Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

miris, menteri BUMN dahlan iskan gaji karyawannya di bawah UMK (dipecat massal lagi)

Sunday, October 19, 2014
Jawa Pos Media Televisi (JTV) sebagai pioner televisi lokal yang berkantor di Kompleks Graha Pena, Jl. A. Yani 88, Surabaya, Jawa Timur, dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap UU tenaga kerja.

JTV yang pemilik sahamnya dikuasai Jawa Pos, usut punya usut, telah menggaji karyawannya di bawah di bawah standard Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK).

Bayangkan saja, stasiun televisi ini padahal merupakan anggota jaringan JPMC dan dimiliki oleh Grup Jawa Pos, yang juga memiliki afiliasi surat kabar dan stasiun televisi terbesar di Indonesia seperti SBO TV (Surabaya), Malioboro TV (Yogyakarta), PJTV (Bandung), RCTV (Cirebon), Bogor TV (Bogor), MKTV (Jakarta), PAL TV (Palembang), Padang TV (Padang), Jambi TV (Jambi), Jek TV (Jambi) dan Fajar TV (Makassar). Sedangkan biro JTV di Jawa Timur ada 7 yaitu Malang, Jember, Banyuwangi, Kediri, Madiun, Bojonegoro dan Madura.

Dalam hal ini, Dahlan Iskan (CEO Grup Jawa Pos) menargetkan JTV untuk melahirkan 20 TV lokal setiap tahunnya. Namun pada kenyataannya, JTV hanya menjadi stasiun televisi yang apik di permukaannya saja, tapi di dalamnya bobrok.

Seperti pengakuan sumber di internal JTV kepada SICOM, Sabtu (18/10/2014) menyebutkan, JTV saat ini dalam keadaan sakit parah. "Para pemegang saham Jawa Pos melakukan audit keuangan JTV. Hasilnya pas sekali. Apalagi yang diaudit keuangan sejak tahun 2003. Jelas sekali kalau JTV management keuangannya bobrok. Produksi boros, keuangan bocor, management amburadul," tegas sumber yang menolak dipublikasikan.

Menurut sumber, piutang JTV banyak yang tidak tertagih, pemasukan kurang, biaya produksi tinggi, karyawan banyak, gaji karyawan semakin tinggi.

"Maka efesiensi keuangan dan karyawan kemudian digelontorkan oleh pemegang saham Jawa Pos. Akibatnya memakan korban, yaitu Direktur Keuangan (Djoko Susanto), dipecat oleh pemegang saham Jawa Pos," tutur sumber.

Hal inilah yang kemudian berimbas pada semua karyawan JTV. Pemegang saham (Jawa Pos) terpaksa melakukan efesiensi karyawan. Pihak JTV yang semula akan mem-PHK 150 orang, kini turun menjadi 50 orang.

"Sepak terjang management yang berakrobat demi keuntungan semata, pada akhirnya membuat karyawan dirugikan. Karyawan dipecat tanpa prosedur yang jelas. Ini namanya bodoh di atas, pasrah di bawah!" seru sumber.

Lebih dari 50 karyawan JTV dari berbagai divisi telah tercantum dalam daftar PHK. "Managemen JTV menyebutnya pensiun dini," ucap salah seorang karyawan yang masuk daftar PHK kepada SICOM.

Di antara yang terkena PHK itu, sumber menyebut inisial rekan-rekannya, di antaranya NS, HR, HN, TK, AR, RA, BL, YN, BY, OS, UD, WP, NS, DD, TY, SN, HA, DW, TN, TRM, DDK, AA, SG, BS, dan beberapa biro yang tersebar di Jawa Timur.

Informasi lain yang didapat SICOM, selain 50 orang lebih, diduga antrian menjemput pegawai JTV untuk di PHK akan bergulir lagi sampai bulan desember 2014.

Tak hanya itu, stasiun televisiyang memilikislogan Satus Persen Jatim, JTV Rek! inijuga secara terang-teranganselama inimenabrakPeraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 78 Tahun 2013 tentang Upah Minimum Kabupaten / Kota di Jawa Timur Tahun 2014 di mana ditetapkan sebesar Rp 2.200.000 untuk Surabaya.

Namun anehnya, di antara sekian banyak karyawan JTV baik yang masih aktif maupun yang masuk daftar PHK, mengaku tidak pernah menerima gaji sesuai UMK.

"Gaji saya di bawah UMK, malah tidak sampai Rp 2 juta. Ada juga yang digaji Rp 1,5 juta. Apa itu tidak menabrak peraturan, atau melanggar UU Ketenagakerjaan. Saya bingung kenapa gaji saya tidak sama dengan teman-teman yang baru bekerja. Padahal mereka baru, lulusan sama, gajinya UMK," akunya sumber lain di internal JTV dengan nada kecewa.

Beberapa karyawan lainnya juga banyak yang mengeluh soal gaji. Beberapa karyawan yang telah mengabdi selama 12 tahun mengaku juga dibayar di bawah Rp 2 juta. "Saya sudah tahunan di JTV tapi bayaran tidak UMK," aku sumber tersebut.

Apakah JTV dianggap telah melanggar pidana? Tentu saja jika mengacu pada UU NO 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan dalam Pasal 90 ayat (1), Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Dalam Pasal 185, mengancam pengusaha yang melanggar ketentuan tersebut, dengan ketentuan saksi pidana penjara paling sedikit 1 tahun dan paling lama 4 tahun, atau denda paling sedikit Rp 100 juta, paling banyak Rp 400 juta.

Maka, dalam hal ini, management Jawa Pos sebagai pemegang saham JTV selama 2001 hingga 2014 telah melakukan banyak pelanggaran. Apalagi di sini status Dahlan Iskan sebagai pejabat negara (Menteri BUMN) telah mencoreng mukanya sendiri karena memberi contoh tidak benar terhadap karyawannya sendiri. Sebagai pejabat publik, seharusnya managemen JTV dan Dahlan Iskan tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan karyawan.

Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya, Dwi Purnomo saat dikonfirmasi terkait hal ini belum bisa menanggapi.

sumber

Dikutip dari: http://adf.ly/szfSo
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive