SITUS BERITA TERBARU

Pilgub Jatim, KarSa bukan pemenang sejati

Saturday, September 7, 2013
Pilgub Jatim, KarSa bukan pemenang sejati

Ini mungkin fakta tak mengenakkan. Tapi apa boleh buat karena memang begitulah adanya. Pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) yang ditasbihkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur untuk kali kedua pada 29 Agustus lalu, memang tak terbantahkan. Tapi jika ditelisik lebih jauh bisa jadi kemenangan itu hanya sebatas formalitas. Karena sesungguhnya pemenang sejati dalam Pilgub kali adalah golongan putih alias golput. Mau tahu?

***
Pesta demokrasi lima tahunan Jawa Timur dengan agenda pemilihan gubernur dan wakil gubernur, boleh dibilang teramat sukses bila dilihat dengan mata telanjang. Artinya, tidak ada gejolak berarti yang mencuat, baik sebelum hingga purna coblosan 29 Agustus lalu. Tapi di balik itu ternyata hajatan demokrasi itu memunculkan banyak ironi. Yang paling mencolok, partisipasi masyarakat terhadap pilgub terbukti sangat rendah.

Ini tentu saja tidak sebanding dengan anggaran hampir Rp 800 miliar yang dikuras dari APBD. Di Jember misalnya 900.000 Orang golput. Di Jombang ada 500.000 orang tidak menggunakan hak pilihnya. Yang mencengangkan, jumlah ketidak hadiran dalam pilgub kali ini hampir separoh lebih dari total daftar pemilih. Lantas apa sesungguhnya yang membuat masyarakat begitu masa bodoh?

Secara logika sederhana, fakta tingginya angka golput tersebut menjadi bukti bahwa masyarakat saat ini mulai apatis terhadap pesta demokrasi untuk memilih pemimpin daerah. Realitanya, triliunan rupiah telah dikucurkan untuk beberapa acara pilkada, namun pemimpin yang terpilih tidak mampu mewujudkan perbaikan tingkat kehidupan masyarakat. Paling-paling yang mendapat perbaikan hanya terbatas pada pemimpin dan keluarganya, berikut partai-partai yang menjadi pendukungnya saat pilkada.

Berdasar data yang dhimpun Lensa Jatim Raya, prosentase golput atau ketidakhadiran pemilih dalam Pilgub Jatim di Kabupaten Jember mencapai sekitar 47 persen. Tingginya angka golput ini karena kombinasi sejumlah faktor.

Jumlah pemilih di daftar pemilih tetap KPU Jember mencapai 1,7 juta orang. Namun yang hadir hanya sekitar 900 ribu orang.

Ketua KPU Jember Ketty Tri Setyorini, mengakui sosialisasi pilgub dibandingkan pemilihan bupati 2010 kurang intensif. Ini tak lepas dari minimnya anggaran sosialisasi pilgub dibandingkan pilbup Jember.

�Saat pemilihan bupati, kami mendapat anggaran Rp 1 miliar untuk sosialisasi,� kata Gogot Cahyo Baskoto, komisioner KPU Jember lainnya.

Di lan pihak, tim sukses semua pasangan calon gubernur dan wakilnya tidak memiliki inovasi untuk berkampanye ke publik.

Gogot mengatakan, tim sukses tidak terlalu masif melakukan sosialisasi. Faktor lainnya adalah apatisme masyarakat terhadap pilgub.

�Mungkin masyarakat Jember beranggapan pemilu gubernur adalah pemilu yang bukan untuk kepentingan orang Jember. Kalau ngomong gubernur kan tahunya di Surabaya,� kata Setyorini.

Hal ini berbeda dengan pemilihan bupati. Partisipasi pemilih lebih baik karena publik memandang mereka memilih pemimpin yang berhubungan langsung dengan mereka. Tradisi politik uang dalam pemilihan kepala desa ikut memberikan pengaruh.

Dalam pilkades, kandidat dan tim suksesnya menyebarkan uang untuk menarik pemilih. Hal ini tentu jarang dilakukan oleh kandidat gubernur dan tim suksesnya. Tiadanya imbalan uang membuat pemilih malas datang.

Saat Hari-H pemungutan suara, ada sejumlah perusahaan swasta yang tidak meliburkan karyawan mereka. �Kami amati juga lembaga di luar Kementerian Dalam Negeri tidak libur. Itu secara langsung memberi kontribusi golput,� terang Setyorini.

Tak kalah mencengangkan terjadi di Jombang. Di wilayah ini angka golput ternyata sangat tinggi yakni mencapai hampir setengah juta orang, atau justru menjadi jawara mengalahkan empat pasangan cagub-cawagub. Penghitungan secara manual ini dihadiri para anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK), dan saksi dari masing-masing pasangan cagub-cawagub.

Ketua KPUD Jombang Mahwal Huda, mengungkapkan pasangan incumben Karsa berhasil meraih 25.0234 suara atau 45,55 persen. Kemudian, pasangan nomor urut dua Eggy-Sihat 11.662 suara atau 2,12 persen. Pasangan nomor urut tiga Bambang-Said memperoleh 52.137 suara atau 9,52 persen. Terakhir, pasangan nomor urut empat Khofifah-Herman memperoleh 235.203 suara atau 42,81 persen.

Dari total jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 1.001.953 orang, jumlah warga yang tidak hadir alias golput dalam pemilihan sebanyak 429.400 orang.

�Dengan demikian, pemenang dalam Pilgub Jatim di Jombang berdasarkan hasil penghitungan manual KPUD sebenarnya bukanlah pasangan incumbent atau Karsa, tetapi golput,� ujar Mahwal.

Kendati begitu, pihaknya tidak mau disalahkan. Dia membahkan tingginya angka golput, karena pihaknya yang tidak maksimal dalam bekerja dan memberikan informasi yang benar kepada warga. Sebaliknya, dia mengaku sudah bekerja maksimal agar tingkat partisipasi warga tinggi.

Dia berdalih, faktor kedekatan menjadi pemicu tingkat partisipasi warga yang rendah. Dia membandingkan pada pemilihan bupati dan kepala desa, warga lebih terlihat antusias memilih. Hal itu, dikarenakan hubungan yang sangat dekat antara warga dengan orang yang mencalonkan diri. Namun dalam Pilgub Jatim, warga tidak memiliki kedekatan terhadap seluruh pasangan calon. Sehingga, mereka enggan berpartisipasi dalam kegiatan itu.

Sebelumnya, Direktur Lingkar Indonesia Untuk Keadilan (Link) Aan Anshori mendesak DPRD Jombang, membentuk tim khusus untuk mengaudit kinerja KPUD yang dinilai tidak maksimal dalam menyelenggarakan pilkada yang sudah menghabiskan anggaran miliaran rupiah. Namun saat ditanya mengenai hal ini, Mahwal Huda enggan memberi tanggapan.

Tak beda jauh terjadi di Kabupaten Ponorogo. Jumlah warga yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput pada Pilgub Jatim, 29 Agustus lalu mencapai 39,5 persen. Dari jumlah 743. 730 DPT di Ponorogo, yang berpartisipasi sebanyak 450.315 orang. Sedangkan sisanya sekitar 293. 425 orang memilih golput.

Tingginya angka golput di bumi Reog ini bahkan jika dibandingkan perolehan pasangan calon sangat mengerikan. Sebab, angka golput ini mengalahkan perolehan pemenang Pilgub Jatim di Ponorogo yakni pasangan KarSa yang memperoleh 249.299 suara.

Bisa dibilang Pilgub Jatim 2013 di Ponorogo dimenangkan oleh Golput. Masih tingginya angka Golput di Kabupaten Ponorogo ini diakui ketua KPUD setempat, Fatchul Aziz. Meskipun prosentasenya hampir sama dengan pilgub tahun 2008 silam namun dia menyebut Golput memang masih tinggi.

�Angka golput di Ponorogo dalam Pilgub Jatim 2013 ini mencapai 39,5 persen. Itu hampir sama dengan tahun sebelumnya,� sebutnya.

Pihaknya sendiri sudah melakukan sosialisasi maksimal kepada masyarakat sebelum pelaksanaan Pilgub Jatim. Tingginya golput ini kembali kepada kesadaran masyarakat masing-masing. �Bahkan masyarakat kini cenderung berpikir pragmatis,� beber Aziz usai pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilgub Jatim tingkat Kabupaten Ponorogo.

Menurut dia, kontrasnya angka golput Pilgub Jatim kali ini juga dikarenakan tidak seemosional pilbup maupun pileg.

�Calonnya kan jauh. Masyarakat mungkin merasa adanya pilgub dan tidak sama saja. Beda lagi kalau pileg 2014 nanti akan banyak pihak yang bersentuhan langsung dengan masyarakat,� tandasnya.

Aziz mengatakan, minat masyarakat antara pilkades, pilbup, pilgub dan pilpres, sangat berbeda. Dan mungkin pada pilgub Jatim 2013 ini yang paling rendah.

�Ya tentu kita terus melakukan penyadaran tentang bagaimana kita menggunakan hak demokrasi kita,� tegas dia.

Sementara itu, berdasarkan rekapitulasi KPU kabupaten Ponorogo, pasangan KarSa unggul telak melampaui jauh rival-rivalnya dengan 249.299 suara. Posisi kedua diduduki pasangan BerKah dengan perolehan 131. 094 suara, disusul pasangan Jempol meraih 47.467 suara dan pasangan Beres hanya meraih 10.181 suara.

Angka golput dalam pelaksanaan Pilgu Jatim yang digelar 29 Agustus lalu memang relatif tinggi. Bahkan, angka ketidakhadiran masyarakat Kabupaten Lumajang untuk menyalurkan aspirasinya memilih gubernur dan wakil gubernur lebih tinggi dibandingkan pelaksanaan pilbub lalu.

Dari data perhitungan akhir Pilgub di KPU Lumajang, angka ketidakhadiran pemjilih dalam pilgub mencapai 354.233 pemilih. Angka kehadiran tercatat sebanyak 461.050 pemilih dan jumlah pemilih yang terdata sesuai DPT sebanyak 815.283.

Dengan jumlah riil ketidakhadiran atau angka golput dalam Pilgub Jatim ini, kisarannya mencapai 44 persen atau lebih besar dibandingkan Pilbup yang mencapai 31 persen dengan jumlah DPT yang hampir sama.

Menyangkut kondisi ini, jajaran Panwaslu Kabupaten Lumajang telah melakukan kajian untuk melakukan berbagai perbaikan melaui rekomendasi yang bisa disampaikan kepada KPU setempat. Tujuannya agar, dalam pelaksanaan agenda pemilu berikutnya, baik pileg maupun presiden di Tahun 2014 mendatang, angka ketidakhadiran ini bisa ditekan seminimal mungkin.

Almas�udi, Ketua Panwaslu Kabupaten Lumajang, mengatakan bahwa interval selisih ketidakhadiran antara pelaksanaan Pilbup dan Pilgub yang digelar terakhir di Kabupaten Lumajang memang relatif tinggi.

�Golput dalam pilbup yang lebih besar. Dari kajian sementara yang kami lakukan, ada beberapa indikator yang menyebabkan kenapa pemilih dalam pilgub sedemikian rendah dibandingkan pilbup. Meskipun secara keseluruhan di Provinsi Jatim, di Kabupaten Lumajang angka kehadiran pemilihnya masih dalam tataran lebih baik,� kilah Almas�udi.

Meski begitu, besarnya jumlah masyarakat yang tiak menyalurkan aspirasinya sesuai hak konstitusi dalam pelaksanaan Pilgub Jatim lalu, menjadi catatan khusus panwaslu untuk dikaji secara komprehensif. Hal itu dilakukan, agar dalam kegiatan atau agenda Pemilu lanjutan Tahun 2014 mendatang, tidak kehadiran masyarakat ke TPS bisa maksimal.

�Khusus untuk pelaksanaan Pilgub Jatim, catatan kami adalah sosialisasi yang masih kurang efektif dan mengena oleh lembaga penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU. Dimana dari catatan riil kami, upaya yang dilakukan penyelenggara Pemilu, diantaranya upaya publikasi sosialisasi yang belum massive dilakukan,� paparnya.

Catatan lainnya, masih kata Almas�udi, adalah menyangkut keputusan Gubernur Jatim yang meliburkan hari pemungutan suara Pilgub 29 Agustus yang ternyata masih belum dipatuhi oleh berbagai sektor usaha. Baik BUMN, BUMD maupun sektor perusahaan swasta di Kabupaten Lumajang.

�Hal ini terungkap dari pantauan kami, bahwa saat hari pemungutan suara masih banyak usaha dan Kantor BUMN yang tetap masuk kerja. Hal ini jelas merugikan bagi upaya untuk mendorong partisipasi publik dalam Pilgub lalu,� urainya.

Jika dalam telusur mendatang ada upaya dari sektor-sektor ini yang memang tidak memberikan ruang atau menghalang-halangi karyawan atau pekerjanya untuk menyalurkan aspirasi ke TPS, maka ditegaskan oleh Ketua Panwaslu Kabupaten Lumajang ini, pihaknya akan merekomendasikan itu ke ranah pidana pemilu.

�Dan, saat ini kami masih dalam tahap inventarisasi dan kajian,� tandasnya.

Sementara KPU KOta Surabaya menyebutkan warga di Kota Pahlawan yang tidak menggunakan hak politiknya alias golput dalam pelaksanaan Pilgub Jatim pada 29 Agustus lalu mencapai 1.0005.577 atau sekitar 47,3 persen.

Komisioner KPU Surabaya Edward Dewaruci, mengatakan dari total pemilih di Surabaya yang mencapai 2.125.173 jiwa, yang menggunakan hak pilihnya di Pilkada Jatim 2013 hanya 1.119.596 jiwa.

�Dari data tersebut, maka yang tak memilih atau tak menggunakan hak pilihnya alias Golput di Surabaya mencapai 1.005.577 jiwa (47,3 persen),� kata Edward saat mengumumkan hasil rekapitulasi perolehan suara Pilkada Jatim di Kota Surabaya yang diumumkan secara resmi di kantor KPU Surabaya.

Menurut dia, dalam hasil rekapitulasi itu, pasangan KarSa tetap menguasai Kota Pahlawan ini dengan perolehan suara 477.634 suara. Selanjutnya, disusul perolehan pasangan Berkah sebanyak 376.052 suara, BangSa 208.706 suara dan BeRes sebanyak 21.259 suara.

Edward mengatakan, rekapitulasi resmi suara ini berasal dari seluruh tempat pemungutan suara (TPS) yang diteruskan ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat kelurahan, lalu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di 31 kecamatan Surabaya. �Ini merupakan rekapitulasi resmi dari KPU Kota Surabaya,� ujar Edward.

Sementara itu, Perwakilan Tim Pemenangan Bambang-Said dan sekaligus Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Kadar mengatakan pihaknya menerima hasil rekapitulasi perolehan suara Pilkada Jatim dari KPU Surabaya. Hal ini dikarenakan tidak ada komplain dari saksi yang ada.

Sedangkan perwakilan tim pemenangan Khofifah-Herman, Hadi Suwarno mengatakan ada sejumlah pelanggaran di Surabaya khususnya di Tegalsari. Meski demikian, dia tetap menandatangani rekapitulasi tersebut.

Sedangkan KPU Kabupaten Bojonegoro mengaku kecewa karena banyak warga yang tidak menggunakan hak politiknya dalam Pilgub kali ini. Padahal, KPU mengaku telah melaksanakan sosialisasi.

Menurut Ketua KPU Bojonegoro, Mundzar Fahman, meski menyatakan kecewa dia mengungkapkan ikut memilih atau tidak merupakan hak semua warga yang sudah punya hak pilih. Itu artinya, ikut milih bukan sebuah kewajiban.

�Karena KPU tidak dapat memaksa. Bahkan undang-undang juga tidak memaksa. Tetapi kewajiban kami melakukan sosialisasi dan itu harus terus dilakukan,� tandas dia.

Mundzar mengimbuhkan, masih banyaknya warga yang tidak memilih menjadi bahan evaluasi agar sosialiasi harus lebih gencar dilakukan. KPU berdalih bahwa tanggung jawab sosialisasi tidak hanya tugas KPU melainkan juga tugas panwaslu, pasangan calon, partai politik serta LSM untuk menekan tingginya angka golput.

Berdasarkan hasil sementara dari hitung cepat lembaga survei dan sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS), pasangan calon nomor 1 yakni KarSa unggul meninggalkan pasangan lainnya. Di wilayah ini Karsa mendapat 44 persen, Eggi Sihat 2.96 persen, BangSa 11 persen dan BerKah 41 persen.

Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (Link) Aan Ansori mengatakan, dari pantuannya golput pada Pilgub kali ini cukup tinggi. Seperti di Kabupaten Jombang misalnya dari 1.001.953 orang pemilih, warga yang datang ke TPS untuk menyalurkan haknya hanya 567.711 orang atau 56,6 persen. Itu artinya jumlah warga yang tidak ikut memilih alias golput mencapai 434.242 orang atau setara dengan 43,34 persen.

�Dengan demikian, golputlah yang menjadi pemenang dalam Pilgub Jatim di Jombang. Sebab pasangan KarSa yang menjadi juara di kota santri ini saja ternyata hanya meraih 248.079 suara, kalah dengan golput, demikian juga dengan pasangan Khofifah-Herman yang menduduki peringkat kedua hanya memperoleh 232.515 suara,� papar Aan.

Melihat angka tersebut, lanjut Aan, menunjukkan pemenang dalam Pilgub Jatim di Jombang tidak legitimate karena kalah dengan suara golput itu sendiri.

Menurut Aan, melihat kondisi itu, menurutnya DPRD Jombang harus segera turun tangan untuk mengaudit kinerja KPU Jatim.

Penyelenggaran Pilgub ini telah menghabiskan anggaran hingga miliar rupiah namun ternyata peran serta masyarakat dalam Pilgub ternyata rendah. KPU dinilainya tidak maksimal meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pesta demokrasi tersebut.

�Pemerintah sudah menggelontorkan anggaran hingga miliaran rupiah kepada KPUD agar menggelar hajatan pesta demokrasi dengan sebaik-baiknya, namun kenyataannya tidak maksimal,� tukasnya. Aan juga mendesak DPRD segera membentuk tim khusus untuk mengaudit KPU dalam waktu dengat ini.

sumber gan!!!

wah sayang sekali ya
padahal ini figur cagub dedemenan aye loh [imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive