SITUS BERITA TERBARU

Dosen UNS Ciptakan Busa Ramah Lingkungan

Friday, October 4, 2013
[imagetag]

Quote:Surakarta - Sepintas potongan busa warna kuning itu tidak berbeda dengan busa yang biasa digunakan masyarakat. Perbedaan baru tampak saat permukaannya disentuh. Busa itu terasa kasar dan agak kaku.

"Kalau busa yang beredar di pasaran atau busa sintetis proses pembuatannya memakai minyak bumi, kami menggunakan limbah jagung dan minyak sawit," ujar Ketua Tim Riset Polimer dan Komposit Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mohammad Masykuri, di kampusnya, Kamis, 3 Oktober 2013.

Busa limbah jagung ini ramah lingkungan karena bisa terurai dengan sendirinya dalam waktu 300 hari setelah dibuang atau dipendam di tanah. Lain halnya dengan busa sintetis yang tidak bisa hancur meski sudah puluhan tahun. "Limbah busa sintetis ini bisa merusak struktur tanah," kata Masykuri.

Busa ramah lingkungan diberi nama Biofoam PUU-g-Z atau Biofoam Poly(urethane-urea)-g-Zein. Riset busa ramah lingkungan ini dimulai dua tahun lalu. Sejak awal Masykuri memakai limbah jagung karena mempunyai karakter polimer alami. "Kulit pisang dan cangkang rajungan juga bisa dipakai," katanya.

Untuk membuat busa dari limbah jagung, Masykuri mengekstrak limbah dan mengubahnya menjadi bioplastik. Sifatnya transparan, mengkilap, dan dapat ditekuk tetapi mudah patah. Bioplastik tersebut lantas diolah dengan minyak sawit dengan metode sintesis terbaru untuk menghasilkan busa ramah lingkungan. "Namanya jalur ERPP atau Epoxidation-Ring-opening-Reduction-Polimerization," kata dia.

Masykuri mengklaim metode pembuatan busa dari limbah jagung tersebut belum pernah diterapkan peneliti lain. "Saat ini tengah proses mendapatkan paten," katanya.

Selain untuk wadah makanan, busa dapat dipakai untuk peredam bising, bahan pelindung produk elektronik, atau busa pencuci. "Dengan pengaturan kompisisi, busa dapat dibuat lembut atau keras," katanya.

Saat ini, biaya produksi busa ramah lingkungan masih dua kali lipat busa sintetis karena memakai bahan murni yang harganya mahal. Tapi jika masuk produksi massal, Masykuri yakin harganya setara dengan busa konvensional.

Sulistyo Saputro, peneliti yang juga terlibat dalam penelitian itu mengatakan produksi massal harus menunggu paten dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Umumnya pengurusan paten maksimal butuh 60 bulan. "Memang lama karena harus sosialisasi ke masyarakat untuk memastikan tidak ada pihak lain yang mengklaim sudah meneliti hal serupa," ujarnya.


sumber: TEMPO

wahh menarik ya, semoga saja kekurangannya tidak ada seperti busa bertahan lama dan tidak mudah kempes [imagetag] ngomong2 disini siapa yang pernah nyuci piring? [imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive