Berdasarkan data yang ada di Kementerian Luar Negeri (Kemlu), jumlah Buruh Migran Indonesia adalah sebesar 559.235 orang. Dari jumlah yang banyak tersebut, terdapat banyak temuan kasus yang membelit BMI. Jenis kasus yang muncul adalah:
Murni gaji yang tidak dibayar (26,82%)
Pekerjaan yang tak sesuai Perjanjian Kerja dan gaji tidak dibayar (22,15)
Penganiayaan tidak, gaji tidak dibayar (9,55%)
BMI tidak mampu/ siap bekerja, gaji tidak dibayar (11,41%)
Pelecehan seksual, pemerkosaan (10,44%)
Sakit [sakit bawaan, stres] (7,06%)
Lain-lain (12,57%).
Tahun 2010 saja terdapat 5.600 kasus ketenagakerjaan yang dialami oleh BMI di Arab Saudi. Kasus tersebut di luar kasus WNI/ BMI overstayers yang berjumlah 20.000-24.000 kasus setiap tahunnya. Jumlah ini meningkat tajam di akhir tahun 2013 lalu, ketika heboh kasus overstay di Arab Saudi di mana Pemerintah Arab Saudi menangkap para pendatang tanpa dokumen resmi.
Arab Saudi sendiri masih memberlakukan hukuman mati bagi tindak pidana berat seperti pembunuhan, perzinahan dan sihir. Lebih parahnya lagi, Pemerintah Arab tidak mnyediakan pengacara secara pro bono (gratis) bagi warga negara Arab Saudi maupun warga negara asing yang tersangkut kasus di Arab Saudi. Selama ini, bantuan hukum untuk WNI/ BMI bermasalah dilakukan oleh KBRI/ KJRI dan pengacara yang disewa oleh perwakilan RI tersebut. Praktek notifikasi kekonsuleran dari Pemerintah Arab juga belum dilaksanakan dengan baik, mengingat banyaknya kasus-kasus hukum yang menimpa WNI/ BMI.
Hal lain yang cukup mendiskriminasikan BMI sektor informal adalah tidak adanya asuransi yang diberikan pada mereka. Ketika terjadi kasus, biasanya BMI sektor informal dikenai yurispudensi mengenai besarnya uang diyaat (uang darah) dan shijaaj (luka di kepala), di mana ketentuan tersebut berlaku kepada setiap tenaga kerja asing yang terluka organ tubuhnya atau kehilangan panca inderanya akibat tindak pidana dan penyiksaan yang dilakukan oleh majikan, berhak memperoleh penggantian diyaat. Namun demikian, sebagian besar penegak hukum di Arab Saudi akan lebih percaya pada keterangan dari warga negara setempat, dibanding dengan pekerja asing.
Kemlu sendiri mengakui adanya kendala-kendala dalam penanganan kasus BMI di Arab Saudi. Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah terbatasnya SDM (perwakilan RI); peraturan setempat yang mempersulit akses Perwakilan asing dalam penanganan kasus; permasalahan BMI dikategorikan sebagai permasalahan domestik, sehingga pemerintah tak bisa menanganinya secara langsung; kondisi geografis dengan hamparan padang pasir yang luas, sehingga susah melakukan kontrol dan pengawasan; dan keberadaan tanah suci yang kemudian memunculkan jemaat overstay yang bekerja secara ilegal.
Sumber: www.buruhmigran.or.id
Link: http://adf.ly/rZZVH