SITUS BERITA TERBARU

( kesandung anak ) Publik Ragu Hatta Tegakkan Hukum Tanpa Diskriminatif

Wednesday, June 11, 2014
sumber

Publik Ragu Hatta Tegakkan Hukum Tanpa Diskriminatif

Pernyataan calon wakil presiden (cawapres) Hatta Rajasa dalam Debat Capres di stasiun televisi tentang penegakan hukum yang tak boleh diskriminatif ternyata mengundang reaksi public yang negatif. Para pengguna Twitter atau tweeps bahkan mencibir pernyataan cawapres pendamping Prabowo Subianto itu. Bahkan, dalam penampilan sebagai cawapres Hatta dianggap tidak bisa mengimbangi atau melengkapi Prabowo Subianto.

Para pengguna akun Twitter menyoroti kasus anak Hatta Rajasa, Rasyid Rajasa yang pernah terlibat kecelakaan di Tol Jagorawi hingga menewaskan dua orang. Hanya saja, Rasyid tetap menghirup udara bebas karena cuma dijatuhi hukuman percobaan. Ini, berbeda dengan Afriani yang divonis 15 tahun penjara, Andhika dan sejumlah kasus hukum lainnya.

â??Kalau saya Hatta Rajasa dan ditanya soal penegakan hukum di kasus Rasyid Rajasa, saya akan bilang â??kasih tau ga yaâ??,â?? tulis pegiat antikorupsi, Emerson Yuntho melalui akun @emerson_yuntho di Twitter.

Sentilan menohok juga dilontarkan pengguna akun @jflowrighthere. â??Denger pak Hatta ngomong soal persamaan kedudukan dlm hukum sama kaya denger Sumanto ngasih tips utk jd vegetarian.â??

Ada juga Fadjroel Rahman di akun @fadjroeL yang bercuit soal Rasyid Rajasa dan langsung ditujukan (mention) ke akun Hatta di @hattarajasa. â??Hukum tidak diskriminatif, kecuali kepada ANAK @hattarajasa,â?? tulis Fadjroel.

Sedangkan pemilik akun @Selasarcom lebih halus dalam menyindir Hatta soal Rasyid. â??@Selasarcom:Hatta: Jangan sampai ada diskriminasi. Hukum tidak boleh tajam ke bawah, tumpul ke atas.â?? / salam buat rasyid rasaja ya, pak.â??

â??Hatta Rajasa : Hukum akan ditegakan tanpa pandang bulu. Oke Sip, apa kabar tuh Rasyid Rajasa yg nabrak itu tuh. Hehehe,â?? tulis akun @negativisme yang juga mengungkit kasus Rasyid.

Seperti diketahui, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyatakan Muhammad Rasyid Amrullah Rajasa bersalah dalam kasus kecelakaan di jalan tol Jagorawi pada 1 Januari 2013.

Hukuman bagi Rasyid yang telah menyebabkan dua orang meninggal dunia dan tiga lainnya terluka adalah vonis lima bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan penjara.

Putusan itu berarti, tidak akan ada penahanan bagi anak Menteri Koordinator Perekonomian dan Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa apabila selama enam bulan tidak mengulangi perbuatan serupa.

Hasil putusan kasus Rasyid Rajasa tentu menuai kritik di kalangan pengamat hukum maupun masyarakat umum yang mengikuti kasus ini. Bagaimana mungkin, dua nyawa dan tiga orang yang terluka bisa dikatakan adil dengan hukuman vonis lima bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan penjara.

Konstruksi hukum pada kasus Rasyid sejak awal penanganannya memang terbilang diistimewakan bila dibandingkan dengan kasus-kasus yang hampir serupa. Rasyid, pascakecelakaan maut di tol tidak pernah ditahan oleh pihak kepolisian, bahkan hingga kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.

Banyak alasan yang memperkuat anak menteri ini untuk tidak menjalani tahanan. Mulai dari alasan sikap Rasyid yang kooperatif hingga alasan Rasyid mengalami trauma dan harus menjalani terapi di RS Pertamina Pusat.

Keistimewaan yang melahirkan kejanggalan juga terletak pada proses penanganan perkara Rasyid Rajasa yang ekstra kilat. Itu karena hanya dalam waktu 11 hari, polisi melimpahkan berkasnya ke kejaksaan dan dalam waktu 1,5 bulan kasus ini sudah diproses di pengadilan.

Namun kecepatan itulah yang akhirnya membuat penanganan perkara Rasyid tidak sesuai dengan SOP dan menyebabkan BAP Rasyid Rajasa menjadi sangat lemah.

Bahkan begitu istimewanya, Jaksa Penuntut Umum seperti tidak berdaya menegakkan hukum pada anak besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu; termasuk hakim yang dalam posisi ini memutuskan hukuman beda tipis dengan tuntutan JPU.

Dengan demikian, kasus ini menunjukkan hukum benar-benar hanya tajam ke bawah dan tumpul untuk ke atas. Penegak hukum seperti tidak mengedepankan prinsip-prinsip equality before the law dalam penanganannya.

Kasus Sama, Beda Perlakuan

Tentu masih ingat kejadian fenomenal kecelakaan lalu lintas di Tugu Tani yang dilakukan Afriani Susanti saat mengemudikan Xenia hitam. Sembilan pejalan kaki tertabrak mobil yang dikendarainya dan tewas. Afriani sempat mengalami depresi dan percobaan bunuh diri, namun digagalkan oleh polwan.

Tak hanya itu, Afriani ketika itu sempat menyatakan siap memberikan nyawanya kepada keluarga korban. Namun hukum tetap berproses, Afriani akhirnya di vonis 15 tahun hukuman penjara akibat perbuatannya yang menghilangkan sembilan nyawa.

Artinya, proses hukum terhadap Afriani berjalan sesuai dengan prosedur hukum dan ada sanksi hukuman yang meskipun belum menjadi adil bagi keluarga korban, tapi cukup tinggi untuk dijalani oleh Afriani.

Begitu juga, Andhika Pradipta yang menjadi sopir maut Nissan Grand Livina pada Kamis (27/12/2013) dini hari di Jalan Ampera Raya, Ragunan, Jakarta Selatan, akan bernasib sama dengan Afriani Susanti. Kasus Nissan Grand Livina yang menewaskan dua orang terjadi karena Andhika menyerempet mobil Daihatsu Taruna.

Lantaran panik karena telah menyerempet mobil Daihatsu, Andhika melarikan diri dengan mengemudi kendaraannya dalam kecepatan tinggi.

Akibatnya, Andhika yang di bawah pengaruh minuman keras menabrak warung pecel lele dan membuat dua pembeli tewas serta lima lainnya terluka. Akan tetapi hingga kini, kasus Andhika Pradipta masih berjalan, meskipun lebih dulu terjadi ketimbang kasus Rasyid yang terjadi tepat di awal tahun ini.

Mungkin, letak keadilan hukum kasus Rasyid akan sulit diterima jika dibandingkan dengan kasus Afriani atau Andhika yang menewaskan orang lebih banyak dan di bawah pengaruh miras atau narkotik. (jppn/bbs)


iya pak.. esok bakalan ada gerakan sumbang 100 cermin buat HaTTa

PIC for MENIKMATI KEBEBASAN



SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive