SITUS BERITA TERBARU

FENOMENA SURABAYA PASCA 1998

Wednesday, July 24, 2013
Pemerintahan pasca reformasi 1998, merupakan pemerintah yang berada di titik nadir kepercayaan masyarakat. Segala sesuatu yang berhubungan dengan birokrasi dianggap korup, tak bisa dipercaya, tak efektif dan lamban. Perubahan reformasi membuat semua tatanan pemerintahan dan masyarakat semakin kacau.
Siapa pun warga kota Surabaya pasti sebel � jika kata �muak� dianggap terlalu kasar-disuguhi tontonan para elit politik yang saling membantai. Selama dua tahun berlangsung konflik, masyarakat sedikit pun tak diuntungkan. Kalau dirugikan, sudah pasti. Sampah tak terselesaikan, pembangunan infrastruktur mandek, banjir makin merajalela. Alih-alih bekerja sama mengatasi semua itu, para elit lebih suka berantem sendiri. Sebuah kondisi yang begitu celaka.

Bambang D.H. selaku wali kota yang baru dilantik bukan tak menyadari pandangan pesimis terhadap dirinya. Dia langsung menyusun langkah-langkah strategis. Yang pertama dilakukan adalah evaluasi. Bambang berusaha melihat apa yang terjadi dari sudut pandang barunya sebagai wali kota. Sebulan pertama bertugas, Bambang D.H. lebih mirip seorang pengamat. �Saya tak bisa langsung grusa-grusu mengambil langkah,� katanya.

Dalam kurun waktu itu bambang tak Cuma membaca laporan anak buah. Dia juga menghabiskan hari dengan berkeliling ke dinas-dinas di bawah pemkot Surabaya. Bambang ingin melihat dan merasakan langsung kultur yang dibangun para abdi Negara itu.
Hasilnya, Bambang D.H. menyadari bahwa kompleksitas permasalahan Surabaya membutuhkan penanganan yang nyaris simultan. Hasil pengamatan itu juga menunjukkan bahwa ternyata yang jauh lebih mendesak untuk dibenahi adalah internal pemkot sendiri. Baginya, sangat penting meraih kembali kepercayaan publik. �Memang sampai kapan pun, kami (Pemkot) akan sulit untuk meraih kepercayaan publik seratus persen.

Mungkin tak pernah bisa,� katanya. �Tapi, target saya setidaknya masyarakat benar-benar melihat bahwa kami serius berbenah,� imbuh pejabat kelahiran Pacitan tersebut. Salah satu yang membuat Pemkot Surabaya terlihat begitu sulit dipercaya adalah terjadinya fenomena �birokrasi gagal�. Proses pengurusan segala jenis izin di Surabaya sulit dan mahal, ditambah lagi lemahnya Pengawasan yang diberikan. Contohnya soal IMB atau pajak. �Banyak juga pengusaha yang mengeluh tentang ribet-nya ngurus izin usaha, biaya tak jelas, ongkos-ongkos siluman. Begitu kerap saya dengar�, tandasnya.

Dari fenomena tersebut, Bambang D.H. menyimpulkan, yang kali pertama harus dilakukan adalah merombak jajaran birokrasinya agar bisa menjalankan apa yang menjadi visinya. Bambang D.H. tak menyangkal bahwa upaya ini bisa disebut orang secara negatif sebagai pembersihan birokrat dari orang-orang yang dulu menentangya. �Itu perspektif orang, monggo,� katanya.

Yang jelas, logika yang dianut oleh Bambang D.H. adalah, sebagai pemimpin, tentu dia berhak memilih orang-orang yang bisa bekerja dengannya. Yang bisa menafsirkan dan menjalani visi-misinya. �Siapa pun orangnya, tentu pasti akan lebih nyaman bekerja dengan orang yang sepaham, ketimbang bekerja dengan orang yang menetangnya,� tambahnya.

Semua yang dilakukan Bambang di atas merupakan langkah-langkah awal untuk meraih kepercayaan masyarakat. �Saya tahu, bahwa dalam setahun pertama itu, saya dan jajarna mungkin masih belum bisa dipercaya sepenuhnya. Namun, yang jelas, masyarakat sudah tahu kami mempunyai tekad untuk menjadi pemerintahan yang baik,� tegasnya.

Sumber : Bambang D.H Mengubah Surabaya Ridho Saiful Ashadi
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive