Rendahnya realisasi investasi eksplorasi minyak dan gas Indonesia patut dikhawatirkan. Pasalnya produksi migas nasional beberapa tahun mendatang sangat bergantung dengan kegiatan eksplorasi yang hasilnya tidak bisa dinikmati dalam waktu sekejab.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam pernah melansir bahwa realisasi investasi eksplorasi pada 2012 hanya mencapai US$ 150 juta dari komitmen investasi sejumlah US$ 2 miliar. Sementara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melansir bahwa dalam tiga tahun terakhir pemboran nasional hanya mencapai 1.000-an sumur. Bandingkan dengan lima tahun sebelumnya yang bisa sampai 1.500 sumur.
Rendahnya eksplorasi dan temuan lapangan minyak bumi membuat cadangan minyak bumi Indonesia turun. Dengan recovery reserve ratio 52 persen pada 2012, saat ini cadangan minyak mentah Indonesia tinggal 3,59 miliar barel.�Nah!
Masalahnya realisasi investasi atau realisasi pengeboran bukan hanya terletak dari masalah teknis atau masalah perijinan, tapi ternyata juga kualitas perusahaan pemenang tender yang dipilih pemerintah.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo pernah mengungkapkan hal tersebut. Pak Wamen bahkan mengatakan ada sekitar 20 sampai 30 kontraktor yang tidak memenuhi komitmen bonus tanda tangan dan komitmen eksplorasi dalam waktu tiga tahun sejak penandatanganan kontrak. Bayangkan!
Kegiatan eksplorasi memang membutuhkan proses yang panjang. Pantas saja, pemerintah memberikan ijin eksplorasi untuk kontrak pertama selama 10 tahun. Bayangkan, dari mulai mengebor sumur, melakukan kegiatan seismic, dll. Iya kalau ketemu minyak, kalau ga? Uang investor akan melayang karena cost unrecoverable. Pemerintah hanya akan menggantinya jika temuan tersebut telat berproduksi. Jadi hasilnya baru bisa dinikmati 10-13 tahun mendatang.
Data ESDM menyebutkan bahwa saat ini terdapat 320 kontraktor kontrak kerja sama. Dari jumlah tersebut, baru 74 KKKS yang masuk tahap produksi, sementara 250 KKKS masih dalam tahap eksplorasi.��
Melihat hal ini, sudah saatnya pemerintah serius menangani kasus tersebut. Harus ditelaah sebenarnya apa akar masalah yang menyebabkan realisasi eksplorasi rendah. Jika memang dibutuhkan insentif khusus, sudah selayaknya antar kementrian melakukan penelaahan yang serius. Jangan sampai rendahnya realisasi investasi ini kebablasan�.
naruby83.blogspot.com
twitter: naruby83
Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam pernah melansir bahwa realisasi investasi eksplorasi pada 2012 hanya mencapai US$ 150 juta dari komitmen investasi sejumlah US$ 2 miliar. Sementara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melansir bahwa dalam tiga tahun terakhir pemboran nasional hanya mencapai 1.000-an sumur. Bandingkan dengan lima tahun sebelumnya yang bisa sampai 1.500 sumur.
Rendahnya eksplorasi dan temuan lapangan minyak bumi membuat cadangan minyak bumi Indonesia turun. Dengan recovery reserve ratio 52 persen pada 2012, saat ini cadangan minyak mentah Indonesia tinggal 3,59 miliar barel.�Nah!
Masalahnya realisasi investasi atau realisasi pengeboran bukan hanya terletak dari masalah teknis atau masalah perijinan, tapi ternyata juga kualitas perusahaan pemenang tender yang dipilih pemerintah.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo pernah mengungkapkan hal tersebut. Pak Wamen bahkan mengatakan ada sekitar 20 sampai 30 kontraktor yang tidak memenuhi komitmen bonus tanda tangan dan komitmen eksplorasi dalam waktu tiga tahun sejak penandatanganan kontrak. Bayangkan!
Kegiatan eksplorasi memang membutuhkan proses yang panjang. Pantas saja, pemerintah memberikan ijin eksplorasi untuk kontrak pertama selama 10 tahun. Bayangkan, dari mulai mengebor sumur, melakukan kegiatan seismic, dll. Iya kalau ketemu minyak, kalau ga? Uang investor akan melayang karena cost unrecoverable. Pemerintah hanya akan menggantinya jika temuan tersebut telat berproduksi. Jadi hasilnya baru bisa dinikmati 10-13 tahun mendatang.
Data ESDM menyebutkan bahwa saat ini terdapat 320 kontraktor kontrak kerja sama. Dari jumlah tersebut, baru 74 KKKS yang masuk tahap produksi, sementara 250 KKKS masih dalam tahap eksplorasi.��
Melihat hal ini, sudah saatnya pemerintah serius menangani kasus tersebut. Harus ditelaah sebenarnya apa akar masalah yang menyebabkan realisasi eksplorasi rendah. Jika memang dibutuhkan insentif khusus, sudah selayaknya antar kementrian melakukan penelaahan yang serius. Jangan sampai rendahnya realisasi investasi ini kebablasan�.
naruby83.blogspot.com
twitter: naruby83