JAKARTA, KOMPAS.com - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) mulai mengurangi beban utang. Pada 23 Oktober 2014, TLKM melalui anak usaha PT Telkomsel, melunasi pinjaman jangka pendek senilai Rp 1 triliun kepada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Hal tersebut terungkap dalam laporan keuangan TLKM per 30 September 2014 yang dirilis Senin (27/10/2014). Fasilitas yang dikenakan bunga JIBOR 3 bulan + 2 persen itu adalah bagian dari utang jangka pendek TLKM yang per 30 September 2014 lalu tercatat Rp 2,63 triliun. Selain BCA, TLKM menanggung utang jangka pendek kepada Bank CIMB Niaga, Bank UOB Indonesia dan Bank Danamon Indonesia.
Di sisi lain, TLKM memiliki utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun ke depan senilai Rp 5,5 triliun. Jumlah tersebut meliputi utang bank senilai Rp 3,58 triliun dan pinjaman penerusan (two-step loans) sejumlah Rp 1,13 triliun. Sementara sisanya adalah utang sewa pembiayaan senilai Rp 588 miliar dan obligasi & wesel bayar Rp 211 miliar. TLKM butuh memangkas sedikit demi sedikit utang demi menekan biaya pendanaan.
Per akhir kuartal III 2014, pos ini tercatat Rp 1,33 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu senilai Rp 1,12 triliun. Biaya pendanaan ini salah satu pos yang menyebabkan laba bersih TLKM terbilang stagnan, yakni Rp 11,47 triliun per 30 September 2014. Ini tak jauh berbeda dengan laba akhir kuartal III 2013 yang tercatat Rp 11,06 triliun.
Perolehan laba yang stagnan itu juga disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan TLKM yang sebesar 7 persen year-on-year (yoy), menjadi Rp 65,84 triliun selama sembilan bulan 2014. Sumber utama kenaikan berasal dari kenaikan pendapatan bisnis data, internet dan jasa teknologi informatika yang sebesar Rp 3,58 triliun atau 15,4 persen . "Pendapatan seluler sebesar Rp 1,37 triliun atau 5,8 persen ," tulis Arief Yahya, Direktur Utama TLKM, dalam penjelasan resminya.
Pertumbuhan pendapatan single digit itu tergerus oleh sejumlah beban TLKM yang ikut naik. Contohnya beban operasi, pemeliharaan dan jasa telekomunikasi yang naik dari Rp 14,11 triliun ke Rp 16,6 triliun. Beban penyusutan dan amortisasi juga naik dari Rp 11,07 triliun menjadi Rp 12,03 triliun. Begitu pula dengan beban karyawan dan beban interkoneksi. Masing-masing naik 3,59 persen menjadi Rp 7,21 triliun dan 1,37 persen menjadi Rp 3,68 triliun. Kenaikan beberapa beban inilah yang kemudian menyebabkan pertumbuhan laba bersih TLKM stagnan.
Reza Priyambada, analis Woori Korindo Securities Indonesia, menilai, sejatinya pertumbuhan pendapatan TLKM sudah di atas rata-rata industri telekomunikasi yang biasanya berkisar 3 persen-4 persen. "Agak sulit mengharapkan pertumbuhan lebih tinggi karena kian ketatnya persaingan bisnis telekomunikasi," kata dia.
Namun TLKM juga dihadapkan pada persoalan yang timbul atas transaksi barter saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). TBIG akan menukar 290 juta saham atau 5,7 persen saham barunya dengan 49 persen saham Mitratel milik TLKM.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berencana memeriksa transaksi tersebut apakah menimbulkan kerugian negara atau tidak. Meskipun demikian Reza menilai, prospek saham TLKM masih bagus lantaran begitu kuatnya posisi Telkomsel. Portofolio TLKM yang beragam juga turut mendongkrak daya tarik saham ini di mata investor. Kemarin, harga saham TLKM ditutup turun 2,26 persen, menjadi Rp 2.805 per saham. (Veri Nurhansyah Tragistina)
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...Triliun.ke.BCA
lunas gan
Link: http://adf.ly/tXBvm
Hal tersebut terungkap dalam laporan keuangan TLKM per 30 September 2014 yang dirilis Senin (27/10/2014). Fasilitas yang dikenakan bunga JIBOR 3 bulan + 2 persen itu adalah bagian dari utang jangka pendek TLKM yang per 30 September 2014 lalu tercatat Rp 2,63 triliun. Selain BCA, TLKM menanggung utang jangka pendek kepada Bank CIMB Niaga, Bank UOB Indonesia dan Bank Danamon Indonesia.
Di sisi lain, TLKM memiliki utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun ke depan senilai Rp 5,5 triliun. Jumlah tersebut meliputi utang bank senilai Rp 3,58 triliun dan pinjaman penerusan (two-step loans) sejumlah Rp 1,13 triliun. Sementara sisanya adalah utang sewa pembiayaan senilai Rp 588 miliar dan obligasi & wesel bayar Rp 211 miliar. TLKM butuh memangkas sedikit demi sedikit utang demi menekan biaya pendanaan.
Per akhir kuartal III 2014, pos ini tercatat Rp 1,33 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu senilai Rp 1,12 triliun. Biaya pendanaan ini salah satu pos yang menyebabkan laba bersih TLKM terbilang stagnan, yakni Rp 11,47 triliun per 30 September 2014. Ini tak jauh berbeda dengan laba akhir kuartal III 2013 yang tercatat Rp 11,06 triliun.
Perolehan laba yang stagnan itu juga disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan TLKM yang sebesar 7 persen year-on-year (yoy), menjadi Rp 65,84 triliun selama sembilan bulan 2014. Sumber utama kenaikan berasal dari kenaikan pendapatan bisnis data, internet dan jasa teknologi informatika yang sebesar Rp 3,58 triliun atau 15,4 persen . "Pendapatan seluler sebesar Rp 1,37 triliun atau 5,8 persen ," tulis Arief Yahya, Direktur Utama TLKM, dalam penjelasan resminya.
Pertumbuhan pendapatan single digit itu tergerus oleh sejumlah beban TLKM yang ikut naik. Contohnya beban operasi, pemeliharaan dan jasa telekomunikasi yang naik dari Rp 14,11 triliun ke Rp 16,6 triliun. Beban penyusutan dan amortisasi juga naik dari Rp 11,07 triliun menjadi Rp 12,03 triliun. Begitu pula dengan beban karyawan dan beban interkoneksi. Masing-masing naik 3,59 persen menjadi Rp 7,21 triliun dan 1,37 persen menjadi Rp 3,68 triliun. Kenaikan beberapa beban inilah yang kemudian menyebabkan pertumbuhan laba bersih TLKM stagnan.
Reza Priyambada, analis Woori Korindo Securities Indonesia, menilai, sejatinya pertumbuhan pendapatan TLKM sudah di atas rata-rata industri telekomunikasi yang biasanya berkisar 3 persen-4 persen. "Agak sulit mengharapkan pertumbuhan lebih tinggi karena kian ketatnya persaingan bisnis telekomunikasi," kata dia.
Namun TLKM juga dihadapkan pada persoalan yang timbul atas transaksi barter saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). TBIG akan menukar 290 juta saham atau 5,7 persen saham barunya dengan 49 persen saham Mitratel milik TLKM.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berencana memeriksa transaksi tersebut apakah menimbulkan kerugian negara atau tidak. Meskipun demikian Reza menilai, prospek saham TLKM masih bagus lantaran begitu kuatnya posisi Telkomsel. Portofolio TLKM yang beragam juga turut mendongkrak daya tarik saham ini di mata investor. Kemarin, harga saham TLKM ditutup turun 2,26 persen, menjadi Rp 2.805 per saham. (Veri Nurhansyah Tragistina)
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...Triliun.ke.BCA
lunas gan
Link: http://adf.ly/tXBvm