SITUS BERITA TERBARU

(Orang Kapitalis) Mr J: Zaman Soeharto tidak ada keberanian gusur PKL stasiun

Friday, September 27, 2013
Quote:PT Kereta Api Indonesia (KAI) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang cukup sibuk berbenah. Termasuk dalam menggusur pedagang kaki lima dan kios yang ada di stasiun-stasiun sepanjang jalur kereta listrik Jabodetabek.

Direktur Utama KAI Ignasius Jonan mengatakan, hal itu terpaksa dilakukan. Sebab, kebutuhan operasional menjalankan layanan KRL Commuter Line semakin membengkak. Pada 2009, layanan kereta listrik Ibu Kota butuh Rp 910 miliar, lalu tahun ini melonjak menjadi Rp 1,71 triliun. Tahun depan diperkirakan biaya operasional meningkat menjadi Rp 2,8 triliun.

Biaya besar datang dari faktor harga bahan bakar, selain kerusakan rel akibat terendam banjir dan sebagainya. Hal itu diperparah dengan dan tak adanya sokongan dana dari pemerintah.

"Pemerintah hanya memberi saya enam surat keputusan presiden, tanpa sedikit pun anggaran negara. Jadi kami harus putar otak untuk menjaga lonjakan penumpang," ujar Jonan dalam kuliah umum di Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Jumat (27/9).

Dengan melihat tren jumlah penumpang yang terus meningkat, maksimalisasi infrastruktur akhirnya jadi pilihan untuk menggenjot pendapatan KAI dari jasa KRL. Imbasnya, pedagang dan kios di stasiun harus digusur. Jonan beralasan, pihaknya butuh perluasan lahan parkir dan peron yang lebih lebar bagi penumpang.

"Kami minta PKL pergi. Langkah ini sulit, tapi penting untuk meningkatkan kapasitas stasiun buat menampung lonjakan penumpang. Kami bisa bangun parkir dan sebagainya," cetusnya.

Jonan lantas menunjukkan halaman Stasiun Bogor yang kini lahan parkirnya bisa menampung 4.000 sepeda motor dan hampir 1.000 mobil, selepas mengusir PKL. Tidak adanya kios dalam peron, juga memudahkan penerapan sistem e-ticketing di pintu masuk stasiun.

Dia mengklaim, penataan stasiun dari pintu-pintu liar dan PKL selama layanan KRL berjalan tak pernah dilakukan. Jika manajemen KAI kini berani melakukannya, itu lebih karena kepepet alias terdesak kebutuhan untuk menambah pendapatan korporasi.

"Bahkan di zaman Soeharto tidak ada keberanian buat menghapus PKL sampai orang yang naik di atas kereta. Kenapa saya berani, karena saya orang kecil. Sehingga saya memang tidak punya apa-apa lagi untuk dikhawatirkan," kata Jonan.

Secara keseluruhan, KAI menyingkirkan 5.168 kios dan PKL dari 64 stasiun dalam jaringan commuter line. Sejak 13 September, penataan itu telah selesai sepenuhnya. Jonan mengaku tidak menyesal dengan langkahnya yang tak populis.

"Ada yang tanya, ke mana mereka sekarang. Saya jawab tak tahu, itu bukan tanggung jawab," tegasnya.
[noe]


Sumber

Yang jelas banyak yang kehilangan tempat fotokopi dan buku murah dengan hal ini [imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive