SITUS BERITA TERBARU

Hormati Kontrak Politiknya ke Prabowo, Kemungkinan JOKOWI Menunda Pencapresan di 2014

Saturday, September 28, 2013
Jokowi Harus Selesaikan Kontrak Politik Dengan Gerindra
Kamis, 05-09-2013 16:31

[imagetag]
Prabowo - Jokowi

JAKARTA, PESATNEWS - Elektabilitas Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) berdasar hasil survei figur kandidat calon presiden (capres) tyang digulirkan lembaga survei, selalu berada di posisi teratas 'mengungguli' Capres lainnya termasuk Capres Partai Gerindra Prabowo Subianto jelang Pemilu 2014 sekarang ini. Menanggapi figur Jokowi yang diposisikan teratas dalam urutan Capres, pihak Partai Gerindra menghendaki pencapresan kader PDIP tersebut sebaiknya ditangguhkan. Pasalnya, apabila trend positif terus bertahan terhadap elektabilitas Jokowi, bukan tidak mungkin apabila PDIP akan mengusungnya menjadi Capres dalam Pemilu mendatang.

Gerindra mengingatkan kepada Jokowi untuk fokus dan menyelesaikan masa bahktinya sebagai Gubernur sesuai kontrak politik bersama Partai binaan Prabowo itu. Dan sebaliknya, Gerindra juga meminta PDIP untuk mendukung Gerindra dalam Pencapresan Prabowo. "Partai ini sudah bulat mendukung Prabowo. Dan berharap mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat termasuk PDI Perjuangan," tegas Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prof Suhardi saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (5/9/2013).

Meski demikian, Suhardi menegaskan agar mantan wali kota Solo ini sebaiknya fokus menyelesaikan tugasnya sebagai gubernur DKI Jakarta sampai 5 tahun ke depan. Pihaknya tidak melarang apabila PDIP nantinya akan mengusung Jokowi sebagai Capres pada Pemilu 2014 mendatang. "Kalau itu (nyapres, red) urusan Jokowi dan urusan PDIP. Kita hanya mengingatkan janji kepemimpinan harus konsisten. Kontrak politik Jokowi harus menuntaskan tugas sebagai gubernur menuntaskan Jakarta," tutur Suhardi yang dikenal sebagai 'orangnya' KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.
http://pesatnews.com/read/2013/09/05...engan-gerindra

Inilah Kontrak Politik Jokowi itu ...
[imagetag]


Kontrak Politik Pilkada DKI, Gerindra Larang Jokowi Nyapres
05/09/2013 12:42

[imagetag]
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo

Partai Gerindra secara tegas meminta PDIP tidak mengusung Joko Widodo atau Jokowi sebagai capres pada Pilpres 2014. Jika hal itu tak diindahkan, PDIP dinilai sudah melanggar kontrak politik saat mengusung Jokowi-Ahok dalam Pilkada lalu. Ketua Umum DPP Partai Gerindra Suhardi, menjelaskan kontrak politik antara Gerindra dengan PDIP secara tegas menyebutkan Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama untuk konsisten memimpin Jakarta hingga masa jabatannya selesai. Karena pasangan Jokowi-Ahok diusung PDIP dan Gerindra dalam Pilkada DKI lalu. "Kalau (pencapresan) itu urusan Jokowi dan urusan PDIP. Kita hanya mengingatkan janji kepemimpinan harus konsisten. Kontrak politik Jokowi harus menuntaskan tugas sebagai Gubernur Jakarta. Kita tidak mencampuri," kata Suhardi Jakarta, Kamis (5/9/2013).

Meski meminta PDIP untuk konsisten menjadikan Jokowi sebagai Gubernur DKI sampai periode berakhir, Gerindra tidak merasa memanas-manasi PDIP. "Itu hal yang biasa dalam berpendapat. Hubungan kami sejak dahulu baik sampai sekarang. Kami ketemu ketika acara Pak Taufiq Kiemas di Teuku Umar," imbuhnya. Soal kontrak politik antara PDIP dan Gerindra sejak Pemilu 2009, menurut Suhardi biarlah menjadi pembahasan antara Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Biar mereka yang berbicara," tuturnya. Yang jelas, lanjutnya, Gerindra sudah membulatkan tekad untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai capres pada Pilpres 2014. Karena itu ia berharap pencapresan Prabowo bisa mendapatkan dukungan dari masyarakat, termasuk dari PDIP. "Partai ini sudah bulat mendukung Prabowo. Dan berharap mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk PDIP," pungkasnya.
http://news.liputan6.com/read/684350...jokowi-nyapres

Jokowi: Tak Ada Kontrak Politik dengan Megawati
Saturday, 25 August 2012 06:55

Jakarta - Calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, tak ada kontrak politik antara dirinya dengan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, terkait spanduk yang menuliskan pernyataan "Jokowi Menang, Mega Presiden". "Tidak ada, ini kan Pilgub jadi tidak usahlah (dikaitkan) dengan isu presiden, agama, etnis," katanya, saat mengunjungi warga Jelambar di Jakarta Barat, Jumat (24/8). Dalam kesempatan itu, Jokowi mengatakan, dia tidak mengetahui siapa aktor di balik pemasangan spanduk tersebut."Tentu bukan tim sukses saya," katanya.

Lebih lanjut, calon yang berpasangan dengan Basuki Tjahja Purnama itu mengatakan untuk menjadi Gubernur DKI saja sudah sulit karena tantangan permasalahan DKI Jakarta. "Tidak ada, konsentrasi jadi Gubernur saja dulu, jadi Gubernur saja sudah sulit," katanya. Permasalahan DKI Jakarta seperti kebakaran, banjir, menurut Jokowi mesti segera diselesaikan dahulu. "Jadi Gubernur dulu untuk selesaikan permasalahan DKI," katanya. Dia mengatakan cara berkampanye politik menjelang pilkada nanti harus memberikan pelajaran yang baik bagi masyarakat. "Ga usah lah ini isunya pilgub jadi kalau bisa ya sampaikan program," katanya.

Ketika ditanya mengenai pilkada yang menjadi barometer untuk pemilihan presiden pada 2014, Jokowi mengatakan belum memikirkan hal tersebut. Sebelumnya, ratusan spanduk sepanjang lima meter yang bertuliskan "Jokowi Menang, Mega Presiden" sempat terpasang di beberapa wilayah di DKI Jakarta. Jokowi dan pasangannya Basuki Tjahja Purnama akan berkompetisi dengan calon gubernur petahana Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli pada pilkada putaran dua pada 20 September 2012
http://www.gatra.com/politik-1/16695...-megawati.html

Terkait Kontrak Politik Jokowi dgn Prabowo?
Pilpres 2014, PDIP Tunda Usung Jokowi
Kamis, 05 September 2013, 03:55 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA � Sejumlah komentar yang dilontarkan politikus Partai Gerindra membuat PDI perjuangan mempertimbangkan kembali rencana mengajukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (capres). Dikhawatrikan, deklarasi yang terlalu dini akan memicu serangan serupa dari parpol-parpol lain. Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo memastikan, rapat kerja nasional (rakernas) PDI Perjuangan tidak akan mendeklarasikan capres. Rakernas PDI Perjuangan hanya akan membahas kriteria capres yang didasarkan pada masukkan dari pimpinan DPD PDI Perjuangan di 33 provinsi. �Momentum (penetapan capres) belum akan diputuskan di rakernas,� kata Tjahjo di kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (3/9).

Tjahjo mengatakan, PDI Perjuangan mempunyai sejumlah pertimbangan mengapa tidak mau terburu-buru menetapkan capres. Menurutnya, penetapan capres merupakan keputusan strategis yang perlu mempertimbangkan berbagai aspek. �Ada sejumlah faktor X yang masih kita cermati hingga sekarang,� ujar Tjahjo. Salah satu faktor �X� yang dimaksud Tjahjo adalah kekhawatiran adanya serangan dari lawan-lawan politik PDI Perjuangan kepada capres mereka. Dalam konteks ini Tjahjo sempat menyindir sikap Partai Gerindra yang terkesan mengintervensi pencapresan PDI Perjuangan. �Belum ada keputusan capres saja sudah ada partai yang ingin mendikte kami,� kata Tjahjo.

Tjahjo menyayangkan sikap politik Gerindra yang belakangan menuntut Jokowi menyelesaikan masa tugas sebagai Gubernur DKI yang masih empat tahun lagi. Menurutnya, penetapan capres PDI Perjuangan merupakan urusan internal PDI Perjuangan yang tidak patut dicampuri partai lain. Terlebih, sampai sekarang PDI Perjuangan belum memutuskan siapa capres yang akan diusung pada Pemilu 2014. �Mereka mengatakan, kami tidak setuju kalau Jokowi jadi capres. (Padahal) urusan capres urusan PDI Perjuangan,� ujar Tjahjo. Tjahjo menegaskan bahwa Jokowi merupakan kader PDI Perjuangan. Sebab itu, hanya PDI Perjuangan yang memiliki hak untuk memutuskan apakah akan mengusung Jokowi sebagai capres atau tidak. �Yang berhak memerintah atau melarang Jokowi ya partainya sendiri. Bukan partai lain,� katanya.

Pengamat politik Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Gungun Heryanto mengatakan, permintaan Gerindra agar Jokowi tidak maju sebagai capres 2014 merupakan cermin dimulainya perang opini jelang 2014. �Pertanda perang opini dimulai,� kata Gungun ketika dihubungi Republika, Rabu (3/9). Menurutnya, proses komunikasi secara persuasi, negosiasi, hingga propaganda akan dilancarkan oleh pihak-pihak yang saling berebut kekuasaan. �Serangan� Gerindra terhadap Jokowi pada hakikatnya mencerminkan kian diperhitungkannya sosok gubernur DKI Jakarta itu dalam kontestasi Pilpres 2014.

Perkiraan Gungun, saling serang opini antarpartai akan semakin banyak terjadi menjelang Pemilu 2014. Serangan opini itu menurutnya akan berakibat pada proses delegitimasi pihak-pihak yang menerima serangan. Gungun melihat serangan Gerindra terhadap Jokowi masih berada dalam konteks yang substantif. Tinggal tergantung bagaimana Jokowi mencari jawaban yang tepat membalas serangan itu. �Yang akan dijadikan sasaran tembak bagi Jokowi oleh lawan-lawan politiknya, yakni soal mandat kekuasaan di DKI. Itu substantif,� ujarnya. Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap wacana pencapresan Jokowi. Menurutnya, Jokowi mesti memenuhi janji membenahi persoalan di DKI Jakarta. Di saat yang sama Fadli juga berharap PDI Perjuangan mendukung pencapresan Prabowo. �Tahun 2009 kita dukung Mega. Tahun 2014 kita berharap Mega mendukung Prabowo jadi presiden,� katanya.

Ketua Umum Gerindra Suhardi mengatakan, partainya tak berniat memantik konflik dengan PDI Perjuangan. �Kami tidak merasa memanasi. Itu hal yang biasa dalam berpendapat,� kata Ketua Umum Gerindra Suhardi ketika dihubungi Republika, Rabu (4/9). Suhardi mengatakan, meskipun pencalonan Jokowi sebagai capres merupakan hak politik Jokowi dan PDI Perjuangan namun seyogianya Jokowi tidak melupakan janji politiknya ketika akan maju menjadi Gubernur DKI Jakarta. �Kami hanya mengingatkan Jokowi bahwa janji kepemimpinan harus konsisten,� ujarnya. Terlepas dari itu, kata Suhardi, sejauh ini hubungan Gerindra dan PDI Perjuangan masih baik. �Hubungan kami dengan PDI Perjuangan sejak dahulu sampai sekarang baik,� ujarnya. Suhardi enggan berkomentar ketika ditanya soal permintaan Gerindra agar PDI Perjuangan mendukung pencapresan Prabowo berkaitan dengan kontrak politik tertulis yang dilakukan antara Prabowo dan Megawati pada Pemilu Presiden 2009. �Itu urusan Pak Prabowo dan Ibu Mega. Biar beliau yang berkomentar,� kata Suhardi. n m akbar wijaya ed: fitriyan zamzami
http://www.republika.co.id/berita/ko...a-usung-jokowi

Amien Rais: Ketika Jokowi Muncul Prabowo Redup
Jum'at, 23 Agustus 2013 21:33

Jakarta, Sayangi.com - Kenyataan pada setiap survey Capres menunjukkan, nama Joko Widodo (Jokowi) selalu bertengger di urutan pertama setelah nama-nama tokoh lain. Hal inilah yang menjadi bahan pemikiran seorang Amin Rais, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan pernyataannya tentang Gubernur DKI tersebut. "Ketika Jokowi muncul, Prabowo jadi redup," kata Amin Rais dalam Tausyiah Silaturahmi DPP dan DPW PAN, di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (23/8) petang. Pernyataan ini muncul terkait soal pencapresan Hatta Rajasa.

Dijelaskan olehnya, dulu elektabilitas Prabowo Subianto awalnya melejit tinggi di hampir semua survey, bahkan hampir tak bisa dihentikan. Tapi, kondisi itu tak bertahan setelah kader PDI Perjuangan, Joko Widodo, masuk dalam bursa pencapresan. Pencapresan dari PAN, katanya, tunggu tanggal mainnya. Bursa pencapresan masih naik turun. "Kita tunggu tanggal mainnya setelah pemilu legislatif," tegas Amien.
http://www.sayangi.com/politik1/read...-prabowo-redup

Panda Nababan, Politisi PDIP:
Tak Ada Kontrak Politik Jokowi Dilarang Nyapres
07/09/2013 17:00

Liputan6.com, Jakarta : Partai Gerindra mengingatkan Joko Widodo untuk fokus menjadi Gubernur DKI Jakarta dan tidak maju sebagai capres dari PDIP. Larangan itu berdasarkan kontrak politik yang sudah diteken Jokowi. Kontrak politik yang disebut Gerindra ternyata dibantah PDIP. Ketua DPD PDIP Sumatera Utara Panda Nababan mengakui tidak ada kontrak politik seperti itu. "Tidak ada kontrak politik. Yang ada kemarin (pada 2004) kontrak, tapi malah kalah," kata Panda Nababan di sela-sela Rakernas PDIP III, di Ecopark, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (7/9/2013). Panda menyidir sikap Gerindra yang seolah-olah mengatur PDIP. "Gerindra itu baru belajar politik, masa mau atur rumah tangga orang lain, ya tidak bisa," ungkap Panda yang pernah menjadi narapidana korupsi cek pelawat itu.

Ketua Umum DPP Partai Gerindra Suhardi menjelaskan kontrak politik antara Gerindra dengan PDIP secara tegas menyebutkan Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama untuk konsisten memimpin Jakarta hingga masa jabatannya selesai. Karena pasangan Jokowi-Ahok diusung PDIP dan Gerindra dalam Pilkada DKI lalu. "Kalau (pencapresan) itu urusan Jokowi dan urusan PDIP. Kita hanya mengingatkan janji kepemimpinan harus konsisten. Kontrak politik Jokowi harus menuntaskan tugas sebagai Gubernur Jakarta. Kita tidak mencampuri," kata Suhardi Jakarta, Kamis 5 September kemarin.
http://news.liputan6.com/read/686337...larang-nyapres

Kisah di balik ngototnya Gerindra tolak PDIP capreskan Jokowi
Kamis, 5 September 2013 12:03:00

Partai Gerindra ngotot agar Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai capres di Pemilu 2014. Tuntutan Gerindra ini bukan tak berdasar, rupanya antara Prabowo dan Gerindra pernah membuat kontrak politik yang isinya, Megawati akan dukung Prabowo di 2014. Menurut sumber merdeka.com, perjanjian politik terjadi pada tahun 2009 jelang diselenggarakannya pemilu presiden. Saat itu, pertemuan berlangsung panas sebelum mencapai kata sepakat soal koalisi dan mengusung Megawati-Prabowo (Mega-Pro) sebagai capres dan cawapres di Pemilu 2009. "Pertemuan terjadi kira-kira sehari sebelum ditutupnya pendaftaran capres dan cawapres pemilu 2009. Pertemuan itu terjadi di Batu Tulis," kata sumber itu kepada merdeka.com.

Menurut sumber itu, pertemuan sempat berlangsung panas karena tidak menemukan titik temu terkait kontrak politik antara Gerindra dan PDIP. Jalan keluarnya, kata dia, adalah kesepakatan agar Megawati dukung pencalonan Prabowo di Pemilu 2014. "Di sana hadir juga Puan Maharani, Pramono Anung, Megawati, Sabam Sirait, Hashim Djojohadikusumo, Prabowo Subianto dan Fadli Zon," tutur politisi senior ini. Oleh sebab itu, terasa wajar jika Gerindra menagih janji PDIP untuk mendukung Prabowo karena perjanjian tersebut. "Ini hanya soal komitmen politik," pungkas dia.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi enggan membeberkan dan menjelaskan perjanjian di Batu Tulis itu. Dia menyerahkan seluruhnya kepada kedua tokoh partai itu yakni, Prabowo dan Megawati. "Itu urusan Pak Prabowo. Dan Ibu Megawati. Biar mereka yang berbicara," jelas Suhardi saat dihubungi, Kamis (5/9). Suhardi pun membantah jika karena persoalan Jokowi ini hubungan antara PDIP dan Gerindra menjadi panas. Menurut dia, sejak dahulu antara partai berlambang burung garuda dan partai berlambang banteng merah ini baik-baik saja. "Kami tidak merasa memanasi. Itu hal yang biasa dalam berpendapat. Hubungan kami sejak dahulu baik sampai sekarang. Kami ketemu ketika acara Pak Taufik Kiemas di Teuku Umar," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Fraksi PDIP DPR, Puan Maharani tak ambil pusing imbauan Partai Gerindra untuk tidak mengusung Joko Widodo (Jokowi) dan mendukung Prabowo Subianto sebagai capres. Menurut Puan, siapapun yang diusung dan apapun yang akan dilakukan di pemilu adalah hak mutlak PDIP. "Sepertinya siapa yang akan dicalonkan itu kan sebenarnya semuanya adalah keputusan dari PDIP, pak Jokowi merupakan kader dari PDIP, kalau menjadi ada usulan dari teman-teman lain silakan saja, tapi buat kami siapa yang akan PDIP usulkan itu adalah hak dari PDI Perjuangan," jelas Puan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/9).

Puan juga tak mengindahkan perjanjian politik yang terjadi antara PDIP dan Gerindra saat berkoalisi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Menurut Puan, keputusan politik tak harus dilakukan dengan bernegosiasi. "Apa iya dalam semua keputusan politik selalu ada kompensasi atau negosiasi. Saya rasa itu seperti jual beli jadi semua ini lebih baik lihat dulu hasil pemilihan legislatif," tegas Puan.
http://www.merdeka.com/politik/kisah...an-jokowi.html

Tiga Langkah Gerindra Jegal Pencapresan Jokowi
Minggu, 08 September 2013 , 10:48:00 WIB

RMOL. Elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi yang tinggi sebagai capres 2014, membuat banyak partai lain ketar-ketir. Partai Gerindra menjadi yang pertama menolak wacana kader PDI Perjuangan itu diusung sebagai calon presiden Indonesia periode 2014-2019. "Upaya mengecilkan pamor yang dimaksudkan untuk menghambat Jokowi saat ini bisa kita rasakan. Polanya bahkan cukup sistematis. Saya menangkap kesan skenario itu salah satunya mulai dibangun oleh Partai Gerindra yang akan mencalonkan Prabowo Subiyanto," ujar pemerhati politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin di Jakarta, Minggu (8/9).

Said mencatat, sedikitnya ada tiga strategi politik yang dilakukan Gerindra agar PDIP tidak mengusung Jokowi sebagai capres. Yakni, pernyataan Ketum Gerindra yang menyoal kontrak politik antara Gerindra dan PDIP terkait duet Jokowi-Ahok yang wajib melaksanakan tugas sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta sampai akhir masa jabatan tahun 2017. Pernyataan itu bermakna bahwa Gerindra hendak menghadang Jokowi maju dalam pilpres. "Jadi, Gerindra ini seperti ingin menghindar dari pertarungan antara Jokowi dan Prabowo dalam pilpres nanti. Jika tidak ingin disebut Prabowo takut berhadapan dengan Jokowi," katanya. Kemudian, terlontarnya ucapan dari Ahok yang mengatakan Gerindra mungkin tidak menginginkan Jokowi menjadi capres. "Saya menduga apa yang disampaikan oleh Ahok bersumber dari internal Partai Gerindra sendiri. Sebab Ahok adalah kader partai tersebut," jelas Said.

Terakhir, dia menambahkan, adanya hasil sebuah lembaga survei yang menempatkan posisi Prabowo unggul atas Jokowi. Bahkan, untuk kategori tokoh yang disukai publik, lembaga survei itu mendudukan Ahok lebih disukai masyarakat ketimbang Jokowi. Elektabilitas Jokowi yang tinggi disebut karena pengaruh Ahok sebagai wakilnya. "Terlepas ada tidaknya komitmen antara lembaga survei itu dengan Partai Gerindra, tapi publik bisa menangkap kesan ada upaya membentuk opini bahwa seolah Jokowi tidak ada apa-apanya dibanding dengan kader Partai Gerindra, yakni Prabowo Subiyanto dan Ahok. Bagi Partai Gerindra, hasil survei ini tentu positif untuk dijadikan alat propaganda politik," demikian Said
http://politik.rmol.co/read/2013/09/...presan-Jokowi-

---------------------------------

Jokowi, semakin dihalang-halangi, semakin menjadi-jadi dan semakin besar kansnya menjadi Presiden RI kelak!


[imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive