SITUS BERITA TERBARU

Nusantara Bukanlah WilayahMajapahit

Monday, October 14, 2013
permisi gan
nyoba copas info yg menurut ane lumayan penting gan. Krn menyangkut ilmu sejarah negara kita tercinta.
Silakan di simak y gan.

KOMPAS.com � Suatu hari pada awal 2012, saya berkesempatan berdiskusi dengan Hasan
Djafar, seorang ahli arkeologi, epigrafi, dan
sejarah kuno. Lelaki dengan tutur dan
penampilan bersahaja itu akrab dipanggil
dengan sebutan �Mang Hasan�. Saya
menyampaikan kepadanya tentang sesuatu yang telah menjadi panutan umum: bahwa
Majapahit punya wilayah Nusantara yang
teritorinya seperti Republik Indonesia. �Itu omong kosong!� ujar Hasan. �Tidak ada
sumber yang mengatakan seperti itu.� Dia
mengingatkan, kalau sejarah harus
berdasarkan sumber berarti semuanya harus
kembali ke sumber tertulisnya. �Wilayah
Majapahit itu ada di Pulau Jawa. Itu pun hanya Jawa Timur dan Jawa Tengah.� �Sayang sekali banyak ahli sejarah
menafsirkan bahwa Nusantara itulah wilayah
Majapahit!� Menurutnya, makna �nusa� adalah
�pulau-pulau atau daerah�, sedangkan �antara�
adalah �yang lain�. Jadi, Nusantara pada masa
Majapahit diartikan sebagai �daerah-daerah yang lain� karena kenyataannya memang di luar
wilayah Majapahit. Nusantara merupakan koalisi di antara
kerajaan-kerajaan yang turut bekerja untuk
kepentingan bersama untuk keamanan dan
perdagangan regional, demikian hemat Hasan.
Mereka berkoalisi sebagai �mitra satata�
sahabat atau mitra dalam kedudukan yang sama. �Jangan diartikan kepulauan di antara dua
benua,� kata Hasan. �Bukan pula nusa yang
lokasinya di antara.� Sebagai kerajaan adikuasa setelah zaman
Sriwijaya berakhir, Majapahit tetap
berkepentingan dengan wilayah kerajaan-
kerajaan itu sebagai daerah tujuan pemasaran
dan sebagai penghasil sumber daya alam yang
berpotensi perdagangan. Memang ada jalinan hubungan. Namun, hubungan ini tidak harus
seperti penguasa dan yang dikuasai, bukan
kekuasaan dalam artian politik. Ini adalah
hubungan kepentingan bersama sehingga
Majapahit juga berkepentingan untuk
mengamankan dan melindungi wilayah-wilayah itu. Walau demikian, sampai hari ini masih saja ada
tafsir bahwa kerajaan-kerajaan itu
memberikan upetinya setiap tahun kepada
Majapahit. Hal ini seolah membuktikan
ketundukan kerajaan-kerajaan Nusantara di
bawah supremasi Majapahit. �Ini sering ditafsirkan sebagai upeti,� ujar
Hasan. �Padahal, tidak ada satu kata pun dalam
Nagarakertagama yang bisa diartikan sebagai
upeti, apalagi upeti tanda tunduk seolah
menjadi negara jajahan Majapahit.� Berdasar uraian Nagarakertagama, Majapahit
memang punya tradisi mengadakan suatu pesta
besar setiap tahunnya. Semua penguasa
wilayah�wilayah kerajaan itu diundang dan ada
yang memberikan hadiah-hadiah kepada raja
Majapahit, dan menurut Hasan hadiah itu bukanlah upeti. �Buktinya, sejak Majapahit
berkuasa sampai runtuh pun daerah-daerah itu
bebas merdeka.� Lalu mengapa sampai ada anggapan bahwa
Nusantara itu adalah wilayah Majapahit?
�Barangkali karena The Founding Fathers kita
ingin menyatukan negara ini,� ujar Hasan lirih.
Kemudian �Muhammad Yamin�salah satu
tokoh pendiri negara Indonesia�menggunakan gagasan Nusantara sebagai bentuk negara
kesatuan.� Di sebuah toko buku bekas di Jakarta, saya
pernah menemukan karya Yamin yang
dimaksud oleh Hasan. Yamin pernah menulis
sebuah buku Gajah Mada, Pahlawan Persatuan
Nusantara yang terbit kali pertama pada 1945
dan telah dicetak ulang belasan kali. Buku itu mengisahkan epos kepahlawanan Gajah Mada
sebagai Patih Kerajaan Majapahit. Dalam lampirannya terdapat secarik peta
wilayah Indonesia, terbentang dari Sabang
sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud,
dengan judul �Daerah Nusantara dalam
Keradjaan Madjapahit�. Tentang peta ini,
Djafar mengungkapkan bahwa �gagasan persatuan ini oleh para sejarawan telah
ditafsirkan sebagai wilayah Majapahit sehingga
seolah ada penaklukan. Itu salahnya!� Yamin, dalam buku tersebut, juga menampilkan
foto sekeping terakota yang mewujudkan sosok
wajah lelaki berpipi tembam dan berbibir tebal.
Di bawah foto sosok itu, Yamin dengan
keyakinan ilmu firasat menuliskan, �Gajah
Mada... Rupanya penuh dengan kegiatan yang mahatangkas dan air mukanya menyinarkan
keberanian seorang ahli politik yang
berpemandangan jauh.� Namun, belakangan
saya menyaksikan kepingan terakota itu di
Museum Trowulan yang sejatinya bagian dari
celengan kuno dan tidak ada kaitannya dengan Gajah Mada. Buku Yamin itu, secara tak kita sadari, telah
menjadi panutan dari sekolah-sekolah dasar di
Indonesia hingga lembaga pemerintahnya. Kini,
sebuah patung lelaki bertubuh gempal dengan
wajah seperti dalam buku Yamin itu telah
berdiri di halaman Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia di Kebayoran Baru. �Itu
skandal ilmiah dalam sejarah,� ujar Hasan. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic
Indonesia).
Editor: Yunanto Wiji Utomo
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive