SITUS BERITA TERBARU

ternyata dia adalah ilmuwan Indonesia . Salut..Salutt....!!

Saturday, August 24, 2013
[img]photo[/img]

Kromosom manusia berjumlah 23 pasang. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwa orang yang menemukan jumlah itu adalah ilmuwan asal Indonesia,
Dr. Joe Hin Tjio (�� � Ji�ng y�u xīng ).

Pada waktu itu, dunia sains mengira jumlah kromosom manusia adalah 24 pasang, dan ketika itulah Tjio menerbitkan jurnal revolusionernya bersama Levan, pada 26 Januari 1956. Pada 1958 Tjio diundang untuk meneliti di National Institutes of Health di Maryland, Amerika Serikat. Tjio menerima Ph.D dalam biofisika dan sitogenetika dari University of Colorado. Pada 1992 Tjio berhenti mengajar dan membatasi kegiatannya di laboratorium dan pensiun lima tahun berikutnya. Akhirnya Tjio meninggal pada tahun 2001 dan dimakamkan di Amerika Serikat.

Tjio dilahirkan dari keluarga keturunan Tionghoa pada zaman pendudukan Hindia Belanda. Tjio kecil sering membantu ayahnya yang berprofesi sebagai fotografer dengan mencetak foto di dalam ruang gelap. Dia menuntut ilmu di sekolah penjajahan Belanda yang mengharuskannya untuk mempelajari bahasa Perancis, Jerman, Inggris, dan Belanda, selain bahasa nasionalnya, yaitu Indonesia.

Saat melanjutkan pendidikannya di Sekolah Ilmu Pertanian, Bogor, Tjio mendalami bidang pertanian (agronomi)dan memusatkan penelitiannya pada pengembangan tanaman hibrida yang tahan terhadap penyakit.

Joe Hin Tjio lahir di Bandung, Jawa pada tahun 1919. Ayahnya adalah seorang fotografer. Tjio bersekolah di sekolah belanda, belajar agronomi dan melakukan penelitian pada tanaman kentang. Tjio sempat ditangkap dan disiksa selama 3 tahun saat pendudukan Jepang. Setelah perang usai, Tjio pergi ke Belanda untuk melanjutkan sekolah dan sempat bekerja di Denmark, Spanyol, dan Swedia.

Ketika terjadi Perang Dunia II di tahun 1942, Tjio dipenjara selama 3 tahun oleh kolonial Jepang yang ketika itu berkuasa di Indonesia. Tjio mendekam di kamp konsentrasi dan disiksa akibat memberikan bantuan medis kepada penduduk yang membutuhkan.

Setelah perang usai, dia berlayar menggunakan perahu Palang Merah yang diperuntukkan bagi pengungsi untuk berlayar ke Belanda. Negara tersebut menyediakan beasiswa untuknya di Eropa. Pada 3 bulan pertama, Tjio mendapatkan bantuan dari kerabat teman-teman yang pernah ditolongnya di penjara dan kemudian, dia dapat melanjutkan pekerjaannya di bidang pembiakan tanaman (plant breeding) di kota Royal Danish Academy, Copenhagen selama 6 bulan. Sejak tahun 1948-1959, Tjio mendapatkan kesempatan dari pemerintah Spanyol untuk bekerja pada program pengembangan tanaman mereka.

Dia mengepalai penelitian sitogenetika di Zaragoza dan pada setiap masa liburan, Tjio pergi ke Universitas Lund, Swedia, di mana ia memulai kerjasama untuk mempelajari jaringan sel mamalia dengan Institute of Genetics yang dikepalai Albert Levan.
Pada tahun 1921, Theophilus Painter secara tidak sengaja menemukan cara untuk mengamati dan menghitung jumlah kromosom pada manusia.

Dia mengamati sel testis dari dua pria kulit hitam yang meminta dikebiri dengan cara membuat sayatan tipis dan diproses dengan larutan kimia. Setelah diamati di bawah mikroskop, Painter menemukan adanya serabut-serabut kusut yang ternyata adalah kromosom tak berpasangan pada sel testis dan jumlahnya 24 pasang. Selama hampir 30 tahun, para ilmuwan menyakini temuan tersebut dan mereka juga melakukan penghitungan dengan cara lain yang juga mendapatkan hasil 24 pasang kromosom manusia.

Pada 22 Desember 1955, Joe menghasilkan suatu penemuan secara kebetulan ketika dia sedang memisahkan kromosom dari inti sel (nukleus) sejumlah sel. Dia mencoba mengembangkan suatu teknik untuk memisahkan kromosom di preparat (slide) kaca. Ketika preparat tersebut diamati di bawah mikroskop, dia menemukan hasil yang mengejutkan, yaitu terdapat 46 kromosom (23 pasang) pada jaringan embrionik paru-paru manusia. Joe kemudian menuliskan temuannya dalam Scandinavian journal Hereditas, pada 26 January 1956.

Di masa itu, merupakan suatu kewajiban di Eropa untuk menuliskan nama kepala lab sebagai penulis utama sebagai pengakuan/penghormatan atas bimbingan dan dukungan yang diberikan lab tersebut, namun Tjio menolak untuk melakukannya. Dia mengancam akan membuang karyanya bila tidak ditempatkan sebagai penulis utama pada jurnal temuan tersebut hingga akhirnya nama Tjio tercantum sebagai penulis utama (first author), sedangkan Albert Levan sebagai penulis pendamping (co-author).

Di Universitas Lund inilah, Tjio bertemu dengan Inga Bjorg Arna Bildsfell, seorang ilmuwan di bidang botani dan geologi yang sedang menempuh pendidikan doktoralnya di univesitas yang sama. Pada tahun 1948, dia menikah dengan Inga dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Yu-Hin Tjio.

Pada 6 Desember 1962, Tjio menerima International Prize Award winner dari yayasan Joseph P. Kennedy, Jr. yang diberikan secara langsung oleh Presiden AS saat itu, John F. Kennedy untuk karyanya dalam bidang keterbelakangan mental. Pada Februari 1992, Tjio pensiun dengan status sebagai ilmuwan emeritus. Pada usianya yang ke-78 (1997), Tjio berpindah dari tempat tinggalnya di dekat NIH ke Asbury Methodist Village, suatu kompleks pensiunan di daerah Gaithersburg, Maryland. Hingga pada 27 November 2001, Tjio meninggal pada usia 92 tahun.

sumber:http://www.theguardian.com/news/2001/dec/11/guardianobituaries.medicalscience
http://id.wikipedia.org/wiki/Joe_Hin_Tjio
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive