SITUS BERITA TERBARU

Satu Lagi Menteri SBY "gaptek", bilang kalau Media Online itu Sekelas Surat Kaleng

Sunday, July 14, 2013
[imagetag]

IWO akan Laporkan Jero Wacik ke Mabes Polri
Sabtu, 13 Juli 2013 , 23:39:00

JAKARTA - Ikatan Wartawan Online (IWO) akan melaporkan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik ke Mabes Polri terkait pernyataannya yang menyebut media online seperti surat kaleng yang tidak jelas dan narasumber yang diberitakan tidak valid. "Media cetak, kan jelas, kalau ada apa-apa, bisa dikritik, ketahuan penulisnya, bisa ditelepon. Media online seperti surat kaleng. Narasumbernya tidak jelas," kata Ketua Umum Pengurus Pusat IWO Kresna Budhi Candra menirukan pernyataan Jero, di Jakarta, Sabtu (13/7).

Pernyataan tersebut lanjut Kresna Budhi Candra, diucapkan Jero Wacik di kantornya, Jumat (12/7) dan telah dilansir oleh sejumlah media online di Jakarta. Seharusnya, pernyataan seperti itu tidak perlu terlontar dari seorang pejabat negara karena ketidak-tahuannya akan media online muncul karena kemajuan teknologi informasi. Bahkan dewasa ini, media cetak, televisi dan radio memiliki media online juga, ungkap Kresna Budhi Candra. Dikatakannya, sama halnya dengan media cetak dan elektronik, media online juga punya badan hukum dengan alamat yang jelas serta mencantumkan boks redaksi selaku pihak bertanggungjawab.

Guna meminimalisir dampak negatif dari pernyataan Jerok Wacik tersebut, IWO merencanakan akan melaporkan mantan Menteri Parekraf itu ke Mabes Polri. "Senin, 15 Juli Jero Wacik akan kita laporkan ke Mabes Polri dengan dugaan pelanggaran seperti yang diatur dalam KUHP yang terkait dengan penghinaan, pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan," tegas Kresna Budhi Candra
http://www.jpnn.com/read/2013/07/13/...e-Mabes-Polri-

Media Online itu adalah trend masa depan, Pak Menteri ....
Quote:
Jurnalistik Masa Depan Menuju Era Media Digital
2/03/2013 06:35:00 PM

[imagetag]

Lahirnya siber jurnal (cyber journal) saat ini ditandai dengan munculnya aplikasi surat kabar elektronik (e-News), tabloid elektronik (e-Tabloid), dan majalah elektronik (e-Magazine) telah banyak mengubah pola orang dalam mencari berita dan informasi.Melalui media siber atau media online, redaksi dalam menyajikan berita dapat pula melengkapi tidak hanya gambar-gambar dua dimensi seperti foto, melainkan juga dapat menyertakan liputan video dari sebuah kejadian di lapangan.

Jurnalistik masa depan (baca:moderen-red) di Indonesia saat ini memang sedang menuju ke era digital.Dari jurnalistik media konvensional menuju jurnalistik media daring (dalam kata lain dari online).Kalau koran tradisional menggunakan media kertas, maka koran digital atau elektronik menggunakan layar monitor dan perangkat komputer. Pertanyaannya, apakah media online nantinya akan menggeser peran media cetak.Dan, beberapa tahun lagi jurnalistik media cetak akan memasuki sebuah dunia �tanpa kertas� (paper future).

Era Media Digital
Saat wawancara tahun 1999, dia (Budiono Darsono, Pendiri sekaligus Pemimpin Redaksi Detikcom-red) bilang er a media massa digital akan segera iba. (A.Sapto Anggoro, Detikcom Legenda Media Online, hal 168). Maka muncul berita pertama situs/portal berita Detikcom tanggal 9 Juli 1998 berjudul Munas Golkar�, telah berhasil merobek sejarah sebagai situs termahal di Indonesia ketika dibeli US$ 61 juta oleh group Trans TV. Namun, sebelum muncul Detikcom yang dikonsep untuk menyampaikan berita-berita cepat (breaking news/news in brief), telah hadir lebih dulu Republika Online. Jelang akhir tahun 1999 memasuki tahun 2000, berturut-turut lahir media online Astaga.com, Satunet.com,Lippostar.com,dan Mandiri.com. Dan, ketika ditandatangani Pedoman Pemberitaan Media Siber pada tanggal 3 Februari 2012 lalu era media massa digital telah dilengkapi dengan kehadiran Vivanews.com, Okezone.com,Kompas.com, Mediaindonesia.com, Suarapembaruan.com, Tempointeraktif.com, Sinarharapan.com, Poskota.com, Wartakota.com, Jppn.com, Metrotv.com, Liputan6Sctv.com, dan masih banyak lagi.

Bahkan ada fenomena baru di dalam lingkungan internet belakangan ini, di mana terdapat berbagai macam media online yaitu situs/portal berita dan informasi milik pemerintah pusat, daerah (e-Government), BUMN, situs-situs perusahaan swasta (e-Business), dan lembaga-lembaga pendidikan (e-education). Ada beberapa karakteristik media siber, daring, dan media online yang menyebabkan masyarakat (baca[imagetag]embaca-red) lebih menyukainya, yaitu antara lain ;
Real time, informasi yang tersedia merupakan informasi terbaru, bahkan kejadian yang sedang berlangsung pun sudah dapat disampaikan.
Multimedia capability, informasi yang disajikan bisa perpaduan teks, suara, gambar, dan video, sehingga pembaca mudah memahami informasi.
Audince control, pembaca bisa memilih informasi apa saja yang diinginkan.Dalam sebuah media online biasanya ada beberapa rubrik,misalnya, berita olahraga,otomotif,pendidikan, dan kesehatan, dan forum.
  • Nonlienarity, informasi yang disampaikan berdiri sendiri, pembaca tidak harus membaca informasi sebelumnya atau beberapa informasi secara berurutan agar bisa memahaminya
  • Duplication, informasi dapat dengan mudah digandakan (misalnya dikirim ke teman atau forum melalui email, facebook, twitter, dan di-copy kemudian di-upload ke web blog) sehingga proses penyebaran informasi lebih cepat dan lebih mudah.
  • Retrievability, informasi yang tersimpan sebelumnya bisa diakses dengan mudah karena media online mempunyai basis data yang memadai.
  • Untimited space, informasi yang disampaikan dapat lebih banyak dan lengkap karena tidak ada batasan jumlah teks atau halaman serta ruang penyimpanan.
  • Interactivity, pembaca bisa memberikan umpan balik berupa pendapat atau komentar terhadap suatu informasi yang disampaikan.
  • Mobile, informasi bisa diakses di mana dan kapan saja melalui piranti yang portable, misalnya netbook, PC Tablet, dan handphone atau ponsel.
  • Free, informasi yang diakses gratis, tidak ada biaya berlangganan

Bila jurnalisme media daring (media online-red) dituntut sama dengan media yang masa produksinya 24 jam (koran harian) atau 6 jam (media siaran) tentu media daring tidak akan pernah ada. Media daring bertumpu pada kecepatan, dilaporkan secepat terjadinya. Saat itu juga.Media daring tidak memerlukan proses lama. Berita dari lapangan hanya mampir ke layar editor beberapa detik sebelum diunggah dan detik berikutnya sudah diunduh oleh konsumen berita.

Dengan makin banyaknya keuntungan, manfaat, praktis,kemudahan, dan kevalidan dalam memperoleh informasi berupa berita, artikel,opini, features, karangan khas,iklan, foto, sampai video.Rasanya ke depan media online atau media daring akan menjadi salah satu pilihan utama masyarakat dan pembaca. Mereka hanya punya waktu sedikit membaca informasi terkini, aktual, dan terpercaya.Dan,rasanya memang sekarang ini, jurnalistik masa depan akan menuju era digital.
http://beritarayaonline.ginwiz.com/l...ra-media.html/

[imagetag]

Akhir Era Print Media
Wednesday, 26 December 2012 14:03

Jakarta, GATRAnews - Peringatan Natal 2012 menjadi tonggak sejarah bagi majalah ternama Newsweek yang berbasis di Amerika Serikat (AS). Sehari menjelang Natal, persisnya pada Senin, 24 Desember 2012 waktu AS, Newsweek menerbitkan edisi cetak terakhir. Majalah yang pernah hampir merajai pasar media cetak puluhan tahun itu akhirnya tergerus dengan arus zaman digitalisasi.

Setelah hampir 80 tahun berkiprah dalam bentuk majalah, akhirnya Newsweek memutuskan beralih ke digital dan mengakhiri edisi cetak mereka. Seperti diberitakan New Straits Times pada Selasa (25/12/2012), majalah terbesar kedua di Amerika Serikat ini mengalami penurunan jumlah pembaca dan penghasilan dari iklan.

Sejak bergabung dengan Daily Beast, majalah nomor dua terbesar di AS setelah TIME ini mengalami penurunan drastis di edisi cetak mereka. Dalam 10 tahun terakhir, penjualan mereka menurun 51,5 persen ke angka 1,5 juta. Akhirnya, pengelola majalah itu merasa perlu melakukan migrasi total ke digital untuk menyesuaikan dengan era internet yang meruyak di seluruh dunia.

Edisi pamungkas Newsweek itu menampilkan judul besar di halaman depannya, "#LASTPRINTISSUE". Newsweek menampilkan foto klasik gedung mereka di tengah kota Manhattan. Memasang tanda pagar (#) di depan kalimat, New York Post dalam sebuah artikelnya menuliskan bahwa Newsweek mencoba memakai gaya bahasa "pembunuhnya" yaitu Twitter. Edisi terakhir ini berisikan kenangan dan perjalanan para punggawa Newsweek dalam menyajikan berita.

Redaktur Newsweek, Tina Brown, dalam edisi cetak terakhir itu menegaskan, "Edisi di tangan Anda ini adalah edisi cetak terakhir Newsweek. Terkadang, perubahan tidak hanya baik, tapi perlu". Brown berjanji, pada edisi selanjutnya di minggu pertama Januari, Newsweek akan hadir di iPad, Kindle, dan telepon seluler. "Pada akhir Februari, Anda akan melihat evolusi total Newsweek Global, yang baru dan digital, yang saat ini sedang dikembangkan," katanya.

Ironisnya, selama puluhan tahun, majalah ini bersaing ketat dengan majalah nomor satu di AS: Time. Didirikan sejak tahun 1933 oleh beberapa keluarga kaya AS pada masa itu - Whitney, Mellons dan Harriman - Newsweek menapaki puncak popularitasnya saat dibeli oleh Washington Post pada tahun 1961. Di bawah pimred Osborn Elliot dari tahun 1961 sampai 1973, Newsweek berkutat di isu-isu hak-hak sipil, Perang Vietnam, perubahan budaya dan korupsi di Washington.

Tahun 1998, Newsweek mulai menjajaki era digital dengan menerbitkan Newsweek.com. Lebih dari empat juta orang per minggunya pada tahun 2004 mengunjungi situs ini. Namun, New York Post mengungkapkan, kecenderungan pembaca online yang lebih menyukai berita ringan dan hiburan mematikan Newsweek yang mengandalkan berita berbobot.

Pada Desember 2003, Newsweek masih menampilkan cover kontroversial dengan foto Saddam Hussein yang tertangkap plus tulisan besar: "Kami menangkap dia." Toh gerusan jaman digital tak mampu dibendung. Majalah ini pun terperosok dalam kemelaratan. Tahun 2010, melihat trendnya yang semakin turun dan hampir bangkrut, Washington Post Co sebagai perusahaan induk Newsweek menjual media ini hanya seharga US$1 kepada miliuner Sidney Harman. Selanjutnya, Newsweek digabungkan dengan media Daily Beast yang dikelola Harman dan mitranya.

Setelah digenggam grup Daily Beast, majalah ini tetap ingin eksis dengan menyuguhkan isu-isu terpanas. Pada 2011, cover Newsweek memicu protes lantaran menampilkan sampul mendiang Putri Diana di samping Kate Middleton, digabungkan dengan teknik komputer. Mei tahun ini pun sampul Newsweek kembali menarik perhatian. Majalah ini menampilkan wajah besar Barack Obama dengan lingkaran halo berwarna pelangi, headline-nya: 'Presiden Gay Pertama.'

Toh akhirnya Newsweek edisi cetak tumbang juga. Edisi terakhir Newsweek menjelang pergantian tahun 2012 ke 2013 telah menandai akhir era print media. Pilihan yang tak terelakkan bagi bagi hampir semua majalah di dunia adalah beralih dari cetak ke digital. Meskipun melakukan transisi total ke digital, Newsweek tetap diramalkan berdarah-darah. Diperkirakan tahun depan, perusahaan media ini masih akan merugi sekitar US$20 juta. Sebelumnya, Newsweek Daily Beast dikabarkan telah memecat 60 pegawai demi perampingan anggaran.

Tidak hanya Newsweek cetak yang harus bertekuk lutut dihantam arus digitalisasi. Pada tahun 2008 dan 2009, banyak perusahaan koran yang mengalami penurunan pendapatan dari iklan. Beberapa babak belur dan akhirnya bangkrut. Beberapa perusahaan media AS yang mengakhiri edisi cetak, di antaranya adalah Rocky Mountain News, Seattle Post Intelligencer dan the Ann Arbor News. Yang lainnya mengajukan perlindungan pailit, di antaranya Tribune Company, Minneapolis Star Tribune, Philadelphia Newspapers, Chicago Sun Times, Journal Register Co., American Community Newspapers, Freedom Communications, Heartland Publications, Creative Loafing dan Columbian newspaper di Vancouver.

Akhir tahun ini, para pembesar di salah satu koran terbesar Inggris The Guardian tengah berdiskusi soal menghapuskan versi cetak dan menggantinya dengan online. Dalam beberapa tahun terakhir, Guardian rugi 44 juta pound sterling per tahun. Berbagai cara koran dan majalah cetak untuk menghemat uang mereka dan mempertahankan versi kertas. Di antaranya adalah melakukan perampingan, pemotongan gaji, bermitra dengan media lain untuk rubrikasi, menghilangkan kolom tidak favorit seperti daftar harga saham atau mengurangi jumlah halaman.

Beberapa di antaranya mengubah strategi pemberitaan demi menarik lebih banyak pembaca. Media yang menerapkan strategi ini tidak menuliskan breaking news, yang sudah pasti kalah dengan internet, dan lebih menampilkan tulisan analisis dan kontekstual. Untuk tetap menjaring pembaca 'tradisional' dan modern, beberapa media menerapkan pemberitaan cetak dan online. Jadi, selain mencetak koran, mereka juga membuat koran versi digital di internet.

Namun, semua trik itu tidak juga mampu mengembalikan keuntungan media-media tersebut. Bahkan, media televisi pun terkena dampak berkembangnya era internet. Wall Street Journal beberapa tahun lalu menuliskan, salah satunya yang terdampak adalah stasiun televisi NBC. Tahun 2009, stasiun televisi ini memecat 15 pegawai atau sekitar 6 persen dari jumlah pekerjanya. Jumlah penontonnya juga menurun dari tahun ke tahun. Solusinya, dia terus melakukan perampingan, menggabungkan departemen dan menggunakan kembali perangkat lama.

Nah, bagaimana di Indonesia. Ternyata mayoritas media nasional masih tetap menerbitkan versi print atau cetak. Namun sebagain di antaranya sudah mulai melakukan tranformasi ke media digital. Selain membangun news online, media nasional yang umumnya digenggam oleh kerajaan konglomerasi besar, juga mengemas majalah digital yang bisa diakses lewat komputer tab dan smartphone. Bagi media yang tidak mengantisipasi arus digitalisasi, tentunya tinggal menunggu hari. Siap-siap dilibas era baru media massa: Era Digital!
http://www.gatra.com/fokus-berita/22...int-media.html

[imagetag]

Era Koran Digital Telah Dimulai
November 19, 2012

Saat ini teknologi komputer dan internet berkembang sedemikian cepat. Terjangan berbagai informasi juga sedemikan bertubi-tubi. Demikian juga dengan munculnya berbagai produk teknologi mobile seperti smartphone, komputer tablet, netbook, notebook atau laptop yang semakin gampang diperoleh dengan harganya yang bersaing. Bahkan hanya menggunakan satu alat sudah bisa melakukan berbagai kegiatan (multitask) seperti membaca berita, membaca buku, melihat video, internet surfing, chatting, mendengarkan musik atau radio. Secara perlahan tapi pasti masyarakat juga sudah mulai merubah pola perilakunya sebagai efek dari semakin majunya teknologi. Salah satu perilaku yang mulai menjadi trend saat ini adalah membaca dan sekaligus berlangganan koran digital. Berbagai kelebihan dari koran digital menjadi salah satu daya tariknya seperti ringkas, mudah dibawa, kondisi yang tetap enak dibaca(tidak lecek dan kusut), dapat membawa beberapa koran dan seluruh koleksi koran langganan sekaligus tanpa harus menyediakan banyak tempat menjadi salah satu keunggulannya dibandingkan koran cetak.

Sekarang ini berbagai penerbit Nasional di Indonesia hampir semuanya sudah menyediakan edisi digital untuk koran yang diproduksinya. Dari beberapa penerbit Nasional saat ini ada yang menyediakan edisi digitalnya secara gratis dan yang berbayar. Beberapa penerbit koran nasional dan lokal yang menyediakan edisi gratisnya adalah koran Seputar Indonesia, Kedaulatan Rakyat, Lampung Post, Riau Post dan lain-lain. Ada kalanya beberapa trik dilakukan oleh para penerbit yang menyediakan koran digitalnya secara gratis. Hal ini dilakukan supaya versi digital koran yang mereka terbitkan tidak merusak oplah penjualan edisi cetaknya. Beberapa trik yang dipakai para penyedia koran digital secara gratis adalah isi berita dari koran edisi digitalnya berbeda dengan edisi cetak, atau edisi digital yang bisa dilihat gratis adalah edisi kemaren dari versi cetaknya atau penerbit hanya memberikan beberapa halaman koran yang bisa dibaca dari keseluruhan halaman yang ada di koran cetak, serta berbagai trik lainnya. Penerbit seperti Kompas, SoloPos, Jakarta Post, Republika merupakan salah satu dari sekian banyak penerbit nasional yang membuka layanan koran digitalnya yang berbayar.

Perubahan koran dari media cetak ke media digital ini sebenarnya bertujuan untuk menjangkau pelanggan dari seluruh nusantara dan internasional. Dengan bantuan internet, para penerbit bisa menjual edisi koran digitalnya ke berbagai tempat dan kapan saja via website. Penyediaan edisi gratis koran digitalnya pun bisa dilakukan sebagai salah satu bentuk promosi dari penerbit tersebut agar koran yang mereka jual bisa di kenal oleh khalayak publik. Semakin laris sebuah koran, semakin banyak pula pembacanya, hal ini akan menarik minat para pemasang iklan untuk memasarkan produknya ke dalam koran tersebut. Efeknya, harga koran dijual semakin turun hingga nilai yang harus dibayarkan oleh para pelanggan untuk berlangganan mungkin bisa mencapai ke titik nol (gratis). Apalagi dengan bentuk digital, biaya produksi cetak koran tersebut dalam bentuk fisik sudah hilang, sehingga reveneu keuntungan juga semakin besar karena tidak terpotong biaya produksi edisi cetaknya.

Saat tulisan ini dibuat beberapa penerbit koran di luar negeri juga sudah mulai beralih 100% dari media cetak ke media digital seperti yang diberitakan situs berita Detikinet. Salah satu media yang beralih dari edisi cetak ke digital adalah harian Newsweek dan The Guardian seperti yang diberitakan oleh portal berita detikinet. Peralihan media tersebut dikarenakan total oplah penjualan edisi cetak mulai lesu dan tidak lagi dapat menutup harga produksi edisi cetaknya. Berbeda dengan koran digital yang memang tidak memerlukan biaya produksi seperti koran cetak. Dengan peralihan tersebut, biaya produksi seperti, perawatan dan pembelian alat cetak, bahan baku produksi, biaya tenaga produksi, biaya alat produksi cetak bisa dihilangkan. Terlebih lagi di luar negeri, terutama di Eropa dan Amerika sudah hampir setiap orang memiliki perangkat smartphone dan komputer tablet sebagai barang yang sudah tidak asing dimiliki oleh banyak orang. Di Indonesia sendiri, trend tersebut sudah mulai terlihat, walaupun hanya di beberapa segmen dan �saat ini� hanya terjadi di kota-kota besar. Akan tetapi dengan melihat gelagat para penerbit koran nasional yang telah menyediakan edisi digitalnya mungkin sudah bisa dikatakan bahwa era koran digital sudah dimulai. (Christianto Haryo Nugroho, A.Md.)
http://mpn.kominfo.go.id/index.php/2...telah-dimulai/


--------------------------

Ini menteri yang tugasnya ngurusi ESDM, kok tiba-tiba bicara pers dan media, kayak Mekoninfo aja! Kalau kagak paham, sebaiknya diam ajalah! daripada asal ngomong, ternyata asal 'njeplak! Susah juga kalau jadi pejabat buta huruf teknologi informasi (gaptek) seperti jero Wacik ini. Padahal, sang Presiden sendiri mulai keranjingan facebookan, setelah nge-tweet. Kini sang Presiden malahan suka baca-baca medsoc spt kaskus kayaknya!


[imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive