Jakarta - Selama ini para pendukung dan tim sukses Prabowo Subianto mengklaim dengan percaya diri bahwa Prabowo sangat pandai berbicara, pintar berpidato dan merupakan orator unggul. Namun, tampilan pada debat antar calon presiden (capres), Senin (9/6) malam, menunjukkan Prabowo tidak memiliki kemampuan seperti yang diklaim.
Prabowo malah dinilai terlihat emosional menanggapi pertanyaan dari calon wakil presiden (cawapres) Jusuf Kalla yang merupakan pasangan calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi).
"Kubu Prabowo sangat percaya diri menempatkan Prabowo sebagai orator dan komunikator ulung. Kemampuan Prabowo pada hemat mereka jauh melampaui Jokowi yang disebut tak mampu berpidato dan berkomunikasi. Klaim kehebatan Prabowo tak terbukti, minimal jika dibandingkan dengan Jokowi. Sebaliknya panggung debat yang semula diduga akan diungguli Prabowo berkat kelihaiannya berorasi secara menakjubkan diungguli oleh Jokowi," kata peneliti dari Formappi, Lusius Karus, di Jakarta, Rabu (11/6) pagi.
Ia mengamati perjalanan debat malah menunjukkan Jokowi mampu menampilkan kapasitas sebagai seorang komunikator yang efektif, jelas, dan tegas serta sistematis. Keunggulan seperti itu yang dibutuhkan oleh pemimpin Indonesia ke depan.
"Pemimpin tak hanya nampak bersuara keras dan tegas, tanpa sistematika pemikiran yang jelas. Masalah bangsa yang menumpuk memerlukan keuletan pemimpin untuk berpikir sistematis agar bisa mengurai dan memberikan solusi yang bertahap terhadap permasalahan yang ada," tegasnya.
Menurutnya, kapasitas berkomunikasi menjadi senjata Jokowi dalam memimpin. Dengan tegas Jokowi menyebut "dialog" sebagai strategi kepemimpinannya. Strategi dialog tersebut sejurus dengan substansi pemerintahan demokratis, di mana daulat negara merupakan milik rakyat.
Dengan demikian yang diperlukan pemimpin yang tidak menafsirkan kebenarannya sendiri, tetapi mendialogkan masalah dengan rakyat demi mencari kebenaran sesungguhnya.
"Kebenaran dalam rezim demokratis ada dan hidup dalam masyarakat. Pemimpin hanya perlu terbuka, transparan, dan rendah hati untuk menemukan kebenaran itu melalui dialog tanpa henti dengan rakyat. Itulah esensi demokrasi," ujarnya.
Dia menjelaskan konsep mengenai demokrasi dan penegakan hukum sebenarnya hampir sama pada kedua kubu capres-cawapres. Misalnya, bagaimana penegakan hukum dilakukan dengan mengacu pada prinsip keadilan. Kemudian bagaimana pembangunan demokrasi ditujukan bagi kepentingan rakyat. Bagaimana juga pemerintah memberikan tempat bagi perwujudan HAM.
Namun, lagi-lagi Jokowi nampak lebih jelas memaparkan konsep-konsep tersebut dalam tataran praktis pemerintahan. Jokowi unggul karena paparannya tak melulu berupa jargon-jargon yang disangsikan keseriusannya. Kubu Prabowo lebih menampilkan deretan jargon-jargon yang bahkan tak bisa diperlihatkan cara untuk mewujudkannya.
Jokowi-JK sebaliknya memulai teori dari praktek yang sudah dilakukan selama memimpin sebagai wali kota dan gubernur serta wakil presiden untuk Jusuf Kalla.
"Gaya bicara Jokowi yang jelas dan terukur menambah keyakinan publik akan harapan besar yang ditawarkan jika pada waktunya dipercaya oleh rakyat untuk menjadi presiden dan wakil presiden," tuturnya.
Suara Pembaruan
Penulis: R-14/FEB
Sumber:Suara Pembaruan
http://www.beritasatu.com/politik/18...-terbukti.html