SITUS BERITA TERBARU

4 Tahun Bom JW Marriott, Sekrup Itu Masih Tertanam di Jantung Max Boon

Wednesday, July 17, 2013
Jakarta - Pagi 17 Juli 2009, menjadi hari yang tidak pernah dilupakan Max Boon seumur hidupnya. Warga negara Belanda ini menjadi korban ledakan bom JW Marriott 2 dan harus merelakan kedua kakinya diamputasi.

Saat itu jalanan Kuningan, Jakarta Selatan, lancar tanpa hambatan. Max Boon dan sejumlah rekannya berjanji bertemu di Hotel Marriott untuk membicarakan sebuah bisnis. Pukul 07.00 WIB Max sudah sampai di lobi hotel.

"Saya sedang rapat di lobi, terus ada bom," cerita Max dalam acara diskusi Akar Terorisme di Indonesia di Ruang Sinema Perpustakaan UI, Depok, Selasa (16/7/2013).

Max yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari pusat ledakan bom tiba-tiba merasa sekelilingnya berwarna biru. Dadanya sesak seperti ditindih beban berat. Nafas begitu sulit, ia merasa seperti terjatuh ke tempat yang jauh.

"Saya tidak bisa bernafas," ujar Max.

Selang beberapa waktu, Max tersadar sekelilingnya berantakan dan darah berceceran di mana-mana. Rekan yang berada di sampingnya berada dalam kondisi mengenaskan. Max sendiri tak kalah parah kondisinya.

"Saya dengan tangan kiri mengambil kaki kiri saya. Saya harap bisa dipasang," kata Max yang mengenakan kemeja biru ini.

Petugas di lokasi langsung membawa Max ke rumah sakit. Tiga minggu Max mengalami koma, hampir setiap hari dia menjalani operasi, kakinya pun harus diamputasi.

"Kulit terbakar 70 persen," ucap Max.

3 Agustus 2009 Max bangun dari koma. Dia harus belajar berjalan dengan kaki palsunya. 6 April 2010 Max pertama kali melangkah usai kakinya diamputasi. Setelah terapi berjalan selama 3 tahun, dengan kaki palsu kini Max hidup dan menjalani rutinitas sehari-hari.

Max bercerita, pelaku bom bunuh diri merakit bom di dalam hotel. Mereka membongkar tv hotel dan mengambil sekrupnya untuk dirakit menjadi bom. Saat bom meledak, serpihannya menyebar ke segala arah. Salah satunya ke tubuh Max.

"Sampai saat ini sekrup dari bomnya ada di jantung saya. Dokter tidak berani ambil, beresiko kalau ambil," ucap Max hingga membuat peserta diskusi merinding mendengarnya.

Rupanya kejadian ini tidak membuat Max kapok tinggal di Indonesia. Bersama dengan para korban lainnya, Max mendirikan Aliansi Indonesia Damai (AID).
Dengan AID ini Max mencoba berbagi kisah, mengadakan sosialisasi dan pelatihan lewat diskusi, penyampaian pesan positif dan toleransi.

"Turun ke daerah atau institusi tertentu yang beresiko radikal, sekolah, universitas, dan komunitas. Saya senang dengan Indonesia oleh karena itu saya tetap di sini," kata Max mengakhiri cerita.[imagetag]

Sumber : http://news.detik..com/read/2013/07/...991101mainnews

Salut untuk max [imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive