SITUS BERITA TERBARU

[Mengharukan ...] Di Burma Bungkam, Hanya Komunitas Punk Berani Bela Rohingya

Tuesday, August 6, 2013
Agan-agan, ini cerita mengharukan. Di Burma sana, idealisme komunitas punk ternyata begitu kuat dan mengakar. Kok yang idealis kayak begini, di Indo jarang terdengar ya ...

Quote:
Di Burma, Hanya Anak Punk Yang Berani Bela Rohingya
Selasa, 06 Agustus 2013 12:59

Sayangi.com - Hanya komunitas punk yang berani bersuara berbeda di Burma, melawan para biksu Buddha yang melakukan kekerasan terhadap kelompok Muslim, ketika kelompok masyarakat lainnya diam saja.

Kelompok punk selalu menarik perhatian di jalanan, namun bukan hanya karena rambut berwarna merah muda, jaket kulit berpaku-paku atau tato tengkorak yang membuat para anak muda berusia 20an ini disebut pemberontak. Di Burma, mereka berani berbicara melawan para biksu Buddha yang melakukan kekerasan terhadap kelompok Muslim, saat yang lainnya berdiam diri.

"Jika mereka biksu yang sebenarnya, saya akan tutup mulut, tapi mereka bukan biksu," ujar Kyaw Kyaw, vokalis Rebel Riot, di tengah hentakan drum dalam lagu baru yang mengecam kemunafikan agama dan gerakan anti-Muslim yang disebut "969". "Mereka adalah kelompok nasionalis dan fasis. Tidak ada yang mau mendengar hal itu, tetapi itu benar."

Para biksu radikal terdepan dalam kampanye berdarah melawan Muslim, dan hanya sedikit dari 60 juta penduduk di negeri mayoritas beragama Buddha itu mau berbicara melawan mereka. Menjadi Buddhis adalah bagian penting untuk orang Burma, dan para biksu, anggota masyarakat paling dihormati, tak boleh dikecam. Warga lainnya memilih menyangkal isu Rohingya, atau percaya klaim bahwa "pendatang" Muslim mendatangkan ancaman pada budaya dan tradisi mereka.

Kebungkaman ini berbahaya saat massa merangsek masjid dan bersorak sorai saat para Muslim diburu dan dipukuli sampai mati dengan rantai dan pipa besi, menurut Michael Salberg, direktur masalah internasional pada lembaga Anti-Defamation League (Liga Anti-Penistaan) di AS.

"Bukan pelakunya yang menjadi masalah di sini," ujarnya, mengacu pada kondisi-kondisi yang membuka jalan untuk tragedi Holocaust di Jerman dan pembantaian di Rwanda. "Tapi penonton."

Menyusul kekuasaan militer yang keras selama setengah abad, pemerintahan setengah sipil dua tahun lalu memberlakukan reformasi, membebaskan pemimpin pro-demokrasi Aung San Suu Kyi dari penahanan rumah, melonggarkan batasan-batasan untuk berorganisasi secara damai, membuka media dan menghapus sensor.

Kemerdekaan juga diberikan untuk biksu Wirathu, pembicara karismatik dan pendukung gerakan "969". Pengikutnya bertambah saat ia berkeliling negeri, menyerukan boikot atas toko-toko milik orang Muslim dan larangan pernikahan antara perempuan Buddhis dan laki-laki Muslim, serta mengingatkan bahwa tingkat kelahiran yang meningkat dapat suatu hari membuat Muslim yang saat ini merupakan 4 persen populasi menjadi mayoritas.

"Yang ingin saya katakan di sini hanyalah, orang-orang seharusnya melihat ajaran Buddha dan bertanya pada diri mereka sendiri, apakah ini yang ia maksud?" ujar Ye Ngwe Soe, 27, vokalis No U Turn, band punk rock paling populer di negara itu. Ia menulis lagu "Human Wars (Perang Manusia)" setelah kekerasan melawan Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine mulai menyebar ke daerah lain.

"Ketika saya pergi ke daerah perkotaan, saya mendengar pembicaraan tentang "969", kebencian terhadap Muslim, kekerasan. Ini seharusnya tidak begini," ujarnya. Ahli-ahli mengenai penyebaran kebencian secara verbal mengatakan cara terbaik untuk menghadapi orang-orang seperti Wirathu adalah dengan mencari suara para Buddhis yang moderat.

Arker Kyaw, seorang artis grafiti berusia 20 tahun, memiliki beberapa teman � sebagian besar musisi dan DJ � yang Muslim dan sangat geram dengan kekerasan yang telah merusak komunitas mereka dalam setahun belakangan. Ia dan kawan-kawan lainnya dari latar belakang agama yang berbeda-beda membuat video musik yang mengekspresikan solidaritas, yang menyatakan, "Jangan khawatir, paling tidak di antara kita, semuanya baik-baik saja."

Namun ketika ditanya apakah ia tidak ingin melawan "969" ketika ia melihat stiker dan tanda-tanda di dinding-dinding kota Rangoon, ia mengatakan: "Tidak. Ini sangat rumit. Untuk hal yang satu ini, saya kira lebih baik menjadi penonton, bukan bagian darinya."

Presiden Thein Sein, yang dipuji AS dan yang lainnya karena agenda-agenda reformasinya, melarang salah satu edisi majalah Time yang memasang foto Wirathu di sampul majalah dan menyebutnya "wajah teror Buddhis", dengan mengatakan bahwa ia mendukung "969" dan menganggap biksu ekstremis itu "putra Sang Buddha".

Dengan pemilihan umum yang dijadwalkan pada 2015, pemimpin oposisi Suu Kyi tidak mengatakan apa pun, khawatir, menurut para analis, akan ada akibatnya dalam jajak pendapat jika ia dianggap sebagai anti-Buddhis.

Tinggallah para penyanyi punk rock, yang tahu benar makna menjadi orang luar. (MSR)


Sumber: http://www.sayangi.com/internasional...-bela-rohingya
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive