"Sudah nyoblos?"
"Ohh-jelaass dong! Nih!!"
Dengan tinta dijari tengah anda dapat memilih seberapa tinggi menunjukkan buktinya dan dampaknya akan terasa..
Saat foto ini diunggah, beberapa teman mengomentari setengah tidak percaya karena dalam anggapan mereka saya ini golputer. "Oh-tentu tidak temans!". Saya bukan golputer walau pernyataan serta kalimat yang paling jelas pun bisa dengan mudah disalahartikan.
Kalau saya, lebih berpegang ke akal sehat. Rincian kasus dibenak saya:
Lalu bagaimana baiknya?
Saya mengajak anda mengingat sejenak mengenai Indonesia. Jiwa bangsa ini adalah gotong royong dan tenggang rasa. Jiwa itu membawa kita pada kesukaan saling bantu-membantu; bermusyawarah; menjaga perasaan dan santun; lebih memilih penyelesaian secara kekeluargaan; dan kesemuanya yang kemudian menjadikan kita bangsa paling ramah di dunia. Jiwa ini, terus terang, sadar atau tidak, kenyataannya sudah mulai luntur, dan bersama dengan itu, semakin jarang kita merasakan momen-momen menyenangkan menjadi Bangsa Indonesia.
Kembali ke masalah, pantaskah kita melalaikan hak pilih kita? Seorang teman malah berkata,"Padahal itu hak lo! kalau hak saja sudah dilalaikan, bagaimana dengan kewajiban?!" Atau kita berpikir, toh hanya suara satu orang! Kalau kita sudah berpikir sendiri-sendiri melupakan kebersamaan pantas saja kalau jiwa bangsa ini terdegradasi parah.
Jadi bagaimana dong?!
Terus terang saya tidak mengerti kenapa kita harus beranggapan pilihannya harus coblos atau golput. Ini demokrasi dibumbui doktrinasi namanya!
Kenapa sih harus tetap memilih 1 dari 5 dan memilih kejelekan pada manapun yang kita pilih?
Atau tidak memilih, memalingkan muka, dan tidak peduli bahwa ini sebenarnya adalah demi kebaikan kita bersama?
Kenapa kita tidak bisa secara berani dan bertanggung jawab mengacungkan tangan dan mengatakan:"Saya minta pilihan yang lebih baik dari lima pilihan ini, karena menurut saya pilihan ini tidak ada yang baik!"
Thinking out of the box.
Pasti pilihan ini akan menimbulkan banyak pertanyaan. Tapi jawabannya sebenarnya berpulang kepada diri kita sendiri untuk menjawabnya. Karena kasus ke-3 mungkin saja terjadi, lalu banyak dari kita yang peduli jadi pusing dan memiliki masalah. Kalau sebagian dari kita bermasalah, mestinya itu menjadi masalah kita bersama untuk memikirkan penyelesaiannya. Iya kan?!
Sekarang kembali ke masalah dan akal sehat. Lepaskan prasangka yang biasa kita buat, dan hal berikutnya yang saya pikirkan adalah:
Kita tahu bahwa golput diperkirakan akan menjadi 40% atau bahkan 60%. Apakah itu akan merubah sistem? Setahu saya pemilu dan pilkada tidak menggunakan kuorum untuk jumlah pemilih, sehingga 70% golput pun tidak masalah. Namun, bahkan jika jumlah golput tersebut bisa membatalkan pemilihan, aspirasi golputer tersebut tetap tidak akan tersampaikan. Karena selama ini golput berarti abstain, diam, skeptis, dan bahkan bisa dicap tidak peduli. Namun bagaimana jika menurut anda kasus ke-3 terjadi? Semua calon anda pikir tidak akan membawa kebaikan, malah anda kuatirkan akan membawa keburukan. Saya pribadi lebih terpikirkan untuk menyatakan sikap.
Apakah itu berarti:
Pernah ada yang berpikir demikian??
Empat puluh persen golput tidak berarti apa-apa, karena diartikan mereka hanya sekumpulan orang yang abstain, kumpulan orang yang tidak peduli. Tapi 40% pemilih menyatakan sikap seperti pilihan diatas.. Akan seperti massive walk out, ajakan untuk rembug bangsa demi memperbaiki kepentingan bersama.. Masihkah akan dipandang sebelah mata?
Reformasi 1998 dua juta mahasiswa turun ke jalan dan sebuah orde pun runtuh, bandingkan dengan setengahnya saja dari golputer serempak menyatakan sikap?! Setengah dari 40% pemilih berarti lebih dari 30 juta orang menyatakan sikap. Masihkah akan diabaikan?
Ada banyak cara yang dapat dipikirkan dengan baik jika bangsa ini berpikir bersama dalam jiwa kebangsaan. Tinggal menggugahnya saja, dan ini semakin penting karena semakin mendesaknya keadaan yang kita hadapi sekarang. Kesalahan kebijakan dan implementasinya; korupsi lebih dari 30% (yang membuat defisit APBN 3-4% terlihat kecil); dan inefisiensi disegala bidang telah dan akan terus mendorong negara ini pada kegagalan.
Terakhir perlu saya ulangi bahwa saya tidak mengajak anda untuk golput. Jika ada calon yang anda pikir baik seharusnya anda bergegas ke TPS, datang dan coblos. Dalam hal anda pikir tidak ada calon yang dapat membawa pada kebaikan, nyatakan sikap, jangan hanya diam apalagi tidak peduli. Krisis kebangsaan kita sudah mendorong negara ini pada kegagalan.
Wujudkan kepedulian anda dengan segala cara yang baik karena negara ini milik kita bersama, bahkan juga para koruptor (karena jika negara ini gagal, apalagi yang mau dikorupsi?).
Tetap Jaya Indonesia!
sumber
"Ohh-jelaass dong! Nih!!"
Dengan tinta dijari tengah anda dapat memilih seberapa tinggi menunjukkan buktinya dan dampaknya akan terasa..
Saat foto ini diunggah, beberapa teman mengomentari setengah tidak percaya karena dalam anggapan mereka saya ini golputer. "Oh-tentu tidak temans!". Saya bukan golputer walau pernyataan serta kalimat yang paling jelas pun bisa dengan mudah disalahartikan.
Kalau saya, lebih berpegang ke akal sehat. Rincian kasus dibenak saya:
- Kalau ada 5 pilihan dan ada yang saya sukai, apakah saya akan memilih? Jawabannya pasti: IYA!
- Kalau ada 5 pilihan dan semuanya tidak saya suka, tapi ada satu yang saya pikir lebih baik, apakah saya akan memilih? Jawabannya juga pasti: IYA!
- Sekarang... kalau ada 5 pilihan dan semuanya saya pikir akan membawa keburukan, apakah saya akan memilih? Untuk jawaban kali ini akan saya uraikan lebih panjang: Apakah saya akan memilih yang terbaik dari yang terjelek? Kasus itu mestinya di item 2 dan sudah jelas jawabnya. Lagipula, apakah saya harus memilih pemimpin yang menurut saya akan membawa keburukan? Jelas tidak karena menurut saya tindakan itu sangat tidak bertanggung jawab. Namun bukan berarti saya tidak akan memilih. Pesimis dan skeptis tidak akan membawa kita kemanapun.
Lalu bagaimana baiknya?
Saya mengajak anda mengingat sejenak mengenai Indonesia. Jiwa bangsa ini adalah gotong royong dan tenggang rasa. Jiwa itu membawa kita pada kesukaan saling bantu-membantu; bermusyawarah; menjaga perasaan dan santun; lebih memilih penyelesaian secara kekeluargaan; dan kesemuanya yang kemudian menjadikan kita bangsa paling ramah di dunia. Jiwa ini, terus terang, sadar atau tidak, kenyataannya sudah mulai luntur, dan bersama dengan itu, semakin jarang kita merasakan momen-momen menyenangkan menjadi Bangsa Indonesia.
Kembali ke masalah, pantaskah kita melalaikan hak pilih kita? Seorang teman malah berkata,"Padahal itu hak lo! kalau hak saja sudah dilalaikan, bagaimana dengan kewajiban?!" Atau kita berpikir, toh hanya suara satu orang! Kalau kita sudah berpikir sendiri-sendiri melupakan kebersamaan pantas saja kalau jiwa bangsa ini terdegradasi parah.
Jadi bagaimana dong?!
Terus terang saya tidak mengerti kenapa kita harus beranggapan pilihannya harus coblos atau golput. Ini demokrasi dibumbui doktrinasi namanya!
Kenapa sih harus tetap memilih 1 dari 5 dan memilih kejelekan pada manapun yang kita pilih?
Atau tidak memilih, memalingkan muka, dan tidak peduli bahwa ini sebenarnya adalah demi kebaikan kita bersama?
Kenapa kita tidak bisa secara berani dan bertanggung jawab mengacungkan tangan dan mengatakan:"Saya minta pilihan yang lebih baik dari lima pilihan ini, karena menurut saya pilihan ini tidak ada yang baik!"
Thinking out of the box.
Pasti pilihan ini akan menimbulkan banyak pertanyaan. Tapi jawabannya sebenarnya berpulang kepada diri kita sendiri untuk menjawabnya. Karena kasus ke-3 mungkin saja terjadi, lalu banyak dari kita yang peduli jadi pusing dan memiliki masalah. Kalau sebagian dari kita bermasalah, mestinya itu menjadi masalah kita bersama untuk memikirkan penyelesaiannya. Iya kan?!
Sekarang kembali ke masalah dan akal sehat. Lepaskan prasangka yang biasa kita buat, dan hal berikutnya yang saya pikirkan adalah:
- Apakah hal ini melanggar aturan ataupun hukum yang berlaku? Setahu saya tidak, bahkan kalau kita golput pun sah-sah saja.
- Bisakah kita meminta proses pemilihan diulang atau ditunda dulu untuk menambah calon? Sepertinya pemilihan tidak bisa diulang karena alasan, misalnya, track record calon tidak ada yang baik. Selama jumlah calon cukup dan proses serta kandidat memenuhi ketentuan maka pemilihan sah adanya.
- Jadi pada akhirnya kita berhadapan dengan sistem. Bisakah sistem diubah? Tentu saja bisa! Bahkan setiap hari kita melakukannya, apakah untuk pribadi, keluarga, ataupun bernegara. Bagaimana merubah sistem? Setahu saya perubahan sistem dimulai dengan tindakan, bukan pembiaran. Dalam kasus ini tindakan terbanyak yang dilakukan adalah dengan pernyataan sikap. Ingat lagi apa yang dilakukan Gandhi, dua kali gerakan besar mahasiswa di Indonesia, yang terjadi di Mesir, dan banyak lagi. Semuanya menyatakan sikap terhadap suatu kondisi yang dirasa kurang baik, lalu beraksi dan menyuarakan keinginan mereka untuk perubahan yang lebih baik. Apakah setelah berubah pasti akan lebih baik? Soal itu kita sering lupa bahwa perubahan dan semua hal lain adalah proses berkelanjutan; saat tujuan tercapai kita sering lalai menjaga proses tersebut dan dimabuk kemenangan, berhenti dan lalu mati. Tapi itu pertanyaan yang terlalu jauh....
Kita tahu bahwa golput diperkirakan akan menjadi 40% atau bahkan 60%. Apakah itu akan merubah sistem? Setahu saya pemilu dan pilkada tidak menggunakan kuorum untuk jumlah pemilih, sehingga 70% golput pun tidak masalah. Namun, bahkan jika jumlah golput tersebut bisa membatalkan pemilihan, aspirasi golputer tersebut tetap tidak akan tersampaikan. Karena selama ini golput berarti abstain, diam, skeptis, dan bahkan bisa dicap tidak peduli. Namun bagaimana jika menurut anda kasus ke-3 terjadi? Semua calon anda pikir tidak akan membawa kebaikan, malah anda kuatirkan akan membawa keburukan. Saya pribadi lebih terpikirkan untuk menyatakan sikap.
Apakah itu berarti:
- Turun ke jalan menyatakan sikap
- Menggunakan media dan jejaring untuk menyatakan sikap
- Atau bahkan dengan cara terkonyol yang bisa saya pikirkan: Datang ke TPS, lalu saat namamu dipanggil katakan,"Saya golput!". GOLPUT sebagai sikap, bukan GOLPUT karena abstain, dan tidak peduli.
- Dan silahkan tambah daftar ini sepanjang yg anda bisa pikirkan.
Pernah ada yang berpikir demikian??
Empat puluh persen golput tidak berarti apa-apa, karena diartikan mereka hanya sekumpulan orang yang abstain, kumpulan orang yang tidak peduli. Tapi 40% pemilih menyatakan sikap seperti pilihan diatas.. Akan seperti massive walk out, ajakan untuk rembug bangsa demi memperbaiki kepentingan bersama.. Masihkah akan dipandang sebelah mata?
Reformasi 1998 dua juta mahasiswa turun ke jalan dan sebuah orde pun runtuh, bandingkan dengan setengahnya saja dari golputer serempak menyatakan sikap?! Setengah dari 40% pemilih berarti lebih dari 30 juta orang menyatakan sikap. Masihkah akan diabaikan?
Ada banyak cara yang dapat dipikirkan dengan baik jika bangsa ini berpikir bersama dalam jiwa kebangsaan. Tinggal menggugahnya saja, dan ini semakin penting karena semakin mendesaknya keadaan yang kita hadapi sekarang. Kesalahan kebijakan dan implementasinya; korupsi lebih dari 30% (yang membuat defisit APBN 3-4% terlihat kecil); dan inefisiensi disegala bidang telah dan akan terus mendorong negara ini pada kegagalan.
Terakhir perlu saya ulangi bahwa saya tidak mengajak anda untuk golput. Jika ada calon yang anda pikir baik seharusnya anda bergegas ke TPS, datang dan coblos. Dalam hal anda pikir tidak ada calon yang dapat membawa pada kebaikan, nyatakan sikap, jangan hanya diam apalagi tidak peduli. Krisis kebangsaan kita sudah mendorong negara ini pada kegagalan.
Wujudkan kepedulian anda dengan segala cara yang baik karena negara ini milik kita bersama, bahkan juga para koruptor (karena jika negara ini gagal, apalagi yang mau dikorupsi?).
Tetap Jaya Indonesia!
sumber