JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyatakan persoalan MK tidak terletak pada Patrialis Akbar.
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) itu, saat ini dalam posisi harus mengundurkan diri dari jabatan sebagai Hakim MK, atau melakukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Jangan lagi mempermasalahkan putusan mengenai Patrialis itu. Jangan dituntut dia mengundurkan diri, atau tidak mengajukan banding. Masalahnya bukan itu, kita kan harus menyelamatkan eksistensi MK," kata Jimly di Universitas Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu 28 Desember 2013.
Jimly menjelaskan jumlah hakim konstitusi menurut undang-undang adalah sembilan orang. Dalam bersidang, MK membutuhkan minimal tujuh hakim. Mengingat Akil Mochtar terjerat kasus hukum di KPK, ditambah dua hakim, yaitu Patrialis dan Maria Farida Indrati dibatalkan PTUN, maka yang tersisa hanya enam hakim.
"Kalau putusan pengadilan itu sudah in kracht, maka jumlah hakim enam. Berarti tidak bisa sidang dia, itu yang harus dipertimbangkan. Maka tidak boleh kita biarkan MK tidak sidang karena sama saja mau dibubarin," ujarnya.
Tokoh yang sekarang menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu menawarkan solusi.
Pertama, fokus menyiapkan calon hakim untuk mengganti Akil. Kedua, mempersiapkan pengganti hakim konstitusi, Haryono yang sebentar lagi pensiun. Di sini, menjadi tugas DPR untuk segera menyeleksi hakim baru.
"Seandainya nanti proses hukum yang dilakukan Patrialis dkk tidak berhasil, putusan TUN itu final sampai in kracht, berarti Patrialis dan Maria berhenti. Begitu mereka berhenti bisa masuk dua orang jadi tetap selamat. MK jadi bisa bekerja, ini yang harus diperhitungkan," urainya.
Sebelumnya diberitakan, Majelis hakim PTUN mengabulkan gugatan koalisi LSM terkait Keputusan Presiden (Keppres) tentang pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi.
Putusan dibacakan oleh hakim ketua Teguh Satyaa Bhakti dengan anggota Elizabeth Tobing, dan I Nyoman Harnanta, Senin 23 Desember 2013.
Gugatan tersebut dilakukan oleh tim advokasi Penyelamatan MK sejak Oktober lalu. Tim yang terdiri dari sejumlah lembaga seperti YLBHI, dan ICW itu berpandangan bahwa proses pengangkatan keduanya menyalahi Pasal 19 Undang-Undang MK. SUMBER: http://acehonline.info/detail.php?no_berita=6183
Bubarkan saja, daripada jadi lahan korupsi,,,
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) itu, saat ini dalam posisi harus mengundurkan diri dari jabatan sebagai Hakim MK, atau melakukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Jangan lagi mempermasalahkan putusan mengenai Patrialis itu. Jangan dituntut dia mengundurkan diri, atau tidak mengajukan banding. Masalahnya bukan itu, kita kan harus menyelamatkan eksistensi MK," kata Jimly di Universitas Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu 28 Desember 2013.
Jimly menjelaskan jumlah hakim konstitusi menurut undang-undang adalah sembilan orang. Dalam bersidang, MK membutuhkan minimal tujuh hakim. Mengingat Akil Mochtar terjerat kasus hukum di KPK, ditambah dua hakim, yaitu Patrialis dan Maria Farida Indrati dibatalkan PTUN, maka yang tersisa hanya enam hakim.
"Kalau putusan pengadilan itu sudah in kracht, maka jumlah hakim enam. Berarti tidak bisa sidang dia, itu yang harus dipertimbangkan. Maka tidak boleh kita biarkan MK tidak sidang karena sama saja mau dibubarin," ujarnya.
Tokoh yang sekarang menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu menawarkan solusi.
Pertama, fokus menyiapkan calon hakim untuk mengganti Akil. Kedua, mempersiapkan pengganti hakim konstitusi, Haryono yang sebentar lagi pensiun. Di sini, menjadi tugas DPR untuk segera menyeleksi hakim baru.
"Seandainya nanti proses hukum yang dilakukan Patrialis dkk tidak berhasil, putusan TUN itu final sampai in kracht, berarti Patrialis dan Maria berhenti. Begitu mereka berhenti bisa masuk dua orang jadi tetap selamat. MK jadi bisa bekerja, ini yang harus diperhitungkan," urainya.
Sebelumnya diberitakan, Majelis hakim PTUN mengabulkan gugatan koalisi LSM terkait Keputusan Presiden (Keppres) tentang pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi.
Putusan dibacakan oleh hakim ketua Teguh Satyaa Bhakti dengan anggota Elizabeth Tobing, dan I Nyoman Harnanta, Senin 23 Desember 2013.
Gugatan tersebut dilakukan oleh tim advokasi Penyelamatan MK sejak Oktober lalu. Tim yang terdiri dari sejumlah lembaga seperti YLBHI, dan ICW itu berpandangan bahwa proses pengangkatan keduanya menyalahi Pasal 19 Undang-Undang MK. SUMBER: http://acehonline.info/detail.php?no_berita=6183
Bubarkan saja, daripada jadi lahan korupsi,,,