SITUS BERITA TERBARU

(LSM Bayaran) Kebohongan Persepsi FITRA soal Jokowi

Monday, July 22, 2013
Quote:
[imagetag]

Hari ini ramai di media online berita soal gugatan Blusukan Jokowi. Yang jadi pusar perhatian masyarakat adalah rumor yang dilemparkan oleh FITRA, sebuah LSM yang kerap menyoroti soal anggaran. Dalam Laporannya FITRA dimuat dimuat di media online detik..com :

�Anggaran blusukan Jokowi atau belanja penunjang operasional tahun 2013 sebesar Rp 26,670 miliar per tahun,� kata Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi, Sabtu (20/7/2013) malam.

Jika dijabarkan lebih rinci, per harinya anggaran blusukan Jokowi-Ahok mencapai Rp 74 juta. Itu artinya Jokowi dan Ahok masing-masing mendapat alokasi anggaran Rp 37 juta.

(Anggaran Blusukan Jokowi, detik..com)

Dalam laporan itu, FITRA juga menyatakan bahwa dana anggaran Foke tidak sebesar dana anggaran Jokowi, semasa Foke dana anggaran Foke sebesar : Rp. 17,64 Milyar.

Disini ada usaha-usaha dari FITRA untuk melakukan pancingan emosional publik, dengan seakan-akan dana operasional adalah dana yang punya ukuran kembalian atas kinerja. Atau bisa dikatakan Dana Operasional adalah dana sebuah investasi atas proyek.

Padahal Dana Operasional Pejabat itu adalah dana tunjangan sehari-hari yang didapat Pejabat dalam menjalankan tugasnya. Dana itu jumlahnya 0,1% dari jumlah APBD, sebagai catatan Menteri juga mendapatkan dana operasional dari APBN, seorang Menteri sebulannya bisa mendapatkan dana operasional sebesar Rp. 200 juta.

Yang menjadi menarik disini adalah justru Jokowi membagi-bagikan dana operasional disini kepada rakyat, biasanya dana operasional digunakan oleh Pejabat untuk keperluan pribadi, tapi beda dengan Jokowi ia menggunakan dana operasional sebagai bagian dari kerjanya, bertemu dengan rakyat, meninjau lokasi dan mengevaluasi apa yang bisa dilakukan Pemda DKI.

Dan dana itu sebenarnya juga baru ketahuan setelah beberapa bulan masa jabatan Jokowi, jadi Jokowi juga menggunakan dana pribadi, demikian juga A hok yang kerap menggunakan dana pribadi untuk blusukan.

Jokowi dan Ahok memang selama ini kerap bertindak spontan dalam melakukan politik pendekatan rakyat yang merupakan bagian penting dalam kebijakan-kebijakan publiknya. Jokowi kerap membagikan buku tulis, membagikan beras kepada rakyat. Sementara Ahok juga sering spontan bila mendapatkan laporan rakyat yang disusahkan oleh sistem dia langsung membantu seperti anak kesulitan biaya pendidikan atau anak kena pungli oleh sistem.

Ukuran-ukuran keberhasilan atas blusukan amat bodoh bila kemudian dilakukan dengan indikator-indikator infrastruktur, ukuran keberhasilan harusnya diukur lewat analisa psikologis, lewat studi-studi sosial tentang hubungan pemimpin dengan masyarakat.Jadi disinilah poin persepsi kebohongan FITRA bahwa dana operasional harus dituntut hasilnya, justru dana operasional Blusukan amat berhasil yaitu : Rakyat sangat cinta dengan Jokowi, dengan rakyat mencintai Jokowi maka agenda-agenda pembangunan akan lebih lancar, komunikasi atas kebijakan-kebijakan publik juga akan lebih mudah karena rakyat merasa Gubernurnya memperhatikan mereka, �berada ditengah-tengah mereka�.

Jadi amat bodoh juga kemudian setelah FITRA buka suara dengan menyerang anggaran Jokowi, lalu ada seorang ahli transportasi yang bicara soal Blusukan diluar kapasitas akademisnya dalam soal transportasi publik dan dikutip seolah-olah sebagai kebenaran ilmiah bahwa blusukan nihil nilainya untuk kerja Jokowi.

Dalam Demokrasi Partisipatif diperlukan rakyat yang terus peduli terhadap kebijakan-kebijakan publik, disinilah yang dibangkitkan Jokowi. Seperti misalnya upacara pelantikan Pejabat Pemda DKI yang tidak digedung. Disini Jokowi �Menghancurkan Keterasingan Rakyat Dengan Kekuasaan�. Oleh Jokowi Kekuasaan yang tadinya berada di ruang sejuk tertutup dikembalikan kursinya kepada rakyat. Rakyatlah yang menyaksikan pejabat itu dilantik, secara psikologis disini rakyat masuk dalam politik keterlibatan atau demokrasi partisipatif.

Jadi adalah �hak rakyat� untuk bertemu Gubernurnya, hak anak-anak bergembira dan tertawa senang lihat gubernurnya membagikan buku-buku dan hak ini ingin dirampas dengan alasan-alasan yang tidak adil. Apakah dulu dana operasional Gubernur digunakan bertemu dengan rakyat, apakah dulu sebelum Jokowi dana operasional mampu membangkitkan kegembiraan rakyat?Coba dicek dan saya sendiri yakin hampir semua dana operasional pejabat hanya untuk makan-makan enak di Hotel dan Restoran, membeli jas sampai puluhan juta, makan malam mewah dan lain-lain bukan untuk keringetan di tengah rakyat seperti Jokowi.

Dan ingat hasil blusukan haruslah dievaluasi oleh pengamat-pengamat sosial dan politik bukan pengamat transportasi.

-Anton DH Nugrahanto-.


Sumber


Makin hari, makin banyak saja yaa LSM abal-abal. Yah, resiko demokrasi liberallll....
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive