Setelah 22 Tahun, Proyek Jalur Layang Kereta Jakarta Dilanjutkan
Penulis : Alsadad Rudi
Jumat, 30 Agustus 2013 | 08:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com � Mulai tahun depan, jalur lingkar kereta di Jakarta akan dibangun menjadi jalur layang. Ini menjadi kelanjutan jalur layang yang menghubungkan Manggarai, Gambir, Jakarta Kota, yang dibangun pada 1992.
Proyek jalur lingkar kereta layang yang akan menelan dana Rp 9 triliun ini rencananya akan dibangun dalam dua tahap, yaitu lintas timur dengan panjang 10 kilometer dengan rute Kampung Bandan-Kemayoran-Senen-Pondok Jati serta lintas barat dengan panjang 17 kilometer dengan rute Manggarai-Tanah Abang-Angke-Kampung Bandan.
Pengamat transportasi, Danang Parikesit, menilai, jarak waktu pembangunan yang lama lebih disebabkan pada masa lalu belum ada peningkatan kualitas pelayanan perkeretaapian, terutama dalam layanan kereta rel listrik di kawasan Jabodetabek.
"Kalau sekarang timing-nya tepat karena saat ini PT KAI telah melakukan perbaikan, seperti pembenahan di setiap stasiun-stasiun, penyederhanaan rute, dan penetapan sistem tiket elektronik," katanya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/8/2013).
Menurut guru besar transportasi dari Universitas Gadjah Mada ini, membaiknya kinerja PT KAI terjadi sejak dua tahun lalu, tepatnya pada tahun 2011, ditandai terbitnya Peraturan Presiden No 83 Tahun 2011 yang menugaskan PT KAI untuk meningkatkan prasarana dan sarana kereta di jalur lingkar Jabodetabek dan kereta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Setelah dua tahun, lanjut Danang, ternyata PT KAI dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Hal itu membuka kembali kepercayaan pemerintah untuk menata ulang terhadap proyek-proyek infrastruktur kereta api yang pernah ada. "Setelah dua tahun PT KAI butuh support sehingga akhirnya pemerintah mengucurkan dana untuk pembangunan loopline layang ini," ujar Danang.
Tentang lambatnya perkembangan jalur kereta di Jakarta, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Suroso Alimoeso sempat mengatakan, infrastruktur transportasi perkeretaapian di Jabodetabek lambat berkembang. Menurutnya, jalur kereta di Jakarta dibangun layang seluruhnya harusnya sudah sejak lama. Dengan begitu, itu tidak akan mengganggu layanan jalur darat lain, terutama kendaraan roda empat.
Hal itu, menurutnya, dapat dilihat tentu saja dari rentang jarak pembangunan antara jalur tengah dan jalur lingkar yang sangat lama. Padahal, dengan menggunakan jalur layang, potensi kecelakaan di perlintasan sebidang menjadi tidak ada dan pelayanan menjadi tidak terganggu. Maka, hal itu juga akan memberikan dampak positif, yaitu jumlah penumpang yang terangkut bisa lebih tinggi.
"Masalahnya perencanaannya ini tidak konsisten. Bukan malah dikembangkan, tapi justru stagnan sampai sekarang," katanya dalam diskusi Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal di kawasan Perkotaan, Rabu (20/2/2013), enam bulan lalu.
Suroso menegaskan, tidak dapat dipungkiri bahwa saat perekonomian masyarakat mengalami pertumbuhan, jumlah kendaraan pribadi, khususnya mobil, juga semakin meningkat. Akibat lambatnya pembangunan jalur kereta dari jalur konvensional di atas tanah menjadi jalur layang itu, layanan angkutan darat yang lain menjadi terganggu, terutama permasalahannya ada di perlintasan sebidang. Dampaknya, tentu saja, kemacetan lalu lintas.
"Ini yang kurang diantisipasi," ujarnya.
Kementerian Perhubungan pernah melansir, perlintasan sebidang yang ada di Jakarta dan sekitarnya jumlahnya mencapai 509. Sebanyak 309 merupakan perlintasan resmi dan sisanya, 200 perlintasan, adalah perlintasan ilegal.
Pengamat Perkeretaapian, Djoko Setijowarno, mengatakan, cara untuk mengatasi perlintasan sebidang adalah dengan membangun jalur layang atau jalur bawah tanah (subway). Pembangunan jembatan layang ataupun terowongan, menurutnya, tidak akan memutus akses jalan bagi kendaraan darat yang lain. Hal itu karena di kiri dan kanan jembatan layang ataupun terowongan itu masih ada jalan raya.
"Masih ada jalan liar sebab tidak diawasi, dijaga, dan disterilkan. Apalagi dengan jadwal perjalanan kereta baru per 1 April 2013, keberangkatan dan kedatangan KRL akan lebih banyak," ungkapnya saat mengomentari penambahan jumlah perjalanan KRL pada April 2013 yang lalu.
Kemacetan segera teratasi
Pembangunan jalur tengah kereta layang tahun depan diungkapkan oleh Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono saat melakukan peninjauan bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di jalur kereta Manggarai-Kampung Bandan, Rabu (28/8/2013).
"Tahun depan, kita akan mulai membangun lintas timur. Total proyek direncanakan lima tahun. Tapi, kami dan Pak Gub (Gubernur DKI Jakarta) terus mempercepatnya," kata Bambang.
Sementara Jokowi mengharapkan keberadaan kereta layang dapat menarik pengguna kendaraan pribadi ke transportasi massal. Dengan demikian, persoalan kemacetan Ibu Kota dapat terselesaikan. Masa pembangunan jalur ini akan berlangsung lima tahun. Artinya, jalur lingkar kereta layang akan siap digunakan tahun 2019.
Pembangunan jalur lingkar layang merupakan proyek patungan antara pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan PT Kereta Api Indonesia. Pemerintah pusat bertanggung jawab pada pembangunan fisik rel, Pemprov DKI pada sarana dan prasarana pendukung, dan PT KAI pada pengadaan kereta.
Proyek pembangunan akan menelan biaya hingga Rp 9 triliun untuk seluruh jalur lingkar sepanjang 27 kilometer. Dana 2,5 triliun untuk lintas timur (Kampung Bandan-Senen-Pondok Jati) sejauh 10 kilometer, sedangkan sisanya untuk lintas barat (Manggarai-Tanah Abang-Angke-Kampung Bandan) yang memiliki jarak 17 kilometer.
Editor : Ana Shofiana Syatiri
SUMBER
---------------------------
Akhirnya ... setelah menunggu 22 tahun, bakalan dibangun juga. Semoga saja tidak molor lagi ya.
Penulis : Alsadad Rudi
Jumat, 30 Agustus 2013 | 08:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com � Mulai tahun depan, jalur lingkar kereta di Jakarta akan dibangun menjadi jalur layang. Ini menjadi kelanjutan jalur layang yang menghubungkan Manggarai, Gambir, Jakarta Kota, yang dibangun pada 1992.
Proyek jalur lingkar kereta layang yang akan menelan dana Rp 9 triliun ini rencananya akan dibangun dalam dua tahap, yaitu lintas timur dengan panjang 10 kilometer dengan rute Kampung Bandan-Kemayoran-Senen-Pondok Jati serta lintas barat dengan panjang 17 kilometer dengan rute Manggarai-Tanah Abang-Angke-Kampung Bandan.
Pengamat transportasi, Danang Parikesit, menilai, jarak waktu pembangunan yang lama lebih disebabkan pada masa lalu belum ada peningkatan kualitas pelayanan perkeretaapian, terutama dalam layanan kereta rel listrik di kawasan Jabodetabek.
"Kalau sekarang timing-nya tepat karena saat ini PT KAI telah melakukan perbaikan, seperti pembenahan di setiap stasiun-stasiun, penyederhanaan rute, dan penetapan sistem tiket elektronik," katanya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/8/2013).
Menurut guru besar transportasi dari Universitas Gadjah Mada ini, membaiknya kinerja PT KAI terjadi sejak dua tahun lalu, tepatnya pada tahun 2011, ditandai terbitnya Peraturan Presiden No 83 Tahun 2011 yang menugaskan PT KAI untuk meningkatkan prasarana dan sarana kereta di jalur lingkar Jabodetabek dan kereta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Setelah dua tahun, lanjut Danang, ternyata PT KAI dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Hal itu membuka kembali kepercayaan pemerintah untuk menata ulang terhadap proyek-proyek infrastruktur kereta api yang pernah ada. "Setelah dua tahun PT KAI butuh support sehingga akhirnya pemerintah mengucurkan dana untuk pembangunan loopline layang ini," ujar Danang.
Tentang lambatnya perkembangan jalur kereta di Jakarta, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Suroso Alimoeso sempat mengatakan, infrastruktur transportasi perkeretaapian di Jabodetabek lambat berkembang. Menurutnya, jalur kereta di Jakarta dibangun layang seluruhnya harusnya sudah sejak lama. Dengan begitu, itu tidak akan mengganggu layanan jalur darat lain, terutama kendaraan roda empat.
Hal itu, menurutnya, dapat dilihat tentu saja dari rentang jarak pembangunan antara jalur tengah dan jalur lingkar yang sangat lama. Padahal, dengan menggunakan jalur layang, potensi kecelakaan di perlintasan sebidang menjadi tidak ada dan pelayanan menjadi tidak terganggu. Maka, hal itu juga akan memberikan dampak positif, yaitu jumlah penumpang yang terangkut bisa lebih tinggi.
"Masalahnya perencanaannya ini tidak konsisten. Bukan malah dikembangkan, tapi justru stagnan sampai sekarang," katanya dalam diskusi Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal di kawasan Perkotaan, Rabu (20/2/2013), enam bulan lalu.
Suroso menegaskan, tidak dapat dipungkiri bahwa saat perekonomian masyarakat mengalami pertumbuhan, jumlah kendaraan pribadi, khususnya mobil, juga semakin meningkat. Akibat lambatnya pembangunan jalur kereta dari jalur konvensional di atas tanah menjadi jalur layang itu, layanan angkutan darat yang lain menjadi terganggu, terutama permasalahannya ada di perlintasan sebidang. Dampaknya, tentu saja, kemacetan lalu lintas.
"Ini yang kurang diantisipasi," ujarnya.
Kementerian Perhubungan pernah melansir, perlintasan sebidang yang ada di Jakarta dan sekitarnya jumlahnya mencapai 509. Sebanyak 309 merupakan perlintasan resmi dan sisanya, 200 perlintasan, adalah perlintasan ilegal.
Pengamat Perkeretaapian, Djoko Setijowarno, mengatakan, cara untuk mengatasi perlintasan sebidang adalah dengan membangun jalur layang atau jalur bawah tanah (subway). Pembangunan jembatan layang ataupun terowongan, menurutnya, tidak akan memutus akses jalan bagi kendaraan darat yang lain. Hal itu karena di kiri dan kanan jembatan layang ataupun terowongan itu masih ada jalan raya.
"Masih ada jalan liar sebab tidak diawasi, dijaga, dan disterilkan. Apalagi dengan jadwal perjalanan kereta baru per 1 April 2013, keberangkatan dan kedatangan KRL akan lebih banyak," ungkapnya saat mengomentari penambahan jumlah perjalanan KRL pada April 2013 yang lalu.
Kemacetan segera teratasi
Pembangunan jalur tengah kereta layang tahun depan diungkapkan oleh Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono saat melakukan peninjauan bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di jalur kereta Manggarai-Kampung Bandan, Rabu (28/8/2013).
"Tahun depan, kita akan mulai membangun lintas timur. Total proyek direncanakan lima tahun. Tapi, kami dan Pak Gub (Gubernur DKI Jakarta) terus mempercepatnya," kata Bambang.
Sementara Jokowi mengharapkan keberadaan kereta layang dapat menarik pengguna kendaraan pribadi ke transportasi massal. Dengan demikian, persoalan kemacetan Ibu Kota dapat terselesaikan. Masa pembangunan jalur ini akan berlangsung lima tahun. Artinya, jalur lingkar kereta layang akan siap digunakan tahun 2019.
Pembangunan jalur lingkar layang merupakan proyek patungan antara pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan PT Kereta Api Indonesia. Pemerintah pusat bertanggung jawab pada pembangunan fisik rel, Pemprov DKI pada sarana dan prasarana pendukung, dan PT KAI pada pengadaan kereta.
Proyek pembangunan akan menelan biaya hingga Rp 9 triliun untuk seluruh jalur lingkar sepanjang 27 kilometer. Dana 2,5 triliun untuk lintas timur (Kampung Bandan-Senen-Pondok Jati) sejauh 10 kilometer, sedangkan sisanya untuk lintas barat (Manggarai-Tanah Abang-Angke-Kampung Bandan) yang memiliki jarak 17 kilometer.
Editor : Ana Shofiana Syatiri
SUMBER
---------------------------
Akhirnya ... setelah menunggu 22 tahun, bakalan dibangun juga. Semoga saja tidak molor lagi ya.