar Rp 300 miliar lebih, ditambah potensi pendapatan sebesar Rp2 triliun dari pengoperasian pembangkit tersebut.
Menurut Todung, dalam pekerjaan LTE, PLN justru berhasil melakukan penghematan. Alasannya, realisasi nilai kontrak justru jauh lebih kecil dari HPS kontrak awal. Pada HPS kontrak awal dengan pemenang tender Mapna Co, tertulis sebesar Rp 645 miliar , sementara harga yang tertuang dalam kontrak hanya Rp 431 miliar . Dengan nilai kontrak sebesar Rp 431 miliar, justru PLN berhasil melakukan saving sebesar Rp 214 miliar (RAB Rp 645 miliar dibandingkan nilai kontrak Rp 431 miliar), sehingga tuduhan kerugian negara tidak terbukti kata Todung.
Ihwal dakwaan jaksa bahwa daya mampu mesin hanya sebesar 123 MW tidak sesuai dengan daya mampu minimal yaitu 132MW, Todung menegaskan bahwa hal tersebut tidak tepat. Dakwaan tersebut tidak benar karena beban 123 MW yang diperoleh oleh penyidik Kejaksaan bukan berasal dari hasil pengujian, tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW (siang hari). Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak kata Todung.
Atas penjelasan tersebut dapat ditemukan kejanggalan pada pihak kejaksaan. Banyak yang beranggapan kasus ini hanya kriminalisasi bisnis. Namun efeknya sangat besar bagi masyarakat Sumatera Utara terutama. Ditahannya tenaga ahli tersebut membuat perbaikan PLTGU Belawan menjadi terbengkalai dikarenakan tenaga mereka yang paling sangat dibutuhkan. Adapun alasan kejaksaan melakukan penahanan yaitu hanya agar penyelidikan lebih mudah. Padahal apabila kejaksaan lebih bijaksana dengan melepaskan mereka ataupun menjadikan mereka tahanan kota maka efeknya tentu akan lebih positif bagi masyarakat.
Quote: Sumber :
http://regional.kompas.com/read/2008...adam.Bergilir.
http://nasional.kontan.co.id/news/di...kwa-kasus-lte/
Belum lama ini Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Unit 2 Sicanang Belawan kembali mengalami kerusakan akibat kebocoran di header economizer. Akibatnya, pembangkit kehilangan daya listrik hingga 38 mega wats dan membuat pelanggan rumah tangga Perusahaan Listrik Negara di Sumatera Utara kembali harus mengalami pemadaman bergilir hingga tiga jam per hari. Ini merupakan alasan utama penyebab kurangnya pasokan listrik di Suamatera Utara.
Namun sangat disayangkan sebelumnya peremajaan PLTGU Belawan tersebut diduga terdapat kasus korupsi, dimana kejaksaan menahan beberapa tenaga ahli PLN. Kuasa hukum PT PLN menyayangkan sejumlah tenaga ahli di PLN tersebut dijadikan terdakwa dengan tuduhan merugikan keuangan negara.
Ia juga memandang bahwa tidak ada urgensi samasekali untuk melakukan penahanan terhadap para tenaga ahli PLN tersebut. Sebab, selain keahlian para terdakwa sangat dibutuhkan oleh PLN, PLN menjamin bahwa para terdakwa tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
Lantas apakah PLN memang benar melakukan tindakan korupsi?.
Pada awalnya Jaksa Penuntut Umum atas aduan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), menuduh para tenaga ahli PLN tersebut merugikan keuangan negara terkait Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana dengan tuduhan merugikan negara Rp 2,3 triliun. Adapun kerugian tersebut dikarenakan kejaksaan menganggap penunjukan langsung PT Mapna sebagai pemegang tender menyalahi prosedur dan terdapat praktek KKN.
Hal ini disanggah oleh Nur Pamudji. Selaku Dirut Utama PLN yang berhasil mendapatkan penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award. Ia yakin proses tender untuk proyek LTE PLTGU Belawan telah sesuai dengan prosedur dan tata kelola usaha yang baik. Keputusan PLN melakukan pemilihan langsung untuk mengerjakan proyek LTE secara teknik dan prosedur sudah tepat, sesuai dengan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) dengan standar terbaik.
Bila tidak dilakukan pemilihan langsung, krisis listrik di Medan dan Sumut akan lebih buruk lagi. Sebab jam operasional kedua mesin itu sudah di atas 100 ribu jam. Potensi gangguannya sangat besar bila tidak segera diremajakan sehingga berdampak pada ketersediaan listrik di Medan dan Sumatera Utara, papar Nur Pamudji. PLN tetap menghormati dan menjunjung tinggi proses peradilan yang fair dan adil dalam perkara ini.
Hal ini sejalan dengan komitmen PLN untuk menjalankan transformasi bisnis yang transparan, akuntable serta menjunjung tinggi Good Corporate Governance (GCG) yang kini tengah dibangun di internal PLN. PLN berkeyakinan telah menjalankan semua prosedur aturan dalam perkara ini, termasuk melakukan pemilihan langsung dengan Mapna Co sebagai pemenang.
Langkah ini dilakukan setelah sebelumnya penunjukan langsung kepada PT Siemens, sebagai pembangun pembangkit awal, juga mengalami kegagalan karena tingginya anggaran yang diminta. Siemens sendiri menetapkan budget sebesar Rp 830 Miliar sedangkan pagu anggaran PLN sendiri hanya sebesar 645 Miliar. Selain itu, pemilihan Mapna disebabkan Siemens tidak memenuhi dan tidak menyertakan persyaratan Rejection Condition, yaitu tidak menyampaikan total waktu penyelesaian pekerjaan dan tidak menyampaikan garansi Daya Mampu/Mega Watt yang dihasilkan). Sementara Mapna memberikan garansi dan memiliki spesifikasi peralatan dan produk yang sama dengan Siemens. Untuk diketahui, peserta pemilihan langsung dalam proyek ini adalah Siemens, Mapna, dan Ansaldo Energia. Nama terakhir belakangan menyatakan mundur.
Todung Mulya Lubis kembali menekankan tidak adanya kerugian negara dalam proyek ini. Todung mengatakan, kerugian negara yang dituduhkan oleh jaksa mencapai Rp 2,3 triliun tersebut, kemungkinan disimpulkan jaksa dari pembayaran yang telah dilakukan kepada Mapna Co sebesar Rp 300 miliar lebih, ditambah potensi pendapatan sebesar Rp2 triliun dari pengoperasian pembangkit tersebut.
Menurut Todung, dalam pekerjaan LTE, PLN justru berhasil melakukan penghematan. Alasannya, realisasi nilai kontrak justru jauh lebih kecil dari HPS kontrak awal. Pada HPS kontrak awal dengan pemenang tender Mapna Co, tertulis sebesar Rp 645 miliar , sementara harga yang tertuang dalam kontrak hanya Rp 431 miliar . Dengan nilai kontrak sebesar Rp 431 miliar, justru PLN berhasil melakukan saving sebesar Rp 214 miliar (RAB Rp 645 miliar dibandingkan nilai kontrak Rp 431 miliar), sehingga tuduhan kerugian negara tidak terbukti kata Todung.
Ihwal dakwaan jaksa bahwa daya mampu mesin hanya sebesar 123 MW tidak sesuai dengan daya mampu minimal yaitu 132MW, Todung menegaskan bahwa hal tersebut tidak tepat. Dakwaan tersebut tidak benar karena beban 123 MW yang diperoleh oleh penyidik Kejaksaan bukan berasal dari hasil pengujian, tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW (siang hari). Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak kata Todung.
Atas penjelasan tersebut dapat ditemukan kejanggalan pada pihak kejaksaan. Banyak yang beranggapan kasus ini hanya kriminalisasi bisnis. Namun efeknya sangat besar bagi masyarakat Sumatera Utara terutama. Ditahannya tenaga ahli tersebut membuat perbaikan PLTGU Belawan menjadi terbengkalai dikarenakan tenaga mereka yang paling sangat dibutuhkan. Adapun alasan kejaksaan melakukan penahanan yaitu hanya agar penyelidikan lebih mudah. Padahal apabila kejaksaan lebih bijaksana dengan melepaskan mereka ataupun menjadikan mereka tahanan kota maka efeknya tentu akan lebih positif bagi masyarakat.
Quote: Sumber :
http://regional.kompas.com/read/2008...adam.Bergilir.
http://nasional.kontan.co.id/news/di...kwa-kasus-lte/