JAKARTA, KOMPAS.com - Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden RI nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, boleh saja mengklaim programnya berwatak kerakyatan dan nasionalistik.
Namun, Faisal Basri, Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, menilai pasangan tersebut justru mewakili kubu pemikiran ekonomi neoliberalisme.
Penilaiannya, bukan tanpa alasan kuat. Faisal menuturkan, program ekonomi Prabowo-Hatta intinya ingin menaikkan pertumbuhan ekonomi yang dipasrahkan kepada mekanisme pasar.
"Mereka (Prabowo-Hatta) itu neolib (penganut kebijakan ekonomi neoliberal) sejati, menyerahkan ekonomi kepada pasar," ujar Faisal Basri, Minggu (15/6/2014).
Menurut Faisal, target Prabowo-Hatta untuk mengusahakan pertumbuhan ekonomi sampai di atas 7 persen tidak proporsional.
Sebab, kata dia, banyak infrastruktur ekonomi nasional tengah rusak dan tak bisa digenjot untuk memenuhi target fantastis tersebut.
"Ibaratnya, kita sedang cacingan dan sakit kepala, disuruh lari cepat, hampir tidak bisa," ungkap Faisal.
Faisal menjelaskan, meningkatkan jumlah produksi nasional dan konsumsi masyarakat bakal menjadi cara Prabowo-Hatta menaikkan pertumbuhan ekonomi.
"Itu mengerikan. Mendorong konsumsi sekaligus produksi tidak bisa terjadi. Pasalnya, banyak sektor di dalam negeri, seperti perdagangan pangan sampai migas masih dalam tahap defisit. Perdagangan manufaktur, migas, defisit, kita konsumsi lebih banyak barang dari impor, kita melihat inkosistensi itu," katanya.
sumber
yang penting intinya duit kelar urusannya
Namun, Faisal Basri, Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, menilai pasangan tersebut justru mewakili kubu pemikiran ekonomi neoliberalisme.
Penilaiannya, bukan tanpa alasan kuat. Faisal menuturkan, program ekonomi Prabowo-Hatta intinya ingin menaikkan pertumbuhan ekonomi yang dipasrahkan kepada mekanisme pasar.
"Mereka (Prabowo-Hatta) itu neolib (penganut kebijakan ekonomi neoliberal) sejati, menyerahkan ekonomi kepada pasar," ujar Faisal Basri, Minggu (15/6/2014).
Menurut Faisal, target Prabowo-Hatta untuk mengusahakan pertumbuhan ekonomi sampai di atas 7 persen tidak proporsional.
Sebab, kata dia, banyak infrastruktur ekonomi nasional tengah rusak dan tak bisa digenjot untuk memenuhi target fantastis tersebut.
"Ibaratnya, kita sedang cacingan dan sakit kepala, disuruh lari cepat, hampir tidak bisa," ungkap Faisal.
Faisal menjelaskan, meningkatkan jumlah produksi nasional dan konsumsi masyarakat bakal menjadi cara Prabowo-Hatta menaikkan pertumbuhan ekonomi.
"Itu mengerikan. Mendorong konsumsi sekaligus produksi tidak bisa terjadi. Pasalnya, banyak sektor di dalam negeri, seperti perdagangan pangan sampai migas masih dalam tahap defisit. Perdagangan manufaktur, migas, defisit, kita konsumsi lebih banyak barang dari impor, kita melihat inkosistensi itu," katanya.
sumber
yang penting intinya duit kelar urusannya