SITUS BERITA TERBARU

Mendorong RSUD Kupang Menjadi RSUP

Wednesday, August 7, 2013
Sumber : http://www.victorynews-media.com/opi...enjadi-rsup-1/

SEBAGAI warga NTT kita bangga memiliki satu-satunya rumah sakit rujukan terlengkap yakni RSUD Prof Dr WZ Johannes Kupang. Ruah sakit milik Pemerintah Provinsi NTT ini diharapkan bisa memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat. Hal tersebut diharapkan dapat terwujud pasca RSUD Kupang menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sejak 1 Januari 2011. Dengan BLUD, rumah sakit memiliki otonomi dalam melaksanakan prinsip-prinsip manajemen korporasi yang efektif dan akuntabel serta menangkap potensi pasar. Dengan demikian manajemen dapat mengembangkan rumah sakit untuk meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan. Selain itu, dengan BLUD diharapkan dapat menghilangkan image negatif masyarakat tentang RSUD, di mana selama ini RSUD sering diidentikkan dengan pelayanan buruk, terutama kepada masyarakat tidak mampu (pengguna Jamkesda/Jamkesmas).

Meski RSUD Kupang telah menjadi BLUD, kondisi-kondisi memprihatinkan seperti saat belum menjadi BLUD terus saja terjadi. Kita sering disuguhkan berita-berita memilukan seperti pelayanan rumah sakit yang kurang memuaskan, ketiadaan obat-obatan, serta mogok kerja paramedis karena hak mereka tidak terpenuhi. Hal ini merupakan ancaman serius bagi upaya pelayanan kemanusiaan di rumah sakit tersebut, karena sejumlah kebutuhan penting untuk pasien tidak bisa dibelanjakan.

Kondisi ini telah disampaikan manajemen rumah sakit ini kepada Pemprov dan DPRD NTT untuk dicari jalan keluar yang tepat. Salah satu alternatif yang ditawarkan sejumlah pihak adalah agar Gubernur NTT dapat membentuk tim untuk mengkaji kemungkinan BLUD RSUD Kupang dijadikan RSU vertikal di bawah Kementerian Kesehatan. Dengan menjadi RSU vertikal, ada sejumlah hal positif yang dapat membantu pelayanan rumah sakit, antara lain biaya operasional disubsidi APBN, perbaikan pelayanan dan transfer SDM (dokter dan tenaga teknis lain) dari pusat. Dengan demikian APBD NTT yang selama ini dialokasikan untuk RSUD Kupang dapat dialihkan ke RSUD kabupaten/kota se-NTT. Akan tetapi tawaran tersebut belum mendapat tanggapan dari Gubernur NTT selaku pemilik RSUD Kupang. Padahal, hampir semua RSUD di provinsi lain, bahkan provinsi yang kaya, sudah menjadi RSUP yang dibiayai APBN. Beberapa RSUD yang sudah menjadi rumah sakit vertikal adalah RSUP H Adam Malik (Medan), RSUP Dr M Djamil (Padang), RSUP Dr M Hoesin (Palembang), RSUP Dr Cipto Mangunkusumo, RSUP Fatmawati, RSUP Persahabatan, RS Anak dan Bunda Harapan Kita, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, RS Kanker Dharmais (Jakarta), RSUP Dr Hasan Sadikin (Bandung), RSUP Dr Sardjito (Yogyakarta), RSUP Dr Kariadi (Semarang), RSUP Sanglah (Denpasar), RSUP Dr Wahidin Sudiro Husodo (Makassar) dan RSUP Dr R Kandow (Manado). Adalah suatu ketidakadilan apabila rumah sakit pada daerah yang PAD-nya jauh lebih besar dari NTT dapat dijadikan RSUP, sedangkan NTT tidak dianjurkan untuk menjadi RSUP.

Untuk itu diperlukan komitmen bersama Gubernur dan DPRD NTT guna mengkaji kemungkinan menjadikan RSUD Kupang menjadi rumah sakit vertikal (RSUP), semata-mata agar dapat meningkatkan kinerja rumah sakit demi memungkinkan masyarakat mendapatkan pelayanan yang bermutu dari tenaga-tenaga yang profesional.

Kondisi saat ini

RSUD Kupang yang sudah menjadi BLUD adalah rumah sakit Tipe B non pendidikan milik Pemprov NTT (SK Menkes N0 94/Menkes/SK/95). Terletak di Kota Kupang dengan luas lahan 51.670.m2 dan luas bangunan 42.418 m2. Sebagai satu-satunya rumah sakit rujukan untuk melayani penduduk NTT 4.679.000 jiwa. Data RSUD tahun 2012, sebagian besar pasien yang berobat ke rumah sakit ini adalah pasien Askes, Jamsostek, Jamkesmas dan Jamkesda. Data tahun 2012, pasien rawat inap yang menggunakan asuransi sebanyak 15.361 pasien (91 persen), pasien umum 1.508 orang (9 persen). Pasien rawat jalan yang menggunakan asuransi sebanyak 78 persen dan pasien umum 21 persen. Jumlah dokter spesialis masih jauh dari ideal/standar rumah sakit Tipe B, di mana RSUD Kupang baru memiliki 52 dokter spesialis dari standar yang ditetapkan Departemen Kesehatan sebanyak 100 dokter spesialis. Itu pun masih berkurang 3 dokter yang saat ini sedang studi sub spesialisasi sehingga yang aktif kerja hanya 49 dokter. Ini berarti masih kekurangan 48 dokter spesialis.

Subsidi APBD NTT untuk rumah sakit ini sejak 2007-2013 terus mengalami penurunan. Pada 2007, subsidi APBD NTT mencapai Rp 57.404.442.581 (70 persen), 2008 Rp 26.954.702.675 (52 persen), dan terus menurun pada 2010 sebesar Rp 32.349.201.647 (45 persen). Sejak menjadi BLUD pada 2011 subsidi APBD NTT tinggal Rp 13.487.789.200 (23 persen). Tahun 2012 meningkat menjadi Rp 26.924.621.400, dan 2013 menurun menjadi Rp 11.011.957.000.

Besaran subsidi APBD NTT yang terus menurun tiap tahun ini menjadi pemicu ketiadaan biaya operasional rumah sakit, hingga muncul ekses lanjutan berupa ketiadaan obat-obatan tertentu. Menurunnya subsidi APBD NTT terhadap BLUD RSUD Kupang ini dinilai sebagai suatu persepsi yang keliru bahwa seolah-olah jika menjadi BLUD, maka subsidi APBD NTT harus terus dikurangi setiap tahun. Padahal, perlu diketahui bersama bahwa pengelolaan BLUD RSUD Kupang adalah not for profit, dan bukan swadana. Karena itu subsidi APBD NTT mestinya sesuai kebutuhan riil rumah sakit. Yang menjadi problem, setiap awal tahun anggaran belum ada dana segar yang tersedia bagi rumah sakit, sementara pelayanan harus diberikan mulai 1 Januari setiap tahun. Padahal sekitar 90 persen pengguna rumah sakit adalah pasien pengguna jasa asuransi yang pembayaran klaimnya membutuhkan proses yang tidak cepat. Penyediaan dana operasional rumah sakit sangat tergantung dari ketepatan waktu pembayaran pihak penjamin. Sudah menjadi kebiasaan, para penjamin terkadang baru mulai membayar klaim pada akhir tahun. Pertanyaannya, bagaimana dengan biaya operasional rumah sakit selama belum ada pembayaran dari penjamin? Inilah yang menjadi penyebab utang BLUD RSUD Kupang pada November 2011 lalu mencapai Rp 24 miliar
SECARA umum masalah-masalah yang dialami RSUD Prof Dr WZJohannes Kupang yang sudah berstatus BLUD, saat ini adalah sarana prasarana (peralatan, barang habis pakai, gedung), keuangan, kuantitas, dan kualitas SDM yang masih kurang, belum ada otonomi pengangkatan SDM, di mana distribusinya dilakukan dengan sistem droping, dan bukan berdasarkan kebutuhan. Dengan demikian, di bagian tertentu ada SDM yang kelebihan jumlahnya, dan ada yang tidak ada sama sekali. Tarif RSUD Kupang pun belum riil cost sementara tarif tidak bisa dinaikkan lagi karena kemampuan bayar masyarakat sangat terbatas.

Subsidi APBD NTT kepada BLUD RSUD Kupang juga masih berdasarkan sistem pagu anggaran, dan bukan berdasarkan kebutuhan riil rumah sakit. BLUD RSUD Kupang diberikan pagu dana tertentu dan pemanfaatannya diatur sendiri tanpa melihat kebutuhan riil rumah sakit. Kondisi ini menjadi salah satu sebab BLUD RSUD Kupang tidak bisa melayani masyarakat secara maksimal sesuai harapan.

Masalah di rumah sakit ini akan terus bertambah karena BLUD RSUD Kupang menjadi rumah sakit pendidikan. Hal ini akan menyulitkan para mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang yang akan melaksanakan praktik pada BLUD RSUD Kupang. Saat ini BLUD RSUD Kupang kekurangan 48 dokter spesialis. Bagaimana mungkin para dokter yang jumlahnya kurang tersebut harus melakukan bimbingan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Undana yang akan melakukan praktik lapangan di BLUD RSUD Kupang?

Mengapa Jadi RSUP?

Mengacu pada paparan kondisi riil BLUD RSUD Kupang tersebut di atas, para pengamat rumah sakit, para dokter, aktivis LSM dan media massa menyampaikan alasan-alasan mengapa perlu menjadi rumah sakit vertikal.

Pertama, BLUD RSUD Kupang akan disubsidi APBN dan pengelolaan selanjutnya akan diserahkan kepada Kementerian Kesehatan RI. Dengan demikian seluruh urusan pelayanan di rumah sakit ini akan menggunakan standar Kementerian Kesehatan RI. Jika menggunakan standar Kemenkes, maka kualitas pelayanan akan semakin baik dan sangat membantu masyarakat NTT yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Kedua, SDM berupa dokter spesialis dan tenaga teknis lainnya akan disiapkan oleh Kemenkes yang tentu saja akan mengacu pada standar SDM Rumah Sakit tipe B non pendidikan. Ketiga, penyediaan peralatan medis, dan non medis akan lebih lengkap karena akan disesuaikan dengan standar Kemenkes RI. (RS Rujukan dan RS Pendidikan).

Keempat, mempercepat BLUD RSUD Kupang menjadi rumah sakit pendidikan yang tentu saja membantu Fakultas Kedokteran Undana mencetak sarjana kedokteran yang berkualitas dan profesional. Kelima, dana APBD NTT yang selama ini disubsidi ke BLUD RSUD Kupang selanjutnya dapat didistribusikan ke rumah sakit lain di kabupaten/kota di NTT yang lebih membutuhkan.

Keenam, keadilan. Hampir seluruh provinsi yang relatif lebih kaya dari Provinsi NTT menjadikan RSUD-nya menjadi rumah sakit pusat/vertikal hanya semata-mata agar dibiaya APBN seperti RSUP H Adam Malik (Medan), RSUP Dr M Djamil (Padang), RSUP Dr M Hoesin (Palembang), RSUP Dr Cipto Mangunkusumo, RSUP Fatmawati, RSUP Persahabatan, RS Anak dan Bunda Harapan Kita, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, RS Kanker Dharmais (Jakarta), RSUP Dr Hasan Sadikin (Bandung), RSUP Dr Sardjito (Yogyakarta), RSUP Dr Kariadi (Semarang), RSUP Sanglah (Denpasar), RSUP Dr Wahidin Sudiro Husodo (Makassar) dan RSUP Dr R Kandow (Manado). Karena itu adalah suatu ketidakadilan apabila Provinsi NTT yang sebagian besar APBD-nya disubsidi Pemerintah Pusat tidak dianjurkan untuk menjadikan BLUD RSUD Kupang menjadi rumah sakit umum pusat/vertikal.

Ketujuh, mempercepat pelaksanaan pembangunan gedung BLUD RSUD Kupang sesuai master plan yang telah dibuat Universitas Gadjah Mada. Sesuai master plan tersebut, bangunan BLUD RSUD Kupang akan selesai pada 2015. Dengan kondisi saat ini, pembangunan gedung BLUD Kupang sesuai master plan akan sulit terwujud.

Masukan

Untuk itu kami menyampaikan saran-saran sebagai berikut: pertama, dengan pertimbangan pelayanan kesehatan yang lebih maksimal kepada para pasien dan masyarakat NTT, kiranya Gubernur NTT dapat mempertimbangkan untuk mengkaji kemungkinan menjadikan BLUD RSUD Kupang menjadi RSUP (instansi vertikal) dengan membentuk tim pengkaji yang beranggotakan lintas instansi guna menghasilkan kajian yang menjadi masukan bagi Gubernur NTT untuk pengambilan keputusan lebih lanjut. Kedua, sesuai dengan kondisi riil BLUD RSUD Kupang saat ini sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, pertimbangan menjadikan BLUD RSUD Kupang menjadi RSUP semata-mata demi perbaikan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan distribusi anggaran bagi rumah sakit lain di kabupaten/kota yang benar-benar membutuhkan.

Ketiga, sebagai pusat rujukan yang memberikan pelayanan medik spesialistik dan super spesialistik sekaligus berperan sebagai teaching hospital bagi institusi pendidikan tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dan lain-lain), BLUD RSUD Kupang membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Oleh karena itu bilamana BLUD RSUD Kupang dikelola langsung oleh dan mendapat kepastian tenaga dan subsidi dari Kementerian Kesehatan RI, maka BLUD RSUD Kupang dapat beroperasi maksimal dan menjadi kebanggaan masyarakat NTT. Dengan demikian penyerahan kembali semua urusan ketenagaan, pembiayaan, dan pengelolaan BLUD RSUD Kupang kepada Kementerian Kesehatan RI adalah solusi yang sekiranya mendapat perhatian Gubernur NTT.

Keempat, usulan agar BLUD RSUD Kupang menjadi rumah sakit vertikal sebaiknya diajukan kepada Menteri Kesehatan RI saat ini, dr Nafsiah Mboi mengingat Menteri Kesehatan RI saat ini adalah orang NTT, yang sudah tentu mengetahui dan memahami kondisi serta kebutuhan masyarakat NTT.

Darius Beda Daton
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive