SITUS BERITA TERBARU

[Orde Baru Detected] JK Mau Pertahankan Yang Kuning, Jokowi dan Megawati Menolak

Thursday, October 23, 2014

Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi 'peringatan' KPK terkait hasil penelusuran rekam jejak para calon menteri. JK menegaskan, rekomendasi KPK akan jadi masukan bagi penentuan final para pembantu di kabinet.

Secara singkat JK menanggapi tanda kuning yang diberikan KPK bagi nama calon menteri yang dianggap tidak begitu terang. "Khusus kuning (itu) karena ada aduan masyarakat," ujarnya di Kantor Istana Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2014).

Menurut JK, aduan mengenai nama menteri tidak bisa dijadikan dasar untuk langsung mencoret nama dipilih setelah proses seleksi. "Kita tetap harus praduga tidak bersalah," sambungnya.

Namun untuk label warna merah bagi calon menteri yang diberikan KPK, JK memastikan dirinya bersama Jokowi akan mempertimbangkan ulang calon yang bersangkutan untuk posisi menteri.

"Kalau merah baru itu. Kalau karena aduan lalu seorang kita rusak namanya, itu bahaya," tegas dia.

Wakil Ketua KPK Zulkarnain sebelumnya menyebut KPK menelusuri rekam jejak para calon menteri dari data Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHLPN) dan Gratifikasi. Ada juga data-data dari sumber lain.

Nama-nama calon menteri yang ditelusuri sudah dikantongi Presiden Jokowi pada Minggu (19/10). KPK melakukan penelusuran dengan waktu terbatas, hanya 2 hari setelah diserahkan Tim Transisi.

http://news.detik.com/read/2014/10/2...nteri-berisiko

+++++++++++++++++

Ketua KPK : Posisi Kuninng & Merah Sama, Tidak Boleh Jadi Mentri !!

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad datang ke Istana Kepresidenan, Rabu (22/10/2014) siang. Kedatangannya untuk menjelaskan label warna merah dan kuning yang disematkan KPK pada nama-nama calon menteri yang diajukan Presiden Joko Widodo kepada KPK.

Abraham menyebutkan, warna tersebut digunakan pimpinan KPK untuk menandai nama-nama yang berisiko terkait kasus dugaan korupsi. "Ya, kan cuma ditanya, apa bedanya kuning dan merah. Itu saja," ujar Samad di Gedung KPK, Jakarta.

Samad mengatakan, dalam pertemuan tersebut ia juga menyampaikan bahwa label merah maupun kuning memiliki kesamaan makna. Kepada Jokowi, Abraham menyarankan agar nama-nama yang diwarnai tersebut sama-sama tidak boleh dijadikan menteri.

"Pokoknya kita jelaskan antara posisi kuning dan merah itu sama. Tidak boleh jadi menteri," ujar Samad.

Pada Minggu (19/10/2014) pukul 20.30-21.15 WIB, Jokowi menemui pimpinan KPK di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Pertemuan itu terkait dengan penelusuran rekam jejak 43 nama calon menteri. Saat berada di KPK, Jokowi ditemui oleh Ketua KPK Abraham Samad dan tiga wakil ketua komisi itu, yaitu Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain.
Setelah itu, KPK memberi warna kuning hingga merah terhadap nama-nama calon menteri yang diajukan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Warna-warna itu menandai adanya potensi keterkaitan nama tersebut dengan kasus dugaan korupsi. Hasil penelusuran KPK terhadap nama-nama calon menteri tersebut telah diserahkan kepada Jokowi.

"Yang berisiko tinggi kami anggap merah. Yang kami anggap kurang, kami beri warna kuning," kata Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, Senin (20/10/2014)

http://nasional.kompas.com/read/2014...nteri.Jokow i

***************

Golkar : JK Dipecat GUSDUR Karena KORUPSI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar menyayangkan tindakan Jusuf Kalla (JK) dalam debat capres beberapa hari lalu itu. Ketika itu, JK membuka perdebatan ke arah penyerangan pribadi Prabowo Subianto.

Menurut dia, tindakan itu tidak produktif bagi pembangunan Indonesia ke depan. Karena seharusnya debat lebih mengedepankan visi, misi, konsep, dan program konkret untuk rakyat Indonesia.

Ia mengemukakan, jika bicara mengenai pemecatan, maka sebaiknya tidak lupa mengenaik rekam jejak JK saat menjadi menteri pada era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ketika itu, JK pernah dipecat dari jabatannya sebagai menteri perdagangan.

"Jadi jangan lupa, harus diingat bahwa JK dipecat Gus Dur karena korupsi", jelas Wasekjen DPP Partai Golkar yang juga mantan Ketua Umum DPP KNPI, Ahmad Doli Kurnia dalam keterangannya, Kamis (12/6).

Doli mengingatkan, JK dipecat bukan saja karena korupsi, tapi juga kolusi dan nepotisme.

"Alasan KKN itu diutarakan Gus Dur dalam Rapat Konsultasi Tertutup antara pemerintah dan DPR di gedung DPR, Jakarta, Kamis 27 April 2000. Saat itu Gus Dur memilih sampaikan alasan pemecatan JK secara tertutup ke DPR karena tidak ingin mempermalukan JK.

Nepotisme JK saat itu lahirkan istilah yang populer disebut 'SDM', Semua Dari Makassar,"
bebernya.

Menurut Doli, selain soal KKN Gus Dur juga memecat JK karena indisiplin. Yaitu karena pergi ke luar negeri tanpa izin Gus Dur.

"Gus Dur berang, JK sebagai pembantu presiden pergi keluar negeri tanpa izin. Namun saat ingin dipecat Gus Dur, JK selamat karena menyodorkan kertas kosong yang diklaim sebagai izin. Gus Dur yang mengalami gangguan penglihatan percaya. Belakangan baru diketahui itu bohong. Jadi JK ini sudah punya bakat pembohong," tuding Sekjen PB HMI era 1999-2001 tersebut.

Menurut dia, rakyat perlu diingatkan lagi mengenai masalah itu. Sehingga, tidak memilih pemimpin seperti membeli kucing dalam karung.

"Silakan rakyat yang menilai sendiri, itulah fakta yang harus diingat. Sebagai cawapres, JK ini pun tidak bersih-bersih amat. Sayang saat JK dipecat Gus Dur KPK belum ada," papar Juru Debat Timkamnas Prabowo-Hatta itu.

http://www.republika.co.id/berita/pe...karena-korupsi

&&&&&&&&&&&

Pengamat : Jokowi & Tim Transisi Cerdas Pinjam Tangan KPK

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai memiliki strategi khusus di balik permintaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekam jejak para calon menteri.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai, Jokowi sengaja menggunakan dua lembaga tersebut untuk menyingkirkan calon menteri yang sejak awal sudah diketahui bermasalah. Dengan begitu, Jokowi tak harus mengotori tangannya sendiri saat mencoret nama menteri.

"Jadi, kan yang nyoret bukan kemauan Jokowi toh," kata Hendri kepada Kompas.com, Kamis (23/10/2014) pagi.

Hendri menilai, strategi yang digunakan Jokowi itu sangat cerdas. Hal tersebut, lanjut dia, sekaligus membuktikan bahwa Jokowi tak mau tersandera kepentingan partai-partai politik pendukungnya.

"Jokowi orang yang cerdas dan tidak mudah menjadi presiden sekaligus petugas partai. Oleh karena itu, dia perlu alat bantu untuk seleksi menteri sehingga bila calon menteri dari partai ada yang bermasalah, bukan dia yang katakan bersalah," ujar Hendri.

"Goal akhirnya, ujung-ujungnya KPK dan PPATK merekomendasikan calon menteri yang bersih," tambahnya.

Jokowi mengaku ada delapan nama yang tak boleh dipilih sebagai menteri berdasarkan rekomendasi KPK dan PPATK. Namun, Jokowi tak mau mengungkap siapa saja mereka. Presiden secara khusus meminta media untuk tidak menebak-nebak kedelapan calon menteri yang tidak bisa diangkat itu.

Hingga saat ini, Jokowi masih memanggil sejumlah tokoh ke Istana. Belum diketahui kapan susunan kabinet akan diumumkan.

http://news.metrotvnews.com/read/201...eri-bermasalah

*******

Suharto, Golkar, Jusuf Kalla
adalah satu dan senyawa


Banyaknya tulisan atau pemberitaan dalam pers Indonesia tentang harta haram Tommy Suharto dan tersangkutnya menteri-menteri Yusril Ihzal Mahendra dan Hamid Awaludin di dalamnya menunjukkan betapa besar perhatian opini publik terhadap kasus yang menyebar bau sangat busuk ini. Bukan itu saja! Pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menegaskan bahwa uang sebanyak US$ 10 juta yang sudah dicairkan dari BNP London bukan dari hasil korupsi Tommy Suharto menjadikan kasus ini makin lebih meluas lagi bau busuknya.

Dari banyaknya E-mail dalam Internet yang mencerminkan berbagai reaksi atau perasaan mengenai persoalan ini juga membuktikan bahwa cukup banyak orang dari berbagai kalangan yang marah (atau muak atau jengkel) terhadap kelakuan sebagian dari pejabat tinggi pemerintahan, yang terbukti melakukan berbagai persekongkolan sekitar kasus Tommy Suharto atau kasus keluarga Cendana lainnya.

Marahnya atau rasa brontaknya banyak orang mengenai berbagai cerita tentang uang haramnya Tommy Suharto adalah hal wajar yang baik sekali. Sebab, uang haram Tommy Suharto bukan hanya yang US$ 10 juta (sekitar Rp 90 miliar) yang dapat "lolos" berkat pertolongan Departemen Hukum saja, melainkan juga uang yang disimpan di BNP Paribas Guernsey (Inggris) sebesar 36 juta euro atau sekitar Rp 400 miliar. Dan uang sebanyak Rp 90 miliar dan Rp 400 miliar itu adalah masih sebagian saja dari seluruh harta haram Tommy Suharto.

Fikiran yang tidak waras.....
Karena itu, marah terhadap kasus uang haram Tommy Suharto adalah sikap yang tepat sekali. Dan muak terhadap perangai "menteri sekretaris negara" Yusril adalah baik. Juga, jengkel terhadap tindakan "menteri hukum dan Ham" Hamid Awaludin adalah wajar. Sebaliknya, tidak marah terhadap kasus uang haram Tommy Suharto adalah sikap yang salah sama sekali. Juga, adalah nalar yang tidak sehat, kalau menganggap tindakan menteri Yusril dan menteri Hamid Awaludin mengenai kasus Tommy Suharto sebagai soal yang "remeh-temeh" saja. Dan apalagi, adalah fikiran yang tidak waras, kalau ikut-ikut menyetujui atau meng-amini saja ucapan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa harta Tommy Suharto bukan hasil korupsi !!! (tanda seru tiga kali)

Sebab, persoalan sikap menteri Yusril dan menteri Hamid terhadap kasus Tommy Suharto bukanlah sekadar hanya soal penyalahgunaan kekuasaan atau kesalahan kebijaksanaan administrasi saja, melainkan soal yang berkaitan dengan masalah yang lebih besar dan yang lebih jauh jangkauannya. Kalau kita simak "Kumpulan berita tentang harta haram Tommy Suharto" dalam website http://perso.club-internet.fr/kontak., maka kita semua bisa geleng-geleng kepala, karena membaca tentang begitu busuknya "permainan kalangan atas" sekitar korupsi di lingkungan keluarga Cendana khususnya, dan di kalangan tokoh-tokoh pendukung Orde Baru pada umumnya.

Dalam "Kumpulan berita tentang harta haram Tommy Suharto" ini kita dapat membaca betapa "lucu"-nya atau "aneh"-nya segala macam ucapan atau dalih menteri Yusril dan menteri Hamid tentang keterlibatan Kementerian Hukum dalam mencairkan uang haram sebesar US$10 juta (Rp 90 miliar) dengan menyalahgunakan fasilitas kementerian. Ucapan Wakil Presiden Jusuf Kalla (jangan lupa : ia adalah juga Ketua Umum Partai Golkar !) yang memberikan kesan bahwa ia terang-terangan membela kepentingan Tommy Suharto juga membuka kedoknya sehingga kita semua bisa melihat lebih jelas lagi tentang siapakah dan bagaimanakah sebenarnya Wakil Presiden Jusuf Kalla, si pedagang besar yang pro Orde Baru ini.

Pimpinan pemerintahan dewasa ini masih Orba
Terkuaknya sikap menteri Yusril, menteri Hamid, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terhadap kasus uang haram Tommy Suharto menunjukkan – sekali lagi dan lebih jelas lagi -- kepada kita semua bahwa sebagian besar pimpinan pemerintahan RI dewasa ini masih tetap terus dikangkangi oleh "tokoh-tokoh" pendukung Orde Baru (baik yang terselubung maupun yang terang-terangan). Ini tercermin dengan jelas sekali dalam sikap para pejabat penting di bidang eksekutif, legislatif dan judikatif ( dan juga sikap berbagai tokoh dalam masyarakat).

Tertelanjanginya sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla yang kelihatan sekali melindungi kepentingan Tommy Suharto (harap baca : "Anggap Kalla Ngawur" dan "Kalla : Tommy tidak korupsi") merupakan fenomena yang amat serius sekali, mengingat bahwa ia adalah Wakil Presiden RI yang sekaligus juga Ketua Umum Golkar. Sekarang ini, dengan sikap politiknya yang pro-Orde Baru, makin hilanglah harapan banyak orang bahwa perkembangan situasi negara dan bangsa bangsa kita akan bisa menjadi lebih baik di kemudian hari. Bahkan, sebaliknya, dengan tetap bercokolnya banyak orang sejenis Jusuf Kalla -- yang masih terus menganggap Suharto dan keluarganya adalah orang-orang yang baik dan "berjasa" kepada negara dan rakyat -- maka Indonesia akan tetap dirundung oleh banyak borok yang sangat parah, dan akhirnya akan menuju kehancuran atau pembusukan.

Sebab, sebagai seorang pengusaha terkemuka yang sejak lama di zaman Orde Baru sudah "makan garam" dalam business, semestinya ia tahu betul bahwa Tommy memang merupakan "tokoh business' yang dapat cepat menjadi kaya dan besar hanya karena KKN yang didapat dari ayahnya, yang waktu itu menjadi orang nomor satu di Indonesia. Dan, juga, seharusnya ia mengerti bahwa Tommy, seorang bocah remaja yang tadinya tidak punya apa-apa bisa menjadi "pengusaha" yang dalam tempo yang singkat bisa menguasai ratusan perusahaan dengan asset yang sampai triliunan atau ratusan miliar Rupiah, adalah hanya karena adanya cara-cara yang tidak normal, atau hanya karena adanya praktek-praktek yang sangat haram.

Kebobrokan moral adalah inherent dengan Golkar
Sekali lagi, supaya lebih jelas lagi, sikap Jusuf Kalla (dan pejabat-pejabat tinggi lainnya) terhadap kasus Tommy Suharto ini menunjukkan dengan jelas bahwa banyak urusan penting negara dan bangsa Indonesia tidak akan pernah bisa ditangani secara baik, dan reformasi tidak bisa dilaksanakan, dan korupsi -- yang sudah membudaya -- sulit dibrantas sampai akar-akarnya, selama oknum-oknum sejenis mereka ini masih terus memegang kekuasaan di berbagai bidang. Seperti yang sudah ditunjukkan oleh praktek-praktek selama 40 tahun, kebobrokan moral atau dekadensi sikap mental terhadap urusan-urusan besar negara dan rakyat,adalah suatu hal yang inherent (satu dan senyawa) pada jati-diri tokoh-tokoh pimpinan Golkar dan sebagian pimpinan militer yang pro Orde Baru, anti-Sukarno dan anti-kiri atau anti-komunis.

Sesudah Suharto jatuh dari kekuasaannya dalam tahun 1998, dan walaupun kesalahan dan kebobrokan Orde Baru sudah dikutuk oleh gerakan reformasi, tetapi karena masih terus bercokolnya banyak oknum-oknum pendukung politik Suharto di banyak bidang pemerintahan, maka usaha untuk mengadakan perobahan-perobahan radikal menjadi macet sama sekali atau terhambat. Pengalaman sepanjang masa 32 tahun Orde Baru ditambah 9 tahun pasca-Orde Baru menunjukkan kepada kita bahwa tidak banyak yang bisa diharapkan dari orang-orang pendukung rejim militer Suharto dkk. Sekarang tambah jelas lagi, bahwa urusan negara dan bangsa tidak bisa dipercayakan kepada tokoh-tokoh Golkar atau golongan lainnya yang tetap mendukung politik Suharto
Banyaknya kasus korupsi besar-besaran yang akhir-akhir ini mulai dibongkar adalah bukti yang dengan jelas menggambarkan kepada kita semua bahwa kebobrokan moral di kalangan elite, yang sudah berjangkit secara meraja-lela sejak di zaman Orde Baru, masih berlangsung terus sampai sekarang. Kerusakan moral, dekadensi sikap kerakyatan, lunturnya semangat patriotisme, melemahnya semangat gotong-royong, adalah produk kultur dan politik Orde Baru yang sangat destruktif bagi bangsa dan negara kita. Kalau direnungkan dalam-dalam, kerusakan parah yang ditimbulkan rejim militer Orde Baru, bukanlah hanya di bidang dihancurkannya demokrasi dan diinjak-injaknya HAM secara besar-besaran – dan dalam jangka waktu yang sangat lama pula ! – melainkan rusaknya moral dan hati nurani banyak orang, terutama di kalangan elite dan anak-anak mereka.


http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr...%20senyawa.htm

*********

Susah amat sepertinya, harusnya mau merah atau kuning corett aja semuanya, Jokowi harusnya ngak perlu takut termasuk dengan wakilnya itu sendiri..

Mungkinkah episode matahari kembar akan segera dimulai ?

SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive